Renjun meneguk ludah dengan takut ketika pintu besar kediaman Lee berdiri menjulang dihadapannya. Pemuda itu menghela nafas dengan pelan, dan tersenyum saat merasakan genggaman tangan Jeno pada tangannya mengerat, seolah berkata untuk saling menguatkan.
"Sudah siap?" tanya Jeno dengan ekspresi was-was. Ia sudah menjelaskan pada Renjun hal apa yang mungkin akan terjadi jika pemuda kecil itu nekat menemui ayahnya. Tapi Renjun memang berkepala batu, ia bahkan menyempatkan diri membeli sekeranjang buah untuk bisa diberikan kepada kepala keluarga Lee itu.
Pintu besar itu lalu terbuka, memperlihatkan seorang maid yang menyambut kedatangan mereka.
Tak mau berlama-lama, Jeno membawa Renjun untuk mengikutinya ketempat ayahnya selalu berada. Sebelum sebuah suara terdengar memanggilnya dengan datar dari ujung tangga.
Itu ayahnya.
Beserta Ryujin.
Jaehyun mendengus ketika menyadari sosok pemuda yang saat ini berada di belakang tubuh Jeno, seolah sedang bersembunyi dari makhluk buas yang akan memakannya hidup-hidup.
Kaki jenjang pria itu dengan penuh wibawa melangkah menuruni tangga dan menatap angkuh pada Jeno yang berusaha menyembunyikan tubuh Renjun dibalik punggungnya. "Kau bahkan sudah berani membawa pelacur ini kerumah." Jaehyun berdesis dengan menatap tajam pada Renjun yang sudah mengkerut takut.
Jeno balik membalas tatapan tajam itu, tubuhnya masih berdiri tegap mencoba melindungi Renjun meski hanya dari tatapan mata sang ayah.
"Aku sedang tidak ingin berdebat," jawab Jeno dingin. Ia melirik pada Ryujin yang masih betah berdiri di ujung tangga. Lalu kembali menatap pada Jaehyun.
"Bisakah kita membicarakannya di tempat lain?"
"Tidak."
Jaehyun tersenyum angkuh saat raut emosi telah tergambar di wajah putranya.
Merasa jika suasana akan semakin memanas, Renjun pun mencoba memberanikan diri untuk menatap pada Jaehyun. Ia tersenyum dan dengan canggung membungkuk memberi salam sembari menyodorkan sekeranjang jeruk kepada Jaehyun dengan sopan. "Selamat siang, Tuan Lee. Perkenalkan saya Huang Renjun, senang bisa bertemu dengan anda."
Melihat sekeranjang buah yang diberikan pemuda dihadapannya membuat Jaehyun berdecih pelan. Ia mengambil keranjang itu sebelum melemparkannya dengan kasar, menyebabkan buah orange itu menggelinding dan berserakan dilantai.
Netra Jeno membola, tak jauh berbeda dengan Ryujin yang hanya bisa menampilkan raut wajah terkejutnya
"Sebelum memberiku sesuatu seperti ini, pantaskan dulu dirimu untuk bisa memberikannya." Suara Jaehyun terdengar begitu menggema di ruangan yang entah kenapa terasa sangat sunyi. "Bahkan harga dirimu tidak akan cukup untuk bisa memberikanku sebuah bingkisan."
"Appa!"
Jeno menatap pada ayahnya dengan penuh amarah, lalu menoleh pada Renjun yang hanya bisa menunduk sambil menggigit bibir dengan mata yang telah berair. "Sudah ku katakan, kau tidak seharusnya bertemu iblis ini," Jeno sudah berniat membawa Renjun untuk meninggalkan rumah, sebelum pemuda kecil itu menahan tubuhnya yang telah ditarik, menggelengkan kepalanya dengan pelan seolah berkata untuk tidak beranjak sekarang.
"T-tuan Lee," Renjun mencicit takut. "Saya mungkin tidak memiliki harga diri dimata anda. Tapi, saya selalu diajarkan untuk selalu bersikap sopan terhadap orang lain."
Renjun meremat ujung kemejanya, "Jeruk itu mungkin tidak seberapa. Tapi bagi saya, memberikannya kepada anda adalah sikap hormat saya kepada orangtua dari lelaki yang begitu penting di hidup saya." Renjun mencoba menahan getaran bibirnya ketika tangan Jeno mengenggam tangannya lebih erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
(✔) FOR HIM; ╰Noren╮
Fiksi PenggemarRenjun paham dan mengerti jika dirinya dan Jeno tidak akan bisa menjadi bagian hidup masing-masing. _________________________________________ Lee Jeno - Huang Renjun _________________________________________ Start: 1 Oktober 2019 En...