36. THE LAST DAY'S IN SINGAPURA(a)

308 15 3
                                    

Banyak jawaban 'Kalimantan' sebagai tempat kenangan dari berbagai macam tebakan. Tapi tidak untuk Adisa, Singapura adalah jawaban yang tepat untuk Adisa, lebih tepatnya di salah satu rumah sakit swasta yang menjadi saksi bersatunya dua insan atas izin Allah pada hari itu.

Hari ini, merupakan hari terakhirnya di rumah sakit yang menjadi tempat kenangannya, sore ini Adisa sudah bisa pulang ke rumahnya. Ayah, mertua, dan adik iparnya sudah menjemput Adisa me rumah sakit. Sedangkan Hanif masih mengurus administrasi terakhir setelah urusan panjang dihari-hari sebelumnya. Jangan tanyakan berapa bajet yang dikeluarkan Hanif saat ini. Yang pasti, tabungannya hanya tersisa sembilan angka saja. Hanif menolak permintaan Adisa untuk mengurus semuanya dengan uangnya, juga menolak tawaran bantuan dari mertua dan kedua orangtuanya.

.....

Sesampainya di rumah, Adisa langsung digendong dari kursi rodanya menuju ranjangnya. Setelah itu, Hanif pamit sebentar untuk mengantar kedua orang tua dan adiknya pulang dengan menggunakan mobil pribadi milik Adisa.

Adisa membuka salah satu aplikasi sosial medianya. Melihat tag dan mantion postingan Hanif, lima fotho akad, dua foto keluarga Hanif, dan tiga foto Adisa dengan riasan make up naturalnya. Banyak komen membanjiri, mayoritas dari teman kedokteran Hanif.

Adisa merepost postingan Hanif, hal yang sama juga terjadi pada laman istagram milik Adisa, banjir komentar yang mendo'akan pernikahan dengan Hanif dan kesembuhan dirinya sendiri.

"Sayang wudhu yu, bentar lagi maghrib" ajak Hanif yang barusaja masuk ke dalam kmar.

"Mas, Disa'kan kalo berdiri sedikit ke kamar mandi kalo cuma buat wudhu sama buang air kecil doangmah bisa" cercah Adisa

"Lagian tinggal jalan pake kursi roda dari kamar ke toilet doangmah gak cape sayang" imbuh Adisa untuk pertma kalinya memamnggil Hanif dengan panggilan 'sayang'.

"Tetep aja, Mas harus pastiin kamu baik-baik saja, Sayang" bantah Hanif membuat Disa hanya bisa diam. Hanif memang terbilang sedikit berlebihan, untuk pindah dari kursi roda ke ranjang saja harus Hanif gendong.

Setelah menyiapkan alat sholat untuk Adisa, Hanif yang memang hanya membawa sedikit baju segera menghampiri mertuanya untuk meminjam sarung bersih, sekalian berangkat bersama ke mesjid.

Toktoktok
"Disa"...

"Mas berangkat ya sayang" ujar Hanif sembari melewati pintu kamar Adisa sambil mendorong kursi roda orang tuanya.

Disepanjang perjalanan menuju ke mesjid Hanif tak henti-hentinya mengajak mertuanya berbincang, mulai dari bisnis percetakan sang mertua di Indonesia, bahkan sampai calon istri sang mertua.

Sementara di rumah, Adisa mencoba sedikit berdiri untuk memasak nasi. Ternyata penuh pwrjuangan untyk sekedar memaska nasi saja, kakinya benar- benar lemas. Tidak sekuat ayahnya, ayahnya meskipun nersiri lama tapi tetap kuat, ayahnya mampu berdiri tapi hanya tidak mampu berjalan saja. Sedangkan Adisa, walaupun aktivitasnya di kursi roda hanya akan terjadi beberapa minggu saja, tapi kakinya benar-benar terasa ngilu saat di bawa berdiri. Selesai memasak nasi di cooking rice, Adisa berniat memasak bahan yang ada di kulkas, namun pada saat ia sedikit berdiri hendak mencuci sayurannya kakinya terpeleset dan tidak bisa menahannya karena rasa nilu dan lemas, juga disertai sesikit perih di bagian paha.

"Assalamu'alaikum"
Brghh

Hanif yang mendengar ada kekacauan di dapur segera meninggalkan mertuanya di ruang tamu dan berlari ke dapur. Dihadapannya sekarang, istrinya tengah duduk di lantai dengan bahan dan lat masak yang berserakan. Hanif segera memeluk Adisa dan menghapus air mata di pipi sang istri.

Melihat istrinya lemah dan menitikan air mata, membuat hatinya terasa teriris. Sedangkan Adisa merasa pilu karena samasekali tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang istri.

Dengan segera Hanif menggendong Adisa ke kamarnya dan membiarkan kursi roda dan alat dapur berserarakan. Hanif juga tidak sadar bahwa dirinya masih mengenakan sarung dan peci yang masih melekat ditubuhnya.

Hanif menurunkan Adisa lembut dari pangkuannya, menyandarkan tubuh Adisa pada penyabgga ranjang dan membawa tangan Adisa kedalam ciuam hangatnya.

"Jangan lakukan itu lagi ya, Sayang, Mas gak mau sesuatu yang berbahaya terjadi sama kamu, Dis".

Adisa mengangguk dan semakin membawa tubuh Hanif pada pelukannya.

"Istirahat ya, Sayang, mas tinggal dulu" pamit Hanif mencium kening Adisa.

Hanif bergegas ke dapur, niatnya membereskan dapur tehentikan karena dapur sudah rapi, mungkin mertuanya yang merapikan.

"Nak, Hanif" pangil seseorang dari belakang

"Iya, Yah" ujar Hanif menekuk lututnya agar sejajar dengan sang mertua.

"Terima kasih atas kebesaran hati Nak Hanif yang sudah mau menerima disa apa adanya. Atas nama Disa, Ayah minta ma'af karena Nak Hanif banyak di repotkan baik fisik maupun materi. Bapak tidak bisa berbuat banyak, selain meminta ma'af pada Nak Hanif dan keluarga yang telah mau menerima Disa dengan segala kekurangannya.. Maha baik Allah SWT.. telah mempertemukan Adisa dengan kalian" ujar ayah Disa panjang lebar dengan penuh rasa Haru.

"Ayah, Hanif sama sekali tidak pernah merasa terbebani dengan Adisa, Adisa adalah tanggung jawab Hanig dunia akhirat. Justru Hanif yang berterimakasih karena Ayah sudah berkenan mengizinkan Hanif untuk menjadi imam untuk Adisa, menjaga Adisa, dan membahagiakan Adisa. Insya Allah dengan izin Allah, Adisa akan mendapatkan pahala atas kesabarannya dalam menghadapi berbagai hal ujian. Asalkan kita tak hentinya ikhlas dan berserah.. ini hanya sementara, Adisa akan sembuh dan Insya Allah Hanif akan menemani Adisa" jelas Hanif membuat Nazman___ mertuanya merasa bersyukur dan bangga mempunyai menantu sebaik Hanif.

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang