16.TERJEBAK HUJAN

272 17 0
                                    

"Peran hujan ternyata banyak juga ya.
Kadang jadi cerita, kenangan, kerinduan, dan saksi bisu"

*Adisa POV*
Aku duduk manis diboncengan Hanif, Mobilnya sudah tersimpan rapi di bagasi, sehingga ia lebih memilih memakai motor yang terparkir rapi didekat pagar, jika dihitung ini kali dua aku di bonceng Hanif naik motor ini.

"Kayaknya mau hujan"gumamku ketika  melihat langit yang sudah mendung dan terdengar suara gledek menghalilintar

"Kenapa?"tanya Hanif

"Heee enggak"jawabku malu karena bermonolog

Dan beberapa detik kemudian hujan turun tanpa permisi, tanpa gerimis langsung saja begitu lebatnya, tapi untungnya tanpa petir sedikitpun.

"Kamu gakpapa?"tanya Hanif sedikit berteriak karena suara gemuruh hujan. Ia melepaskan tangannya dari tancapan gas karena harus mengelap kaca helmnya yang terkena embun air hujan.

"Gakpapa, Hanif luka kamu belum kering gimana dong"ujarku takut karena harus terkena air hujan, ada satu luka terparah Hanif, yaitu dibagian pipi kiri bagian atas yang nampak masih membiru dan sedikit lecet, padahal kejadiannya sudah dua minggu yang lalu.

"Kenapa?"tanyanya sedikit berteriak

"Luka kamu"kataku

"Hah?"

"Luka"

"Gimana gimana?"tanyanya sembari memberhetikan motornya dan mendongak kearahku

"Luka kamu belum kering"jawabku gemetar karena jarak wajah Hanif sangat dekat dan juga bibirku gemetar karena kedinginan.

Hanif hanya menunjukan tangannya sebagai isyarat 'tidak papa' sembari tersenyum kecil, dan ini kali pertama aku melihat makhluk kutub ini tersenyum.

"Ini masih jauh gak?"tanyanya setelah lima menit perjalananm Sedikit heran, bukannya dia pernah menjemputku kala itu, ah mungkin dia lupa.

"Lima belas menitan lagi"kataku sedikit berteriak didepan telinganya, ma'afkan aku ketos,abisnya takut budeg kayak tadi.

Lalu Hanif memberhentikan motornya didepan sebuah halte

"Turun dulu, Sa!"katanya lalu mematkirkan motornya.

"Duduk"katanya sembari menunjuk bangku halte dengan kunci motornya

Taklama ia menghampiriku membuka helmnya dan menyimpannya disamping tempat dudukku, kemudian membuka jaket kulitnya dan memberikannya padaku.

"Apa?"tanyaku

"Pake"jawabnya kemudian membenarkan rambut poninya, membuat kesan tampannya kian bertambah, apalagi dia tidak mengenakan kacamata minusnya.

"Terus kamu gimana?"tanyaku

"Kamu gak lihat aku pake kaos panjang, liat baju kamu tangannya transparan kena air ujan"ujarnya sembari memalingkan wajahnya, sontak aku melirik kearah tanganku yang menampakan begitu  jelas kulitku, bergegas aku pakai jaketnya. Tak lama ia duduk disebelahku, ralat, sebelah helmnya.

"Ckk udah dua menit"gumamnya sembari melihat kearah jam tangannya

"Ada apa?"tanyaku

"Uda dua menit nih sepi-sepian disini berdua, ke depan yu ada warung wedang pinggir jalan biar rame"ajaknya aku hanya mengangguk

"Biar gak keujanan kamu jangan dulu naik motor, jalan aja di trotoar, sampe ujung sana trotoarnya punya atap kok, aku dorong motor disamping kamu, nah kalo udah ketemu ujung atap trotoarnya lari lima langkah nanti ada warung wedangnya"jelasnya aku hanya mengangguk

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang