25. Fokus Mengejar Masadepan

251 19 2
                                    

"Apa yang terjadi menimpa, tidak Allah SWT hadirkan tanpa sia-sia.
Jika kamu mampu, ada ribuan hikmah didalamnya yang bisa kamu tuai"

Waktu berjalan dengan semestinya, ada banyak keputusan yang aku ambil akhir-akhir ini. Mulai dari memutuskan menjauhi Kak Evan karena Kak Mesya, dan mengundurkan diri dari jurnalistik untuk menghindari Hanif, aku sadar atas semua yang menimpa Hanif pada saat ia babak belur adalah sebabku.

Tidak terasa juga, sekarang aku sudah menduduki bangku kelas tiga. Dan disaat-saat seperti ini, Tika sahabatku malah pindah sekolah. Jadinya, hari-hariku hanya sibuk belajar untuk mengejar target nilai yang memumpuni agar aku bisa mendapatkan kuliah beasiswa  ke luar negri. Hubunganku dengan Hanif, jangan ditanyakan lagi, moment study tour kemarin seolah menjadi moment terakhir bersama Hanif. Pasalnya tidak ada alasan lain untuk aku berhubungan lagi dengan Hanif. Bahkan aku lebih akrab dengan adik dan bundaNya dibanding dengan Hanif sendiri. Yang aku rasakan, Hanif sama halnya denganku, kita sama-sama berusaha menghindar satu sama lain. Terlebih, aku cukup sadar diri, ada Haliza yang lebih pantas untuk Hanif dibandingkan aku.

Tentang Kak Evan, meskipun aku menjauhi Kak Evan, tapi aku tetap berusaha semestinya terhadap Kak Evan. Sesekali aku membalas chat Kak Evan dan mendengarkan ceritanya yang sedang merantau kuliah di kota bunga.

*Hanif POV*
Dua bulan menuju UN, aku semakin gencar giat belajar agar bisa masuk ke universitas impianku di Yogyakarta. Menghiraukan rasaku terhadap Adisa, rasa yang enggan hilang, dan rasa tidak percaya diriku terhadap Kak Evandi. Saat kelulusan angkatan tahun kemarin, aku sempat melihat Adisa berbincang bersama Kak Evandi dan seorang wanita paruh baya yang aku yakini adalah orangtua Kak Evan, mereka terlihat sangat dekat dan aku yakin tidak ada sedikitpun posisi untukku di ruang Adisa, semuanya telah terisi penuh oleh Kak Evandi.

"Bang Hanif kata Bunda Abang udah jenguk Kak Disa belum?" Tanya Iklima yang barusaja datang dengan membawa cemilan dan beberapa buku pelajarannya ke ruang keluarga, aku dan Iklima memang terbiasa belajar bersama.

"Bang!" Tegur Iklima karena tidak  mendapatkan jawaban dariku. Sebenarnya aku tahu Adisa dirawat di rumah sakit, tapi aku belum berani untuk menjenguknya.

"Belum"jawabku kemudian membuka lembar halaman buku selanjutnya.

"Kalo gitu, Abang harus ikut Bunda sama Iklima jenguk Disa siang ini"ujar Bunda yabg barusaja datang debgan membawa nampan berisikan dua gelas susu.

"Tapi, Bun..." elakku yang langsung dipotong oleh Bunda

"Tidak ada penolakan Bang,nih,minum susunya!" Ujarnya sembari memberikan segelas susu kepadaku kemudian beranjak pergi meninggalkanku dan Iklima.

....

Toktoktok
"Assalamu'alaikum, Bang! Bunda boleh masuk?"tanya bunda di ambang pintu.

"Wa'alaikumsalam, Iya Bun" jawabku

Lalu Bunda masuk dan tersenyum menis ketika melihat aku sudah siap untuk berangkat menjenguk Disa.

"Bang kalo semisal ada sesuatu yang perlu disampaikan, tidak ada salahnya disampaikan. Asal jangan sampai mengambil tindakan yang tidak sesuai dengan semestinya saja" kata lembut Bunda sembari mengusap lenganku.

