BAB 8: Cerita Tentang Perawat

679 115 117
                                    

Seperti biasa, selagi matahari hampir tenggelam, aku berusaha keras menahan hasrat menanyai temanku. Aku pasti adalah anak yang usil luar biasa. Itu sia-sia, dia menggeleng dan tersenyum bahkan membuatnya selazim mungkin. Aku tahu, bahwa rahasia adalah semacam janji yang tidak pernah orang bagikan pada siapa pun. Apa ini terlihat seperti sebuah perjanjian?

Sore itu, orang-orang berjalan lebih cepat dari biasanya. Seseorang di sampingku barusan bahkan telah jauh tiba di persimpangan. Dan orang-orang tidak akan peduli jika kami membuat lelucon tentang pasar yang tidak menarik ini.

Sekelompok anak yang sering kali orang pandang sembrono mengemudikan sepeda tua mereka seenaknya dan membuat suasananya tidak karuan. Akan lebih baik jika mereka hanya menabrak pot di pinggir jalan yang sesak, dan tidak menganggu gadis-gadis bergaun dengan payung renda di sepanjang rusuk jalan.

Dan temanku, Sinclare menghabiskan banyak waktu untuk mengomentari jalan yang baru dibersihkan dari salju—jalannya sedikit berlumpur dan tidak menarik— Sinclaire terlalu berisik dan suaranya mengingatkanku dengan kakek tua bertongkat yang gemar berkomentar. Jadi, aku memintanya untuk diam. Bukankah Sinclaire sering berkeliling? Dia pasti sudah menemui banyak orang Potsdam, dia pastinya dapat membuat pembicaraan sederhana.

"Seorang perawat dari Starnberg tinggal di dekat sini," katanya seperti pencerita yang akan memulai dongengnya. "Ada jendela besar di kamar apartemennya dan dia gemar menonton pemain musik jalanan dari atas jendelanya. Dia berambut gelap dan masih muda."

Aku sedikit berdecak. "Kau tahu semuanya, kau pasti menggunakan cara yang sama seperti mengetahui Herrz Muller," kataku dengan senyum keberatan, "Aku tidak tahu bagaimana caramu mengetahuinya, mungkin baru-baru ini kau menemukan buku biografi? Kalau kau mau aku punya buku panduan menanam bunga."

Terlepas dari seberapa baik ia membawakan ceritanya, aku tidak tahu apakah temanku benar. Begitu juga dengan ceritanya tentang Herrz Muller, dia menceritakannya sesantai mungkin. Dia menceritakannya begitu saja seperti sedang mendongeng. Aku ragu, apa dia harus membuktikan ceritanya tentang perawat Starnberg?

Dari arah belakangku, tiba-tiba otomotif melaju semaunya dan memberikan salam jumpa berupa lumpur di sol sepatuku yang sedikit tergerus. Kesal, aku bertanya tentang masalah si supir yang mengemudi tak karuan itu sebagai keluhan pribadi. Aku menahan Sinclaire untuk berhenti dan menungguku.

Temanku berhenti beberapa langkah di depanku dan mengira aku berjongkok untuk mengambil koin mark di jalan—aku tahu itu hanya gurauannya yang tidak lucu. Aku hampir tak dapat menahan keinginan untuk mencercanya dengan beberapa kalimat karena tak enak hati.

"Kau bisa membersihkan lumpurnya di rumah," komentarnya. "Orang-orang akan mengeluhkan cara berjalanmu yang lambat."

"Tidak, mereka tidak akan peduli," jawabku cepat, aku sibuk menghilangkan lumpur basahnya. "Asal kau tahu, bahkan noda lumpur sekecil apapun tidak dapat melindungiku dari kebohongan kecilku pada ayah. Dia pasti akan bertanya dari mana aku mendapatkan sisa lumpur ini dan akan berhenti percaya bahwa aku benar-benar hanya duduk manis di ruang perapian. Lumpurnya bisa tertinggal di gerusan sol. Lagipula, karnamu aku jadi sering berkeliaran di jalan seperti ini."

Aku hampir berharap dia mendengarkanku, tapi dia terus berjalan beberapa langkah lagi di depan, lebih tepatnya dia tidak menungguku sama sekali. Sampai ia akhirnya masuk ke dalam kerumunan penonton musik jalanan.

Aku mengejarnya dan terpaksa memeriksa ke kerumunan. Selain pemain organ dan penonton yang berkumpul, aku tidak melihat Sinclaire di mana pun. Lagi-lagi dia menghilang seperti hantu. Bahkan tanpa seorang pun menyadarinya selain aku sendiri. Dan di saat seperti ini hal tak terduga menarikku untuk memainkan peran seorang kakak laki-laki yang setengah membenci saudarinya yang membangkang.

Orang-orang melihat dan membentuk pagar yang mengitari pemain organnya. Untuk seseorang yang tanpa henti bermain dan duduk di tengah tumpah ruah orang yang sebagian tak memperdulikannya, aku mengeluarkan tiga koin uang mark di saku mantelku dan diam di sana beberapa saat untuk menikmati musik yang pantas dari koinku. Ah, lupakan soal gadis jahil itu, dia pasti akan kembali dengan sendirinya.

Aku berdiri mendiami orang-orang yang membiarkan pemain musik melakukan pekerjaannya. Begitu banyak angin yang berembus dan pakis kristal es lamban laun menimbun jalan. Langit Brandenburg menjadi gambaran tak terduga tentang kehidupan umum penduduknya dan tak ada kegelisahan mengusik orang-orang. Sekarang, di garduku, aku dapat merasakan orang-orang mengalihkan perhatiannya pada kerumunan saksi.

Di sudut bangunan apartemen, di dekat tempat penyisihan buangan, dengan jalan batu yang sedikit berlumpur, dingin, dan bilik yang sedikit berkulat. Tepat di atasnya, ruang apartemen yang memiliki jendela besar, seorang perawat dari Starnberg tinggal, namun sekarang tuan kamar harus segera kembali menawarkannya pada para pengangguran yang tertarik dengan Potsdam.

Perawat itu jatuh dari jendela besar kamarnya. Masih muda dan cantik. Kebanyakan orang-orang tidak mengenalnya dengan baik karena kebiasaannya yang pulang-pergi. Gadis muda yang gemar menyapa dari atas jendelanya, begitulah yang mereka tahu. Aku tidak tahu dan hanya mendekati sedikit kerumunan. Segera, suasana terasa seperti serial misteri yang tidak biasa bagi kota sederhana yang ramai. Aku bersandar pada pohon dan melihat sol sepatuku basah dengan darah—seperti saat hari ulang tahun.

Aku mendengar orang-orang bertanya kenapa perawat itu bisa jatuh. Dan sebagian dari mereka tidak menjawab.

Note Author:Wah, wah, singkat sekali ya~ ^^"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note Author:
Wah, wah, singkat sekali ya~ ^^"

SinclaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang