"Setelah lama menunggu akhirnya engkau datang juga, kami sudah lama menanti kedatanganmu, Edi."
***
"Saya sudah menunggu-mu wahai cahaya harapan kami."
Edi terbangun berada di pangkuan seorang wanita muda, parasnya begitu mirip dengan Liyonna hingga dia hampir menyebut nama gadis itu. Keduanya berada di bawah pohon rindang, masih di tempat yang sama.
Akan tetapi, taman bunga yang ada telah lenyap, hanya dataran luas. Tidak banyak tanaman tumbuh di sana, terdapat beberapa tanaman tumbuh. Namun, ada juga layu, tumbuh kurang nutrisi di atas tanah tandus nan gersang ini.
Edi bangkit dari posisi tertidur di atas bantal paha, meskipun dia nyaman berada di pangkuan wanita itu. Namun, bocah itu tahu posisinya, dia tidak bisa membuang banyak waktu.
"Siapa kamu?" tanyanya.
Wanita itu tersenyum lembut, "Maaf sudah lancang, saya belum memperkenalkan diri...."
Wanita itu berdiri, lalu memberi hormat kepada Edi.
"Nama saya Riyonna T. Leafest, salah satu dari empat pilar penjaga. Senang bisa memenuhi tugas terakhir kami."
Ada nada penyesalan dibalik senyuman manis Riyonna, tetapi juga ada rasa syukur yang turut menemani. Dia berjalan menjauhi pohon, menatap tanah gersang nan tandus.
"Sebenarnya kamu tidak berada di garis waktu yang sama." ucapnya membuat Edi tercengang.
"Saya yang anda lihat ini hanyalah cerminan jiwa saya sebelum pergi ke tempat itu."
Riyonna menerangkan jika semua Guardian telah tiada di sekarang ini, apa yang Edi lihat hanyalah sisa energi mereka. Sang pilar Spirit mengirim energi terakhir untuk menjadi penguji ujian sekaligus menyampaikan pesan mereka, sebagai gantinya Spirit harus kehilangan jati diri.
Bocah itu sudah bertemu dengan-nya, Suspector ialah Spirit yang juga menjadi sage. Sebelumnya pria itu adalah kepala sekolah dari Jīngshén (精神) Akademi, sekolah untuk para calon penyihir, peramal dan pertapa.
Dia mengatakan jika ke empat guardian menunggu kedatangan Edi, tapi setelah itu mereka akan segera lenyap termasuk Riyonna. Jiwanya hilang, dengan kata lain mereka benar-benar mati.
"Kami melakukan ini bukan tanpa alasan, Edi. Semua demi masa depan yang lebih baik, semakin besar resikonya maka semakin besar juga pengorbanan yang diperlukan. Kamu tahu itu kan?"
Seolah tahu pemikiran bocah itu, Riyonna mencoba menenangkan Edi. Dia menunduk lesu setelah mendengar cerita Riyonna, Edi merasa bersalah seakan itu perbuatannya.
Bocah itu hampir terpuruk karenanya, jika bisa dia tidak ingin melanjutkan ujian ini. Kenapa takdirnya begitu kejam! Edi tidak ingin berusaha bila ada yang harus berkorban untuknya.
Dia menautkan rahangnya, lalu tangannya mengepal erat berusaha menahan gejolak emosi dalam diri. Kepalanya mendongak perlahan, menatap Riyonna dengan sungguh-sungguh, kobaran semangat menyala di pupil matanya.
"Saya siap melakukan ujiannya." ucapnya penuh semangat.
"A-pa kamu yakin? Kita bisa---" Riyonna ingin bertanya, tapi di cekat segera.
"Aku yakin!" balas Edi cepat, dia tidak ingin membuang waktu lebih lama.
Wanita itu sedikit terkejut dengan bentakan Edi, dia tahu jika bocah itu sedang tidak baik-baik saja. Jiwanya mulai rapuh, mental anak Sembilan tahun bisa roboh kapan saja.
Meskipun begitu Riyonna cukup bersyukur, Edi memiliki jiwa yang bersih serta tekad yang tulus. Memang benar jika perasaannya mudah terombang-ambing, tetapi apa yang dia yakini tidak mudah untuk goyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi O'clock -Adventure In Pararel World- (Re-upload)
FantasySAMPUL SEMENTARA (by pinterest) Tulisan dalam tahap perbaikan, secepatnya akan dilakukan update dari chapter awal. Garis besar cerita tetap sana, hanya gaya penulisan dan frasa dalam teks. Mulai Re-Upload-; bisa baca ulang dari awalnya ya Kehilangan...