Aku masih tertunduk, mencerna apa yang Bunda katakan.

"Jangan sampai kalah cepat sama Davi" imbuh Bunda. Aku lupa menceritakan dari awal bahwa sebenarnya selepas studytour saat itu, Davi meminta ma'af dan terus terang kepadaku bahwa dia menyukai Adisa. Tidak ada alasan untuk aku melarang Davi, aku hanya memintanya agar mau tetap bersahabatku dan bersaing secara sehat.

Sekarang disinilah aku, diruangan bernuansa putih dengan bau khas obat-obatan, sedari tadi aku hanya memperhatikan Bunda dan Iklima yang asyik bercengkrama dengan Adisa.

"Sebentar ya sayang, Bunda angkat telepon dulu keluar" ujar Bunda sembari menunjukan ponselnya pada Adisa.

Lama menunggu Bunda, akhirnya aku memberanikan diri duduk di samping Adisa dengan wajah andalanku, untuk menahan gejolak rasa yang ada di dadaku.

"Rencana lanjut kemana?"tanyaku dingin

Kulihat Adisa menegang dan menelan silviananya kuat-kuat.

Iklima kemudian memasang headset dan beranjak duduk di sofa sebrang brangkar.

"Insya Allah, pengennya ke Turki"jawab Adisa sembari menunduk.

"Kamu?"tanyanya terlihat ragu

"Do'ain, biar dapet UGM"jawabku singkat, membuat suasana menjadi hening seketika.

Aku berdehem kemudian menatap lekat manik mata Adisa
"Dis, aku boleh nanya satu hal sama kamu?" Tanyaku

"Bb.. boleh"jawabnya gugup

"Hubungan kamu sama Kak Evandi..."ujarku gantung membuat Adisa mematung

"Apa melibatkan perasaan?"lanjutku bertanya

"Kenapa kamu tanya gitu? Jelas, sama sekali tidak Hanif, Aku sama Kak Evan gak ada hubungan apa-apa. Hanya sekedar teman dan kakak kelas saja, tidak lebih" jawabnya spontan.

"Jika ada kenyataan baru, apakah kamu akan menerimanya?"tanyaku lagi

Adisa nampak bingung dan  mengerutkan dahinya, seperti mencerna kembali apa yang aku katakan.

"Maksudnya?"

"Salahsatu hal yang tidak aku sukai dalam setiap hal adalah kedekatan kamu dengan Kak Evan, entah kenapa. Dan tidak tahu sejak kapan aku ngerasa ada sesuatu yang berbeda, perasaan aku ke kamu itu beda, Dis. Yang pasti rasa ini tumbuh sejak lama. Dan satu hal yang kamu harus tahu, jangan salahkan aku atas rasa ini. Ma'af telah lancang berbicara seterus terang ini." Ujarku panjang lebar membuat Adisa terlihat sedikit tersentak dengan ucapanku, tak mengapa jika dia tak menyimpan hati padaku. Tapi yang pasti, aku lega telah menyampaikan rasa yang selama ini kusemayamkan sendirian.

"Tapi Dis, tujuan aku berkata seperti ini tidak ada maksud apa-apa. Jelas aku mengetahui aturan yang sudah tertera di agama kita."uajrku,k3mudian aku menarik nafas kasar

"Hmmm... ternyata sulit ya, menjadi seperti Sayyidina Ali itu."imbuhku

"Dis, semoga kamu faham maksudku.. Aku ingin kita saling memperbaiki diri untuk kemudian saling menjemput. Bukan karena aku dan untuk kita, tapi karena Allah dan untuk Allah... Insya Allah, suatu saat setelah kita selesai mengejar impian masing-masing, jika Allah izinkan, aku akan datang lagi"jelasku

"Ma'af Nif, gak bisa.  Aku sama sekali gakmau diantara kita ada yang saling menunggu....."

Deggg

Apakah saat ini Hanif sedang merasakan apa yang namanya di tolak..

Tbc

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang