VIII.i Berlabuh

17 6 14
                                    

Hembusan angin menerpa tubuh seorang Pria, mengibarkan rambut pendek serta pakaian serba putih miliknya. Profesor memegang kendali kemudi sebuah perahu kecil, tanpa tujuan yang pasti, kecuali arah yang dituju menuju ke sebuah titik koordinat pada arlojinya tepat di posisi matahari tenggelam.

"Prof..., Aku lapar." Suara seorang anak dari bawah kabin, dia mendongak ke atas menatap Profesor.

Pria itu hanya menoleh dan membalas dengan senyuman kecil, "Bersabarlah sebentar lagi, Edi."

Hmph.... Edi menggembungkan pipinya dan menyipitkan matanya seraya memegang perut berjalan ke arah Prof.

"Aku sudah tidak tahan Prof, perutku lapar." Rengeknya.

"Bukankah beberapa saat yang lalu kamu baru saja makan, sekarang kamu sudah lapar lagi Edi?"

Profesor merogoh saku celananya, dia mengambil buah simpanan miliknya. Profesor hampir tidak pernah memakan buah setiap kali makan, lebih tepatnya ia simpan bila Edi merasa lapar seperti yang terjadi sekarang. Memang tidak membantu banyak, tapi setidaknya bisa mengganjal perut untuk sementara.

"Persediaan kita tinggal sedikit, cobalah untuk berhemat." ucapnya sambil melemparkan sepotong buah ke arah Edi.

"Makanlah itu, Edi." lanjutnya

Edi menangkapnya kemudian segera pergi sembari memakan buah itu, begitu lahap ia memakannya. Profesor hanya bisa tersenyum masam melihat tingkah bocah itu, mengingat persediaan makanan yang tersedia hanya cukup untuk hari ini.

Bagaimana mungkin tidak? Persediaan yang ada hanya untuk satu orang selama sebulan, sementara kini ada dua orang di atas perahu ini.

Profesor hanya bisa berharap agar segera menemukan daratan, jika tidak mereka bisa jadi mati karena kelaparan. Dan misi Edi gagal dengan sendirinya, bukankah itu tidak lucu? Gate hancur hanya karena masalah sepele, seperti tidak makan.

Gumpalan awan tebal bergerak beriringan, merasa cahaya matahari berkurang Edi segera menoleh memandang langit. Tanpa sengaja dia melihat sekawanan burung terbang diantara celah awan.

'Apakah itu burung?' Pandangan mata Edi tidak hentinya mengamati kawanan di atas sana. Sejenak dia terpikir bila ada burung terbang pastinya ada tempat yang dituju, entah itu daratan atau makanan.

"Eh!" Sontak Edi berlari kebagian depan perahu, berharap dapat menemukan apa yang ia pikirkan, sekaligus menghilangkan rasa bosan.

Dua minggu lamanya berada di atas perahu, rasanya selalu terombang-ambing oleh gelombang air laut, kedua kakinya merindu akan daratan yang kokoh dan tenang, bukan lantai rapuh yang tidak stabil..

Benar saja, pandangannya menangkap bayangan mengapung tidak jauh dari lokasinya.

"Prof...." teriak Edi sambil menunjuk ke arah kawanan burung itu, lebih tepatnya arah yang dituju kawanan itu.

"Lihat itu."

Profesor segera melirik ke arah yang ditunjuk oleh Edi, ia menyipitkan mata mencoba agar bisa melihat lebih jelas "Itu?!"

Bayangan hitam mengapung di kejauhan, sekilas terlihat bukit dan bangunan, warna hijau dan bayangan pulau itu membuat bias walau hanya sedikit.

"Sebuah daratan!" kagumnya.

"Apakah kita akan ke sana, Prof?" tanya Edi dari kejauhan, Profesor membalas dengan anggukan.

Kemudi kapal segera diarahkan menuju pulau itu, meski lokasinya sedikit berbelok dengan tujuan awal, lebih tepatnya mengarah ke selatan.

Dimensi O'clock -Adventure In Pararel World- (Re-upload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang