42. KONTRAKAN

287 18 1
                                    

Adisa dan Hanif memang terbiasa menceritakan hal apapun sebelum tidur dengan posisi Hanif bersandar pada penyangga ranjang sembari merangkul tubuh mungil istrinya, dan Adisa yang bersandar pada dada Hanif dan memeluk lengan kekar Hanif. Dan siapa yang tertidur duluan akan dibenarkan posisi tertidurnya dengan posisi yang nyaman.

Adisa memandangi Hanif yang tertidur pulas sembari melingkarkan lengannya pada perut Adisa. Wajah tampan itu kini telah di hiasi sedikit kumis. Saking sibut bekerja dan merawat Adisa, ia sampai lupa memperhatikan dirinya sendiri.

Bahkab untuk hal spele seperti pembalut dan krim malam untuk istrinya saja ia sampai detail. Tapi mengurus mimpi dan dirinya sendiri ia hanya menyisikan sedikit waktu.

Betapa berayukurnya Adisa memiliki suami sebaik dan seperhatian Hanif.

....

Hari ini hari terakhir mereka di rumah Nazman. Sepulangnya dari rumah sakit, Adisa akan di jemput Hanif.

Hanif menyimpan kursi roda di deoan rumah. Kemudian menuntun Adisa untuk berjalan sedikit demi sedikit sampai ke depan rumah sembari dirinya pamit untuk pekerja. Baru tiga hari ini, setelah ada Bu Lula.

"Mah, Hanif titip Adisa ya" pesan Hanif dari kaca mobil ketika melihat mertuanya menghampiri Adisa.

"Padahal kalian tinggal disini aja, biar Mamah ada temennya. Pasti sepi deh kalau kalian udah pergi" ujar Lula pada anak sambungnya

"Kita mau belajar mandiri, Mah. Do'akan semuanya lancar. Insya Allah Disa sama Mas Hanif bakal sering sering kesini deh"...

Waktu menunjukan pukul 16:12 WIB. Hanif sudah datang bersama mobil pick up yang akan membawa lemarinya dan lemari Adisa.

"Yakin gak mau makan dulu, Nak?" Tanya Lula ketika Hanif sibuk mengangkat koper ke dalam mobilnya.

"Lain kali aja, Mah. Soalnya jam lima ini Hanif udah ada janji sama orang furniture"

Setelah semua barang sudah di angkat, Hanif dan Adisa pamitan. Kemudian Bu Lula memberikan kompor gas bertungku empat dan cooking rice.

"Makasi, Ma" ujar Adisa

...
"Ko, pas banget ya. Di furniture langganan mas belum jual kompor gas sama cooking rice, eh tahunya mama kasih"

"Alhamdulillah, Mas" ucap Adisa

Mereka telah sampai di kontrakan yang cukup luas, kontrakan dengan ukuran rumah satu tingkat minimalis. Lingkungannya pun bersih dan menyatu dengan alam dan pemukiman warga.

Ada dua kamar, dan hanya ada satu kamar mandi. Dapurnya mungkin hanya cukup untuk menyimpan empat kursi meja makan dan satu kulkas beserta lemari perabotan.

Setelah memasukan lemari kedalam kamar yang akan mereka pakai, pesanan Hanif datang. Rak susun perabotan lwngkap dengan alat masak sederhana. Ada juga dua kasur berukuran king size dan yang biasa, rak sepatu, mesin cuci, tiga karpet gulung, bantal dan kasur, empat gorden untuk ruang tamu, dua kamar, juga dapurnya, dan juga dua kipas angin untuk di pasang di ruang tamu dan kamar. Jika dahulu ruang tamu, ruang televisi, dan ruang keluarga adalah ruangan yang berbeda, tapi kali ini mau tidak mau, ruangan itu di multi fungsikan.

Sebenarnya Tabungan Adisa lebih dari cukup untuk membeli rumah idaman, sebab mobil, dan rumah yang di jual beserta isinya di Singapura laris dengan harga fantastic. Hanya saja Hanif melarangnya. "Uang kamu uang kamu, uang aku uang kamu" ujar Hanif.

Sementara Disa membereskan bajunya dan baju Hanif di kamar. Hanif menyusun alat masak di dapur. Juga membersihkan kamar mandi dan mempersiapkan kebutuhan di kamar mandi.

Bersamaan dengan waktu maghrib, kerjaan Hanif sudah selesai, namun tidak untuk Adisa. Hanif kemudian pamit untuk ke mesjid dan menitip pesan jika akan ada grabfood yang akan mengantar makanan.

"Sayang Mas udah pesen makanan, kalo kamu laper, makan duluan aja. Gak usah nungguin Mas" ...

Hanif sudah kembali dari mesjid dan melihat Adisa sudah selesai dengan pekerjaannya, Adisa juga nampak terlihat lebih segar, sekaramg giliran Hanif yang harus mandi.

"Belum dateng grabfoodnya?"

"Belum ada, Mas"

"Mas mandi dulu, ini minumnya, Mas lupa gak beli galon, Sayang" ujarnya sembari menyimpan dua botol air mineral berukuran besar di atas nakas.

Hanif telah selesai mandinya, kini ia terlihat lebih segar dengan boxer dan kaos putihnya. Pria itu mencari istrinya ke kamar, tapi tidak ada. Tak lama seseorang membuka pintu dann ternyata Adisa dengan kursi rodanya membawa satu kantong plastik yang berisi makanan dalam pangkuannya.

Hanif segera menggelar karpet di ruang tamu, sedangkan Adisa mengambil sendok dan gelas ke dapur. Dua karpet yang lainnya sudah di pasang di dua kamarnya.

"Mas Hanif hebat ya, bisa ngerjain semuanya dengan cepat. Pasang gorden di empat tempat, beresin lemari dapur, pasang kipas angin, pasangin dua seprai, bersiin kamar mandi, cuci dan pel seluruh ruanga.. Masya Allah suami Disa super hero" pekik Disa sembari membuka makanannya dan menuangkan air ke dalam gelas.

Hanif hanya bisa tersenyum mendengar celotehan istrinya yang begitu mendramatisir.

Setelah selesai sholat Isya dan muroja'ah surat al-mulk bersama. Hanif dan Adisa segera duduk diatas ranjang seperti biasanya dengan dada Hanif yang dijadikan sandaran oleh Adisa.

"Kita hari ini gak jadi ketemu abi, Mas, terus jadinya kapan?" Tanya Disa sambil memeluk manja lengan Hanif.

"Lain kali deh mas atur lagi jadwalnya, kita kan juga perlu istirahat"

"Disa bahagia banget bisa hidup sama-sama sama Mas bara kayak gini" ujar Adisa manja dengan semakin mengeratkan pelukannya pada lengan Hanif.

Hanif mencium rambut Adisa
"Ma'af ya, Mas belum bisa kasih spesial buat Disa"

"Semua yang Mas kasih sama Disa, semua yang Mas lakuin buat Disa, semuanya lebih dari spesial, Insya Allah berkah, Mas.."

"Aamiin Sayang.. ma'afin Mas suamimu ini ya, yang belum bisa beliin kamu televisi yang besar, sofa yang empuk, alat bikin kue dan jus yang lengkap. AC yag sejuk dan...."

Ucapan Hanif terpotong dengan jari telunjuk Adisa yang mendarat lembut di bibirnya.

"Mas Hanif adalah sarana ternyaman untuk Disa"

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang