27.PERJALANAN BARU

230 19 2
                                    

"Gantengnya Hanif"

"Wa'alaikumsalam"jawabku

Pandanganku luluh saat melihat Hanif dengan kemeja putihnya yang sedikit dilipat, jas hitam yang dikaitkan dilengannya sembari memegang peci, poni rambutnya yang sedikit basah dan sarung yang dilipat rapih yang disimpan di bahu kananya. Dan aku baru menyadari bahwa Hanif tidak mengenakan kacamatanya.
Maha suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan begutu indahnya.

'Gantengnya Hanif' gumamku dalam batin

"Ekhemmmm" dehem Ayah memecahkan lamunanku

"Astaghfurullahaladziim"

"Kenapa istighfar Kak, liat hantu?" Tanya Iklima

"Eng..engg..enggak ..yuk makan dulu" ujarku

Aku melihat Hanif kesusahan mendorong kursi roda ayah dengan pakaiannya yang seperti itu.

"Sini dulu coba ininya"ujarku mengambil alih jas, peci, dan sarung dari Hanif.

Kemudian aku bergegas menyimpannya ke ruang tamu, karena tidak mungkin aku menyimpannya di meja makan seperti ini.

Aku menuangkan minuman yang sudah aku buat pada gelas Ayah, Hanif, Iklima, kemudian gelasku sendiri, karena mereka sedang sibuk membuka bungkusan mie ayam masinh-masing.  Setelah itu kami makan dengan khidmat.

Setelah acara makan-makan sederhana, disinilah aku sekarang. Di ruang tamu, dengan aku dan Iklima menonton drakor diatas karpet dan Hanif bermain game di sofa.

Film yang kutonton selesai, tapi saking seriusnya aku menonton aku sampai tidak menyadari bahwa Iklima dan Hanif telah nyenyak dalam tidurnya masing-masing dengan segarnya angin dari kipas angin yang menyala.

Aku membiarkan mereka dalam kenyamanannya, kemudian mengambil ponselku di kamar.

6panggilan tidak terjawab dari Bunda Balqist

Akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Bunda Balqist

"Hallo.. Assalamu'alaikum, Bunda. Ma'af tadi Disa gak pegang hp, jadi telponnya gak Disa angkat"

"Wa'alaikumsalam.. gak papa sayang... Bunda cuma mau tanya Hanif sama Iklima masih disana? Ko mereka gak angkat telpin Bunda ya"

"Masih Bunda, mereka lagi tidur. Hanif sama Iklima harus segera pulang ya, Bun?"

"Bukan, Sayang, justru Bunda mau titip bilangin sama mereka,  Bunda lupa kalo kunci rumah masih sama Bunda. Nanti sore paling  Bunda baru bisa jemput mereka"

"Oh gitu, baik Bunda, Insya Allah Disa sampein sama Hanif dan iklima".

"Makasi ya sayang"

"Sama-sama Bunda"

******

P

engecutkah aku? Saat ini aku hanya berani melihat story whatsapp Iklima dan hanif terkait keberangkatan Hanif ke Yogyakarta. Rasanya berat sekali untuk mengucapkan selamat tinggal atau sekedar memberikannya semangat, aku belum berani untuk hal itu. Terlebih aku melihat Haliza juga ikut mengantarkan Hanif ke bandara. Meskipun Hanif sudah menguta
Rakan perasaannya, tetapi tetap saja aku tidak bisa memegang ucapannya jika buktinya ada kehadiran Haliza disamping Hanif.

Dua minggu setelah keberangkatan Hanif, sore ini, giliranku yang akan segera terbang ke Turki. Satu sisi aku merasa senang karena akhirnya aku bisa kuliah ditemoat yang aku inginkan. Satu sisi aku tifak ingin jauj dari ayah, dan hal lainnya aku takut kondisiku semakin buruk nanti.

Kupandangi kamarku, kutatap nanar ruangan persegi dengan nuansa cat cerah dan beberapa miniatur yang tersusun rapih. Apa benar aku akan meninggalkan kmar ini selama tiga tahun lamanya?

"Disa, ayo nak! Om Jaya udah nunggu di depan" ujar Ayah diambang pintu kamar dengan tongkat yang membantunya berjalan. Aku menenteng koper abuku dengan perasaan yang tidak dapat diartikan.

"Udah siap, Dis?" Tanya Om Jaya

Aku mendongak untuk menjawab pertanyaan Om Jaya
Tapi aku dikagetkan dengan kehadiran Kak Reza disamping Om Jaya

"Kak Reza? Kok bisa sama Om Jaya?"

"Oh iya, Om lupa menceritakan, sebenarnya Om punya anak dari mantan istri Om, dan anak Om ini adalah Reza. Mantan istri Om meninggal satu bulan yang lalu, makanya Reza ikut sama OM"jelas Om Reza membuatku mengangguk faham

"Innalillahi..turut berduka cita ya, Om, Kak"

*****

Tiga jam yang lalu aku telah tiba di Turki, sekarang aku sudah beristirahat di Asrama. Selesai membereskan barang-barangku, aku membuka flashdisk dari Ayah yang katanya pemberian Hanif, Hanif menitipkannya sebelum berangkat ke Yogyakarta.

Aku membuka vidio yang ada di flashdisk tersebut. Sebuah vidio yang memperlihatkan aku tengah bahagia diantara city light dan kunang-kunang pada saat perjalanan pulang setelah studytour saat itu. Tapi saat aku menyalakan suaranya, ternyata yang terdengar adalah musik melo disertai dengan suara Hanif yang sedang bermonolog ala musikalisasi puisi.

"Assalamu'alaikum ADISA..
Aku gaktau kamu buka vidio ini kapan, tapi yang aku harapkan, vidio ini kamu tonton setelah kamu istirahat dari perjalanan panjangmu itu.
Dis, mimpi setiap orang itu berbeda-beda,  tapi cara mewujudkannya paati dengan langkah yang sama. Sama-sama ikhiar dengan dibersamai do'a dan tawakal. Aku harap kamu seperti itu nantinya disana, apapun yang terjadi, tetap libatkan Allah dalam segala urusan. Saat jatuh, jangan ingin pernah menghentikan langkahmu dengan mundur, saat berhasil jangan pernah lupakan Allah untuk bersyukur. Dis, ada banyak yang mendo'akan keberhasilanmu, tetap semangat dan pilih islam sebagai tumpuanmu dalam setiap perso'alan..
Selamat menikmati perjalnan baru, jaga kesehatan dan ibadah.
Hanif, Surabaya 2006."

Perjalanan baru dimulai, aku dan Hanif sama-sama berjuang ditempat yang berbeda dan dengan mimpi yang berbeda pulam

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang