34.ICU

393 19 0
                                    

"Lekas sembuh Adisaku
Aku bukan Hanif tanpamu"

*Hanif POV*
Kemarin, tepatnya setelah Adisa sah menjadi istriku, setelah aku berjanji dihadapan Allah SWT dan malaikaNya untuk menjaga wanitaku dunia dan akhirat, Adisa malah kembali dengan lemahnya. Aku tidak bisa melihat Adisa terbaring seperti ini, bangunlahAdisa mari kodo sholatmu yang tertinggal karena sudah tiga hari tidak sadarkan diri. Bangunlah! Tersenyum untuk semua orang yang menyayangimu, Dis.

Kemarin setelah Adisa kembali tak sadarkan diri, dokter mengharuskan kamu untuk dipindahkan ke ruangan ICU, dengan alat medis yang terpasang ditubuhmu.

.....

Hanya aku yang boleh masuk ke ruang ICU untuk saat ini, itupun dengan waktu yang dibatasi dan harus mengenakan baju khusus agar tidak mengganggu kenyamanan pasien. Meskipun aku juga seorang dokter, tapi tetap aku harus mengikuti prosedur yang ada di rumah sakit ini.

Saat aku sedang menemani Adisa, suster mendorong nakas yang berisi peralatan medis dan tersenyum kearahku. (gak taulah apa namanya, nakas yang ada rodanya)

"Excuse me sir, please forgive your visiting time is up.
(Permisi pak, mohon ma'af waktu besuk anda sudah habis)". Ujarnya segan tanpa mengurangi kesopanannya

"Yes, nurs.."

" Just entrust the patient to us, we will wholeheartedly serve him well.
( Percayakan saja pasien kepada kami, dengan sepenuh hati kami akan melayaninya dengan baik)".

" Stay patient, and hope the patient gets better soon.
Tetap bersabarlah, dan semoga pasien lekas membaik)" imbuhnya.

Semua keluarga berkumpul sembari membaca ayat-ayat suci al-qur'an di ruang tunggu keluarga. Tak lama seorang perawat menghampiriku dan memintaku untuk menemui dokter di ruangannya

" You are the participant who asked my material during the seminar yesterday, right?
(kamu peserta yang bertanya pada materi saya saat acara seminar kemarin itu kan?)"tanyanya.

Aku kembali mengingatnya, ternyata benar. Profesor ini adalah pemateri di acara seminar kemarin, saking kalutnya dibeberapa pertemuan saat menangani Adisa kemarin aku tidak mengingatnya. Pantas saja dia menatapku terbilang sedikit aneh, nyatanya ada hal yang ingin ditanyakan.

" yes, right doctor" jawabku

"Selamat datang di Singapura"ujarnya dengan nada bicara khas Singapura

" just call me prof Albert.. istrimu sudah bisa di operasi besok, kondisinya sudah bisa untuk masuk ke tahap operasi. But, take it easy, kami tidak akan melakukan amputasi pada pasien. Kamu tahukan ilmu kesehatan berkembang secara pesatnya di dunia ini, kamu juga pasti tahu dan faham mengenai tindakan operasi pemasangan tulang buatan atau prostese, untuk itu kamu bisa dengan segera mengurus administrasinya di depan".

Aku mengangguk kemudian segera bergegas untuk mengurus semuanya.

*Author POV*

******

Semua keluarga tengah menanti dengan harap cemas, sudah dua jam berlalu Adisa ditangani di ruang operasi. Semua yang berada di depan ruang operasi nampak melapalkan asma Allah, apalagi Hanif dengan duduk tertunduk sambil memijit pangkal hidungnya terlihat sangat gusar.

"How is the surgery, Doc?
(Bagaimana operasinya, Dok?)" Tanya Hanif yang langsung menghampiri Dokter dan suster yang barusaja keluar dari ruang operasi.

" Thankfully, the operation went smoothly and just waiting for the patient to regain consciousness and we will immediately move the patient to the ICU again
(Syukur, operasi berjalan dengan lancar dan tinggal menunggu pasien sadarkan diri dan ki akan segera memindahkan pasien ke ruang ICU kembali)"

Semua berucap syukur setelah mendengarkan penjelasan dari dokter.

"Fine, thank you, Doc
(Baik, terimakasih, Dok)"

*****

Sunyi dan pilu, mungkin itu yang dirasakan Hanif sekarang, duduk di depan ruang ICU selama satu jam lamanya. Keluarganya sudah kembali ke apartemen untuk beristirahat.

" With the family of Mrs. Adisa Shaza Altaf?
(Dengan keluarga Nyonya Adisa Shaza Altaf?) tanya seorang perawat yang keluar dari ruang ICU

" Yes, I am her husband
(Ya, saya suaminya)"

" The patient on behalf of Adisa has regained consciousness and can be found
(Pasien atas nama Adisa sudah sadarkan diri dan bisa ditemui) ujarnya membuat Hanif menitikan air mata haru dan bergegas masuk ke dalam ruangan.

Tampaklah Adisa yang tengah tersenyum lemas kearah Hanif dengan wajah pucatnya. Kemudian Hanif menghampiri Adisa dan mencium keningnya sembari kembali menitikan air mata syukur.

"Ma'afin aku, Nif..." ucap Adisa prau

Dengan penuh kelembutan Hanif menggenggam tangan Adisa kemudian menciumnya, lalu mengelus puncuk kepala yang kali ini tidak di balut hijab.

"Gak ada yang perlu di ma'afin sayang... yang penting kamu sembuh dan itu udah cukup buat aku"tutur Hanif lembut

"Tapi aku malah bikin repot semuanya dan..hikssss"ujar Adisa mulai terisak, Hanif kembali menggenggam tangan Adisa lembut

"Sudah ya, sekarang kamu istirahat, aku mau kabarin dulu yang lainnya"

Sementara Hanif mengetik pesan di ponselnya, Adisa masih setia memandangi Hanif dengan tatapan penuh kasih sayang.

"Sayang, kok gak tidur?" Tanya Hanif menyadari Adisa masih memandanginya

"Ibarat makan, aku itu udah kenyang tidur mulu, Nif" ujar Adisa membuat Hanif terkekeh pelan

"Aku pengen duduk, Nif"imbuh Adisa lagi

"Boleh, bentar ya aku benerin dulu" kata Hanif sembari merubah ranjang Adisa agar bisa dijadikan sandaran. Kemudan, Hanif menyelipkan rambut Adisa pada telinganya dan kembali memandanginya dengan tersenyum lembut.

"Ke..kenapa.. aku jelek ya kalo gak pake kerudung?"tanya Adisa gugup

"Cantik, tapi habis ini pake ya kerudungnya, inikan tempat umum"

"Bukan aku kok yang lepas kerudungnya" sergah Adisa dengan wajah cemberutnya

"Iya sayang, aku tahu. Kamu kan baru beres operasi jadi wajar aja kalo gak pake kerudung. Tadi aku belum bisa masuk, jadinya belum sempet pakein kamu kerudung"jelas Hanif membuat Adisa mengangguk.

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang