BAB 1: Permintaan

2.5K 480 146
                                    


"Buatlah permintaan."

Aku menatap ayahku yang memegang kamera tua miliknya. Semua temanku datang dan merayakan ulang tahunku. Mereka mengucapkan selamat atas umurku yang bertambah terhitung hari itu juga.

Aku hampir kebosanan setengah mati bertemu teman-temanku di sekolah, jadi aku hampir tidak menikmati pestanya. Namun, kumpulan orang baik yang ikut serta dalam pengabulan doamu tidaklah seburuk itu.

"Noah, tiup lilin dan minta harapan!" sorak semua orang di ruangan itu.

Aku menatap lilin dengan angka dua belas, ini seperti mimpi dan hukum kutukan telah berlaku. Seperti yang pria jubah hitam itu katakan, bahwa hidupku akan terus berlanjut terlepas apapun itu. Pula, aku memilih memercayainya.

"Noah, buatlah permintaan." Kali ini ayah yang memintaku secara langsung.

Sempat terpikir dan bertanya tentang seperti apa kebahagian yang selalu orang minta. Terlalu sulit untuk menegaskan sebuah kebahagiaan, alih-alih kau merasakannya langsung. Aku sudah bahagia sekarang, apa yang harus kuminta lagi?

Ah, benar ... ada sesuatu yang dapat aku permohonkan pada Tuhan.

Aku mengepalkan tanganku. Menaruh kedua tanganku di atas meja dan mulai memejamkan mata.

"Di tahun selanjutnya, di usia selanjutnya, biarkan aku meniup lilin ulang tahunku ke tiga belas."

Aku meniup lilin di hadapanku. Asap dari lilin itu melayang di udara, dan permintaanku akan dikabulkan seperti mitos ganjil yang orang katakan.

Semua orang begitu gembira kala aku meniup lilin, seakan-akan setiap dari mereka baru saja memenangkan lotre dengan hadiah miliaran.

Aku penasaran, apakah aku harus memercayai pria jubah hitam yang kutemui di makam dua tahun lalu? Aku merasa bahwa aku akan tetap hidup, seolah aku punya banyak kesempatan untuk berusia lebih dari seratus tahun.

Aku melihat pada orang-orang, keceriaan mereka tampak memudar bersamaan pula senyum dan tenangnya soda dalam gelas. Tiba-tiba semua orang di ruangan itu menatapku bingung secara bersamaan.

Ayah melihatku. Netra lautnya mengisyaratkan kekhawatiran penuh, itu terlalu ganjil di tengah suka cita. Ia menurunkan kamera besar yang ia genggam. Mata ayah tampak membesar dan sangat kuat menatapku.

"Ada apa?"

Tapi sayangnya, apa yang menjadi tujuan keheningan mereka jauh lebih menarik dari pertanyaanku.

Sepasang sapuan manikku melirik kue ulang tahun yang menjadi keutamaan dalam perayaan ini. Krim putih pucat yang menghias permukaan kue itu tampak tak selaras lagi dengan beberapa bercak darah. Sepertinya darah yang menetes dari hidungku adalah alasannya.

Aku mengusap darah yang ada di hidungku hanya dengan tangan kosong. Ya, darah segar ikut membasahi tanganku sekarang. Menciptakan pola menakutkan di tangan pucatku.

Apa ini? Padahal aku hampir saja mendeklarasikan kebahagiaan abadiku. Kejadian itu terjadi secepat tisu yang terbakar oleh api, dan membuatku sepenuhnya mengabaikan lampu sorot kekhawatiran mereka.

Pandanganku memudar dan beberapa orang mulai mendekati. Tanganku terasa lemas dan gemetaran. Rasanya, permintaanku soal hidup itu sendiri menjadi begitu meragukan.

Memang, bahwa terkadang hidup perlu dipenuhi oleh langkah kematian itu sendiri.

Jadi, apa Sinclaire akan datang?

Jadi, apa Sinclaire akan datang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SinclaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang