IX.ii Reuni Guru dan Murid

99 17 112
                                    

Suara gemuruh mengalihkan perhatian ketiga orang yang tengah berlari, mereka segera menoleh sumber suara. Edi, Liyonna dan Ragus terkejut melihat gumpalan asap tebal mengepul di kejauhan. Nampaknya ledakan itu cukup besar hingga bisa terlihat dari jarak mereka. Ragus berdecak kesal melihatnya, mungkinkah Zhong dikalahkan Suspector?

Ragus berpikir sejenak hingga akhirnya dia bersuara, "Nona Liyonna, tolong bawa Edi ke tempat itu. Saya akan berusaha menahannya di sini."

"Tapi,---" Liyonna ingin membantah, tetapi ucapannya terpotong Ragus yang kembali berucap. "Tenang saja Nona, anda tidak perlu mengkhawatirkan saya."

"Lebih baik anda fokuskan untuk melarikan diri, keselamatan Nona dan Edi yang lebih penting." lanjutnya berusaha meyakinkan meski dia sendiri tahu Suspector tidak akan bisa Ragus lukai, takdir yang mengikatnya memang kejam.

"Baiklah." balas Liyonna, lalu menarik lengan Edi untuk lanjut berlari. "Jangan sampai mati." imbuhnya sambil berlari.

....

Setelah kedua muda-mudi itu menghilang dari pandangan Ragus, matanya terpejam sejenak merasakan kehadiran melalui energinya, lalu berbalik. Tongkatnya ia hunuskan ke arah Hutan, dia membaca matra. 

"Icicle Shoot"

Energi biru mengalir ke ujung tongkat Ragus, seketika gumpalan es runcing terbentuk lalu melesat. Sayangnya semua balok Es itu lenyap terkena sebuah titik.

"Tidak sopan! Beginikah caramu menyambutku, Ragus."

Suspector muncul dari balik pepohonan, jubahnya terlihat kotor meski tidak mengalami kerusakan.

"Jebakanmu juga cukup merepotkan." lanjutnya.

Ragus sudah menduga bila Suspector akan menyusul mereka, meski dia tidak mengira akan secepat ini. Seharusnya tadi dia membantu Zhong, Pria itu bukan tandingan orang di depannya.

Suspector kembali melangkah, "Lupakan itu, lagi pula..." dia berhenti tidak jauh dari Ragus, keduanya saling menatap sejenak sebelum Ragus menunduk.

"Takdir kita berbeda," ucapnya lirih.

"Aku adalah penyelamat."

"Aku adalah pembawa kehancuran."

"Hingga akhir dunia keduanya tidak akan bersatu, tak peduli akhir dunia seperti apa. Walau harus ada pertumpahan darah diantara mereka, tujuannya hanya satu."

Keduanya berucap bergantian, membaca syair lama ketika ramalan pertama kali dibacakan. Ragus mendongakkan kepalanya, menatap lurus ke depan.

"Menuntun arus sepasang takdir."

Ragus menautkan bibirnya, timbul suara gemertak gigi menunjukkan kekesalan akan takdir yang menuntun hidupnya. Jika bukan karena ramalan itu dia pasti masih mengabdi dengan pria yang ada di hadapannya, dan juga dunia ini tidak akan mengalami kekacauan. Meski waktu bisa diputar kembali, ramalan itu tetap akan datang cepat atau lambat.

"Kamu masih mengingat syair lama itu ya."

Suspector membuka tudung jubahnya, bagi Ragus wajah itu tidak asing. Dia mengenalinya sebagai sosok yang dihormati, rasa rindu juga menumpuk untuk bertemu dengan orang itu. Sayang, posisi mereka tidak cocok untuk saling berbagi emosi.

"Tentu saja, Guru."

Seorang Pria tua dengan rambut beruban sepanjang bahu, terdapat tato bintang di pipi kirinya. Ragus tersontak melihat tanda aneh di wajah Suspector, noda hitam tanda kutukan telah menyebar hingga pipi kanannya.

....

Ragus masih tercengang dengan perkataan Suspector, ia tidak percaya bila takdir dunia sudah ditentukan. Meski begitu dia tidak ingin menyerah, usahanya akan sia-sia sampai di sini.

Dimensi O'clock -Adventure In Pararel World- (Re-upload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang