7.TATAPAN KEBENCIAN

305 23 0
                                    

  "Tanyakan! Jangan menyimpulkannya sendirian.
Semua orang benci aalah faham"

  *Adisa POV*

Tiga bulan setelah kejadian itu berlalu aku sudah menjauhi Kak Evan, disatu sisi aku rasa ini yang terbaik untukku, tapi disatu sisi lain aku juga tidak tega melihat Kak Evan merasa sendiri, tapi untunglah Tika mau mendengarkanku untuk tidak ikut menghindar dari Kak Evan, walupun setelah aku menghindar membuat aku, Tika, dan Kak Evan jarang bertemu. Kak Evan nampak mengerti dengan keputusan yang aku ambil walaupun dia pasti bingung apa alasanku menghindar darinya.

"Awalnya Kak Evan gak percaya, Dis. Dia bilang kalau alasannya untuk menjaga dari fitnah pasti dari dulu kamu tolak pertemananmu dengan Kak Evan bukan mendadak dari sekarang. Lalu lambat laun Kak Evan malah bilang gini. 'Sekarang aku  sadar, Tik, mungkin kemarin Disa  simpati dengan kisahku, ini salah aku sampe lupa kalo Adisa adalah perempuan baik-baik yang sangat membatasi pergaulannya dengan lawan jenis. Tapi aku benar-benar hanya  memikirkan diriku saja pada saat itu, Tik. Karena kenyamanan sampai membuat aku lupa siapa aku dan siapa Disa, tapi aku bersyukur pernah mengenal Disa dan Ayahnya dengan baik' aku juga sempat kaya gak tega gitu pas dengernya, Dis. Tapi ya gimana lagi. Aku jadi kesel sama kamu dikit keinget waktu kamu boong sama aku dateng-dateng bilang kelilipan taunya abis di marahin Kak Mesya and the club. Untunglah kamu kecelposan jadi aku bisa tahu alasan kamu jauhin Kak Evan"

"Yaiyalah orang cuma kamu juga yang tahu kenapa aku deket sama Kak Evan kemaren-kemaren"kekehku pelan.

Setelah mendengar cerita Kak Evan dari  Tika, ada sediki perasaan lega sekaligus rasa bersalah. Semoga semua ini bisa segera aku lalui.

Tak terasa bulan ini adalah akhir pelajaran di smester pertama. Dan seperti biasa akan diadakan rapat OSIS bersama pihak kesiswaan untuk mengatur sedemikian rupa persiapan jelang UTS. Tapi kali ini bukan hanya OSIS saja, perwakilan dari tiap-tiap ekstra kulilukuler juga ikut dilibatkan karena ada sesuatu hal yang akan di sampaikan.

"Baik mungkin itu saja sambutan dari saya untuk membuka rapat kita kali ini, sekaligus apa yang saya sampaikan tadi prihal  hasil rapat bersama dewan guru semoga dapat difahami, selebihnya saya serahkan kembali kepada pembina OSIS untuk melanjutkan rapat hari ini"

"Baik terimakasih atas waktunya, Pak Richard,  kalau saya sih setuju saja jika memang sistemnya siswa akan di tempatkan bercampur dengan kakak kelas ataupun adik kelas. Hanif, bagaimana pendapatmu?"tanya Pak Fahru pada Hanif

"Saya setuju, Pak, nanti tinggal kita atur saja susunan mejanya seperti apa, tapi saran saya dalam satu ruangan itu kita buat tiga blok dimana dalam setiap blok itu terdapat satu meja yang akan  ditempati oleh dua siswa yang tentubya sudah di campur, dan dapat dipastikan penempatannya tersusun rapih. Seperti di kursi kanan dari meja terdepan sampai meja terbelakang dikhusus untuk kelas sepuluh, sedangkan kursi kuru khusus untuk kelas sebelas atau kelas dua belas. Maksudnya untuk mempermudah mengestapet lembar so'al sehingga pengawa tidak kerepotan apalagi tanda tangan kehadiran Insya Allah tidak akan keliru kelasnya jika penempatannya seperti itu"jelas Hanif dengan nada lantang yang dapat di dengar oleh semua anggota OSIS.

