29.TITIK AWAL KESALAH FAHAMAN

223 16 0
                                    

"Adisa bukan lagi untuk Hanif
Bolehkah Hanif melupakan Adisa?"

*Author POV*

"Kenapa harus mendadak sih,Bang?" Cetus Iklima ketika semua orang sedang bersiap-siap.

"Iya, bener juga kata Iklima, kenapa Abang gak kasih tahu kita dari jauh jauh hari coba" imbuh Balqist sembari memasukan ponsel kedalam tasnya

"Yaudah keburu malem nih, yuk kita berangkat"ujar Ajri menghentikan perdebatan kecil

Hanif, Ajri, Balqist, dan Iklima telah siap fwngan pakaian raoib dan beberapa kue kecil beserta buah-buahan, tidak lupa satu kotak cincin yang Hanif pegang.

"Bismillah, Bang" kata Ajri memberikan semangat pada anak lelakinya

Mobil keluarga Hanif parkir didepan rumah Adisa. Keluarga Hanif dibuat heran dengan suasana rumah Adisa yang ramai. Hanif yang berniat memberukan kejitan untuk Adisa dengan melamarnya setlah keoulangan gadis itu dari Turki jadi bingung sendiri. 'Apa saat ini di rumah adisa sedang ada acara' gumam Hanif.

*Hanif POV*
Aku berdiri linglung di depan rumah Adisa karena rumahnya tampak ramai dan didatangi banyak orang dengan berpakaian rapih nan resmi. Begitupun Abi dan Bunda yang menatap bingung kearahku.

"Mas Hanif ya?"ujar seseorang yang menepuk pundakku, aku menyengitkan alisku bingung mencoba mengingat siapa orang ini

"Eh Mas Jaka" pekikki kerika berhasil mengingat orang ini, salah satu oevawai ditempat percetakan Om Nazman.

"Mau masuk bareng? Ayo! Acaranya bentar lagi mulai"katanya

"A.. Acara?"tanyaku gugup

"Iya Acara lamarannya Non Adisa sama Den Reza anaknya rekan Pak Nazman itu lho" jelas Jaka membuat tubuhku menegang, bagai tertimpa bebatuan, bahkan untuk berdiripun rasanya kaki ini lemas, aku menjatuhkan kotak cincin dari genggamanku.

"Oh Mas duluan aja, Hanif biar nanti sama kita aja"ujar Bunda yang mengerti posisiku

Lalu Bunda memungut kotam yang sudah terjatuh ketanah dan memandang sayu kearahku, begitupun Abi dan Iklima yang seolah mengerti perasaanku.

"Bunda pulang saja duluan, Hanif mau keluar dulu"kataku tanpa menatap Bunda kemudian pergi ke mesjid yang ada di samping rumah Adisa.

Aku berusaha tegas atas apa yang kuterima sekarang, tadinya aku berniat melamar Adisa dan mengajaknya untuk sama-sama berjuang denganku. Setelah aku tahu Adisa pulang, aku ingin melamarnya dan mengajaknya untuk menemaniku seumur hidupku. Niatnya saat wisuda nanti, aku ingin Adisa hadir sebagai tamu undangan sekaligus istri sahku, tapi nyatanyanya tidak, lima bulan menuju wisuda aku harus menerima kenyataan seperti ini. Untuk saat ini bolehkan aku mengeluh. Setelah mengambil air wudhu aku bergegas kembali kedepan rumah Adisa.

"Mas..mass!" Panggol seseorang yang ternyata satpam komplek

"Saya?"tanyaku

"Iya, ini ada titipan kunci mobil dari keluarga Pak Arji, katanya mereka pulang duluan naik taxi" ujarnya sembari menyamakan wajahku dengan fotoku diponselnya.

"Terimkasih" ujarku.
Disat aku hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba ada mobil yang barusaja parkir dengan ugal-ugalan, lalu keluarlah seorang wanita dengan wajah berantakan. Aku tidak mau memperdulikannya, hatiku saja sudah hancur. Tapi tunggu, wanita itu bukannya guru biologiku dulu? Ah sudahlah aku tidak peduli.

Aku menjalankan mobilku menyusuri jalanan kota surabaya, lalu berhenti disebuah jempatan dan keluar duduk dibagian depan mobil, menikmati semilir angin yang berhembus pelan menemani perasaanku yang diusahaka tegar.

Aku adalah bagian dari yang akhirnya kau abaikan
Tak di izinkan menetap, tak jua di persilahkan pulang
Pada akhirnya aku dibiarkan menunggu sendirian
Dengan kepastian yang pastinya telah hilang
Adisa...
Lalu apa maksudmu hadir hanya sekedar menghampiri?
Memberiku nyaman sampai lupa arah jalan pulang
Seolah diberikan sudut teristimewa yang memumpuni
Nyatanya aku hanyalah sosok yang hadir tanpa bayang
Ada tapi tak pernah dianggap ada, walaupun sekali

Aku lelah, boleh aku menyerah?
Beri aku petunjuk arah jalan menuju rumah
Tanpa sedikitpun membawa cedera hati yang telah tetlanjur merekah
Ma'af telah salah memahami, darimu yang kali ini ku anggap payah.

******

*Adisa POV*
Setelah kepulanganku ke Indonesia, aku banyak mengisi beberapa seminar diberbagai daerah. Dan pagi tadi aku mengisi seminar di UGM tempat dimana Hanif kuliah. Tapi aku tidak menemukan Hanif disana, lima bulan lagi dia akan wisuda, pasti dia sedang sibuk mempersiapkan semuanya. Ditamabah setwkah wisuda masih ada beberapa proses yang harus ia tempuh. Setahuku 6tahun lebih adalah waktu yang dibutuhku untuk menjadi seorang dokter seperti impian Hanif. Hal yang aku bisa lakukan sekatang adalah mendo'alan yang terbaik untuk Hanif.

Brughhhh
Tiba-tiba saja ada balita yang menabrak kakiku, sontak balita dua tahun itu menangis karena ulahnya sendiri berlarian ditempat yang ramai. Sore ini aku memang sedang berada di kawasan mall di kota Yogyakarta.

"Sayang...kan uda dibilangin jangan lari-lari" paik seorang wanita yang sepertinya aku kenal

"Oeekk hwa mama..mamama..."

"Haliza?"pekikku kaget

"Adisa Ya Allah"pekik Haliza sama kagetnya

"Masya Allah apa kabar, ini anak kamu?"tanyaku yang langsung diangguki oleh Haliza.

Haliza masih sama lembutnya seperti dulu.

"Ada apa Liz?. Kok uta na..."tanya seseorang yang baru datang dengan membawa belanjaannya.

Langkahnya terhenti dan tatapannya tertuju kearahku, bahkan ucapannyapun berhenti ketika melihat aku ada didepannya.

"Ha.. Hanif"gumamku pelan

Ja.. jadi dia sudah menikah dan mempunyai anak dengan Haliza? Apa ini salahku karena dulu menolak ajakannua untuk saling menunggu, kenapa rasanya sesakit ini.

"Ha.. Halizaa aku pamit dulu, harus buru-buru so'alnya"pamitku sebisa mungkin menahan tangis, kemudian berjalan dan hampir menabrak orang lain.

Allah, kenapa sesakit ini.

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang