Langit sore mulai menampakkan dirinya. Tidak ada yang berbeda dengan apa yang dilihat gadis itu, kecuali banyaknya monster yang disebut bugster. Seperti apa yang dikatakan pemuda yang menolongnya sebelum ini, bugster-bugster itu menyebar di beberapa titik.
Semua yang terjadi di dunia itu, bisa ditangkap oleh mata Cayna dengan jelas dari tempatnya saat ini. Tempat yang sedari tadi ia pijak. Lantai sepuluh gedung yang belum rampung. Tidak perlu diragukan lagi, tempat itu sangatlah tinggi.
Gadis itu duduk di pinggir lantai. Menggantungkan kakinya di udara tanpa rasa takut jatuh sama sekali. Pandangannya menatap kosong semua hal yang menjadi pandangannya saat ini. Ia benar-benar frustasi saat ini.
Untung saja saat ini tidak ada orang lain di dekatnya. Disaat seperti ini lah ia bisa merasakan dirinya sendiri. Dirinya yang mempunyai perasaan lemah. Dirinya memang seorang penyelamat, tapi ia tetaplah seorang gadis pada umumnya. Dan kini, beberapa tetes air mata lolos dari pertahanan kelopak matanya.
Pandangannya teralihkan oleh seberkas cahaya yang melintasi garis lintang langit. Cahaya cepat layaknya sebuah bintang jatuh. Namun cahaya itu bahkan lebih terang dan besar dibandingkan sebuah bintang jatuh.
Dan tidak hanya sekali saja. Namun berkali-kali cahaya itu muncul dan menghilang di langit yang sama. Apa mungkin sebuah meteor? Namun, jika memang meteor, mengapa tidak ada suara benda tertabrak ketika cahaya itu menghilang?
Dengan spontan, gadis itu berdiri setelah melihat semua hal itu. Ia langsung menyeka sisa air matanya. Pembulatan tekad sudah dibuatnya. Ia akan mencari tahu apa yang terjadi disini. Bagaimana pun caranya meski harus melawan bugster-bugster itu.
Ia langsung membalikkan arah tubuhnya dan mulai berjalan. Namun baru beberapa langkah, ia kembali terhenti. Seorang pemuda sudah berada tepat dihadapannya dan berhasil membuat matanya terbelalak.
"Kau! Kenapa tergesa-gesa? Mau kemana kau?" ucap seorang pemuda yang sebelum ini menolongnya. Cayna benar-benar tidak menyangka bahwa pemuda itu sudah kembali dari dunia nyata.
Tiada kata yang gadis itu ucap. Ia hanya menegang tanpa berani menatap sang pemuda. Pallad benar-benar terkejut dengan ekspresi gadis di hadapannya yang seakan-akan seperti maling yang tertangkap basah.
"Kau tidak berencana untuk mencari cara keluar dari sini sendirian, bukan?" tembak pemuda itu dengan tepat. Gadis itu mematung sejenak kemudian menarik nafas yang panjang. Pandangannya kini menatap tajam ke arah pemuda itu. "Jika memang itu rencanaku, apa salahnya?"
"Apa kau sudah gila?! Sudah ku bilang di luar sana ada banyak bugster!"
"Memangnya kenapa?! Bukankah kita memang harus mengalahkan mereka?"
"Ini tidak semudah itu! Jika kau ceroboh, itu akan berbahaya! Itu sama saja kau bunuh diri!"
"Tidak ada acara lain! Satu-satunya cara adalah mengalahkan mereka! Jika tidak maka permainan ini –"
"Lalu apa yang harus ku katakana pada kakakmu jika ada sesuatu hal yang terjadi padamu?!!" bentak Pallad seraya memotong perkataan gadis di hadapannya. Sedangkan gadis itu diam dalam keterkejutannya setelah mendengar bentakan itu.
"Kakakku?"
"Kakakmu baik-baik saja! Sekarang dia bersama Emu. Dan ku rasa, Emu sudah tahu identitas aslimu,"
Gadis itu sudah tidak menatap Pallad. Pandangannya teralihkan ke sembarang tempat dengan kosong. Ia seperti merasakan perasaan bebas. Satu beban di pundaknya menghilang. Dan kini, gadis itu jatuh terduduk di tempatnya.
"Syukurlah! Lucky, Syukurlah!" ucap gadis itu dengan sangat pelan. Meski begitu, Pallad masih bisa mendengar kata-kata itu di telinganya.
"Sebenarnya apa yang membuatmu bertingkah seceroboh ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle in the Game
FanfictionSecond Book of "Adventure of Important Thing" Trilogy Misi pengawasan Cayna dan Lucky kali ini tiba-tiba berubah menjadi misi penyelamatan Setelah mendapatkan penglihatan sebelumnya, mereka menyadari satu hal. Alam semesta yang sebelumnya pernah mer...