"Boleh, saya setuju, apa ada saran lagi?"tanya Pak Fahru

"Bagaimana teman-teman, ada yang punya pasukan?"tanya Hanif

"Ada, Kak" kata salahsatu anak OSIS  kelas sepuluh yang terkenal dengan otaknya yang encer, kalau tidak salah namanya Dinda, aku yakin dia akan menjadi penerus Hanif menjadi ketua OSIS nanti,  dari setiap anggota OSIS  dia lebih berpotensi dibandingkan kelas sebelas yang sudah berpengalaman lebih lama.

"Saya pengen perpustakaan jangan ditutup hehe... "lanjutnya

"Ide yang bagus Dinda, bagaimana apa Bapak setuju?"tanya Hanif antusias

Pak Fahrurozi hanya mengangguk dan melayangkan jempolnya sebagi pertanda setuju

"Bagaimana ala ada lagi masukan,atau mungkin dari perwakilan ekstra kulikuler yang hadir?"lanjut Hanif kembali bertanya

"Ada"kataku sembari mengangkat tangan sebentar

"Ya"kataknya dengan raut yang seperti jangah, apa ini caranya menatap setelah tiga bulan aku bersikeras untuk menghindar darinya, oke baiklah tidak mengapa.

"Bagaimana kalo kelas sebuluh nanti di mayoritaskan duduk dengan kelas sebelas jangan dengan kelas duabelas?" Ujarku

"Dan kalau bisa dilakukan razia kecil, takutnya ada yang menyelipkan contekan "
Hanif tampak mengerutkan alisnya, seperti orang yang masih belum mengerti makssudku.

"Tujuannya sederhana, kalo kelas duabelas nanti pasti akan lebih berani mengancam adik kelasnya jika dirinya ketahuan berbuat curang, dan saya rasa kelas sepuluh tidak akan berani berontak jika dibandingkan dengan kelas sebelas"

Ku lihat Pak Richard dan Pak Fahrurozi mengangguk-nganggukan kepala pertanda setuju. Sedangkan Hanif terlihat tengah tersenyum paksa dengan tatapan sinis yang mengarah kearahku, sebenarnya ada apa dengan Hanif, ah tak apa, mungkin ini balasan untukku yang sering berlari jika melihat Hanif dimanapun dan kapanpun.

"Apa ada lagi masukan teman-teman lainnya"tanya seolah tak menanggapi saranku dan lagi-lagi menatap jangah kearahku

"Saya juga belum selesai memberikan saran" ujarku dengan nada yang sudah naik satu oktap, eh tidak, sepertinya dua oktap.

"Hmmm"ujarnya dengan pandangan memelas dan aku hanya bisa menatap amarah pada Hanif. Ni orang ngegas mulu

"Apa saranmu, Dis?"tanya Sista sekertaris OSIS yang sepertinya mengerti akan kejanggalan karena aku dan Hanif hanya bungkam dan malah bertukar tatap amarah.

"Bagaimana kalau dibuat aturan khusus untuk  UTS nanti, agar semua siswa lebih segan terkait ketertiban selama UTS berlangsung"lanjutku membuat Sista kembali mencatat apa yang harus dia catat.

"Pendapat bagus Adisa" ujar Pak Richard bersuara dan membuat Hanif... tunggu kali ini dia tidak memutar bola mata jangah, tapi menunduk lesu seperti? Seperti apa aku tidak tahu. Yang pasti aku benci Hanif hari ini.
Tapi baguslah usahaku untuk menghindarinya nampaknya sudah berjalan sangat mulus, ya walupun hanya  menghindar  sekedar papasan atau berada ditempat yang sama. Tapi apapun tentang Hanif aku tidak mau tahu, aku takut rasa ini akan semakin membuncah dan melupakan jika ada mutiara didekatanya, Haliza.

ADISA( ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang