48. KEBAHAGIAAN BARU

395 20 5
                                    

Adisa menutup mulutnya dengan satu tangan ketika merasa mual dan pelutnya terasa bergejolak aneh.

"Kenapa, Sayang?" Hanif melepas pelukannya

Bukannya menjawab Adisa malah beranjak pergi dan memuntahkan isi perutnya ke dalam wastafel. Hanif langsung menghampiri Adisa, memegang rambutnya yang tergerai dan mengurut leher istrinya.

Setelah itu Hanif membawa Adisa duduk di tepian ranjang dan mengecek kondisi tubuhnya.

"Suhu tubuh kamu normal kok, Sayang. Kamu ada makan yang bikin alergi?"tanya Hanif yang dijawab gelengan kepala lesu oleh Adisa. Hanif tersenyum melihat jawaban Adisa. Kemudian mengambil jaketnya dan panit sebentar.

"Bentar ya, Sayang" Hanif pergi ke luar meninggalkan Adisa di kamar.

"Bi Sumi, tolong bikinin Disa wedang ya!" Titah Hanif sembari mengenakan jaketnya

"Abang mau kemana?" Tanya Balqist yang baru saja muncul

"Hanif keluar dulu, Bun. Titip Disa bentar ya" jawabnya tergesa

Tak lama Hanif kembali dengan menenteng plastik kecil dana masuk kembali ke kamar.

"Wedangnya udah di minum, Sayang?" Tanya Hanif sembari menyimpan tangannya di kepala Adisa.

Adisa menjawabnya dengan anggukan dan senyuman.

"Udah agak enakan badannya?"

"Udah agak mendingan kok, Mas. Mas Hanif darimana?"

"Mas minta Ma'af, akhir-akhir ini Mas jarang perhatiin Disa, dan bikin Disa stres.. kamu udah telat tiga minggu, Sayang".

Adisa nampak kaget, karena ia tidak menyadari hal itu. Malah suaminya yang mengingatkannya.

"Cobain ini, siapa tahu rezeki kita" Hanif memberikan beberapa tespack

"Do'ain, Mas" Adisa mengecup pipi Hanif sebelum melegang pergi ke kamar mandi.

Lima menit kemudian Adisa keluar dari kamar mandi dengan wajah ditekuk. Hanif yang mengerti segera meraih tubuh Adisa untuk dirangkul. Batu saja Hanif hendak akan bicara, Adisa menunjukan tespavk yang dibuat menyirip dibalik tangannya.

"Alhamdulillah, Mas"pekik Adisa kegirangan

Hanif segera mengambil tespack dari tangan Adisa kemudian matanya berkaca-kaca melihat apa yang dilihatnya sekarang. Semua tespack menunjukan positif.

Sontak Hanif langsung memeluk Adisa erat dan mengecup perut rata isttinay dengan haru.

"Alhamdulillah, terimakasih, Sayang.. besok kita pergi ke Kak Hambali ya"

"Disa sayang sama Mas Hanif" ujar Disa memeluk suaminya erat

"Mas apalagi"jawab Hanif.

Tak lama terdengar suara pintu di ketuk, mereka dua membuka pintunya dan melihat Iklima disana.

"Wihh Bang Hanif udah di ma'afin sama Kak Disa ya. Cerah banget wajahnya"

Hanif hanya menjawabnya dengan semakin mengeratkan rangkulannya pada bahu Adisa. Iklima hanya menggelengkan kepalanya dan dibalas dengan senyuman manis Adisa.

"Kata Bunda kita makan malam dulu"

Mereka kemudian menyusul Iklima ke meja makan.

"Bang, selama disini Disa makannya dikit terus lho" ujar Balqist ketika mereka sudah duduk

"Bener gitu, Sayang?" Tanya Hanif yang dijawab anggukan oleh Adisa

"Gak boleh gitu, kalian berdua harus makan yang cukup, kalian butuh asupan yang baik"

"Kalian?" Tanya Ajri heran

Balqist tersenyum kegirangan dan mengguncang bahu suaminya.

"Adisa isi?" Tanya Balqist

"Alhamdulillah" syukur semuanya

"Abang harus lebih tegas lagi, lebih perhatian lagi sama istri kamu. Inget kontrol emosi kamu, heran Abi lihat sikaf kamu akhir-akhir ini" gumam Ajri

"Disa kalo mau apa-apa jangan sungkan bilang ya, Sayang" tambah Balqist

"Alhamdulillah nambah lagi keponakan aku, Masya Allah .. selamat ya, Bang Hanif, Kak Disa.. aku seneng banget"Iklima kegirangan sembari memeluk Adisa gemas dari samping

"Selesai makan, ikut ke ruangan Abi!" Titah Ajri pada Hanif

Semua telah selesai makan, kecuali Adisa. Makanannya belum habis meskipun belum sedikit, lagi-lagi Adisa menolak tawaran Hanif untuk menambah makanannya, dan kali ini, makanan dengan porsi minimpun tidak ia habiskan.

Selesai dengan makan malamnya, Hanif dan Ajri langsung pergi ke ruang kerja. Sedangkan Adisa langsung ikut Balqist dan Iklima menonton televisi bersama. Malam ini mereka tidak akan pulang ke kontrakan karena Balqiat meminta mereka untuk memginap.

Setengah jam kemudian Hanif dan Ajri ikut bergabung menonton televisi, dengan Hanif yang tidur di pangkuan paha Adisa. Awalnya Adisa sedikit malu karena ada mertua dan adik iparnya, tapi bagaimana lagi, dia tidak bisa menolak kebiasaan suaminya yang selalu ingin dimanjakan.

"Tidur yuk, Yang" ajak Hanif dengan wajah memelasnya

"Yakin?" Tanya Adisa melihat kearah jam tangannya yang maaih menunjukan jam setengah sembilan

"Iya, Mas mau nengok Dedek"bisik Hanif sontak membuat wajah Adisa memerah.

Hanif hanya cengengesan melihat wajah istrinya, kemudian mereka pamit untuk pergi ke kamar.

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang