Bersandar diatas sofa dengan kepala menengadah dan handuk menutupi kepala, itulah yang dilakukan dua pria tampan itu saat ini. Setelah dua jam berlatih mereka menemui batasnya juga. Agent lain yang beberapa kali masuk dan menemukan keduanya berdecak kagum. Terutama bawahan Charlie yang wanita, mereka harus menelan salivanya berat saat melihat bulir keringat menetes dari wajah bak dewa itu.
'Darimana mereka turun?'
'Astaga.!! Tampan sekali.'
'Sejak kapan tuan Baxter menjadi sekeren ini?'
'Biarkan aku memeluknya sekali saja.'
'Oh Tuhan. Jadikan dia milikku.'
Kira-kira begitulah jeritan hati para gadis yang melihatnya.
Charlie mengusap wajah nya dengan handuk kecil yang tersemat dilehernya. Ia tak pernah merasa seletih ini saat berlatih melawan orang lain. Mungkin ini karena Niel yang menjadi lawannya.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau bernafsu ingin menghabisiku? Apa aku melakukan kesalahan padamu?" Charlie masih belum tahu inti permasalahannya.
Niel tersenyum pahit, ia ingin menyalahkan tapi merasa dirinya memanglah akar dari semuanya.
"Aku hanya kesal saja. Fina terlihat menjauhiku. Ini membuatku merasa frustasi." Ungkap Niel. Ia tersenyum kecut kini.
Mencium beberapa petunjuk membuat Charlie duduk tegap. "Benarkah? Apa dia mengatakan sesuatu padamu?" Ia mulai khawatir jika ternyata benar dirinya yang membuat keadaan begini.
"Jangan cemas. Aku tidak mentalahkan. Semua ini salahku." Niel seolah menjawab pertanyaan dalam benak Charlie.
"Ma.. Maafkan aku.. Aku tidak bermaksud untuk mengatakannya..."
"Aku tahu. Siapapun tidak akan tahan melihatnya menangis didepanmu." Niel memotong karena ia tahu.. Tahu jika Fina pasti sudah menangis didepan Charlie tadi melihat matanya yang sedikit sembab.
Charlie tak bisa berkata apapun. Lidahnya keluh. Antara lega dan bersalah, ia melihat Niel yang mulai melangkah pergi dengan melambaikan tangannya.
"Aku harap semua akan baik-baik saja." Doa Charlie dalam hati.
...
Hari pertama..
"Hai Fin. Apa kau mau bertugas bersamaku?" Niel mengejar Fina dengan setengah berlari, gadis itu terlihat semakin cepat berjalan. Tubuh kecilnya membuatnya terlihat lincah saat menghindari kejarannya.
"Maaf Niel. Aku sudah ditugaskan di misi lain." Jawab Fina dingin. Ia bahkan tak berhenti untuk sekedar menatap kekasihnya itu.
"Tapi..." Niel ingin menggapai Fina tapi sesungguhnya yang diraih nya hanyalah udara kosong.
'Masih ada hari esok. Pasti ia sudah mau berbicara lagi denganku.' Batin Niel positif. Tapi siapa yang tahu..
Hari kedua..
"Fin.. Hari ini Max bilang kita bisa berada dalam misi yang sama. Apa kau mau?" Niel menatap Fina penuh antusias dibalik meja kerjanya. Memakai kacamata membuat Niel sedikit terpana karena sedikit aura kedewasaan terpancar darinya.
Fina melepaskan kacamata yang bertengger diwajah manisnya. Jemari lentik yang sibuk menari diatas keyboard sebelumnya kini berehat sejenak. Ia menghela nafas panjang seperti hendak mengatakan sesuatu yang berat.
"Maaf Niel. Tapi pekerjaanku yang sebelumnya belum selesai. Aku masih harus memberikan laporan pada Max." Fina memberitahunya.
"Ah..Ba.. baiklah. Maafkan aku. Tapi jangan paksakan dirimu terlalu keras. Kau mengerti?" Niel mengecup kening mulus Fina pelan lalu meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Agent and Genius Girl ✔
Science Fiction"Maafkan aku." Cicit Fina dengan suara yang hampir menghilang. "Plakk.. seharusnya aku tidak mempercayakannya pada gadis kecil sepertimu." Setidaknya Kelly tidak menyebutnya jalang. Ini lebih baik. Wajahnya kini terasa panas. Lebih tepatnya tubuhn...