13

476 57 25
                                    

Jam dinding yang menggantung di salah satu sisi dinding ruangan itu masih mengeluarkan suara dentingan setiap detik. Entah sudah berapa lama ini, tetapi yang sedari tadi terdengar hanyalah suara dentingan itu saja. Tidak ada yang lain!

Dua pasang mata kini menatap tajam orang-orang yang duduk tertunduk dihadapannya. Seberapa lama pun pasang mata itu menatap, tetap saja tidak ada yang mengeluarkan kalimat. Ada sembilan orang disana, tapi mengapa seperti ruangan kosong saja?

"Jadi, tidak ada yang mau menceritakan yang sebenarnya terjadi disini?" tanya Hammy dengan nada sedikit sarkas. Ya, hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum emosi gadis chameleon itu meledak.

"Kau sudah melihat dengan mata kepalamu sendiri. Kenapa masih bertanya?" balas Taiga.

"Karena aku tidak berasal dari sini, dan ini kali pertamaku ke sini! Puas? Mengapa aku harus bertemu dengan pria berambut putih yang menyebalkan ini sih?!" keluh Hammy. Baiklah, emosinya mulai meledak karena terlalu lama menunggu jawaban.

"Hei, kau tidak boleh berbicara tentang hal itu pada Taiga!" ancam Nico.

"Apa pedulimu?!" balas Hammy.

Sudah berapa lama Hammy tidak mengeluarkan sisi galaknya yang seperti ini? Entahlah! Ia sendiri bahkan sudah lupa. Yang pasti saat ini ia benar-benar kesal dengan orang-orang yang ada dihadapannya. Terutama dengan pemuda berjaket merah yang sedari tadi hanya diam tertunduk.

Pertengkarannya dengan Nico mungkin saja akan terjadi jika saja Tsurugi tidak menahannya untuk tidak 'meledak'. Dengan wajah yang cemberut, Hammy menurut dengan apa yang Tsurugi minta. "Lucky, kau pasti tahu apa yang terjadi disini. Bisa kau ceritakan agar kami juga bisa membantu,"

"Dan dimana Cayna? Mika sudah menanyakan kabar tentangnya. Kau tahu apa yang ku maksud bukan?" tanya Hammy menambahkan.

"Begini –". Ucapan Emu terpotong begitu saja saat pundaknya ditepuk oleh Lucky. Dokter muda itu menatap wajah pemuda yang duduk di sebelahnya dengan tatapan bingung. Namun, ia paham bahwa pemuda itu ingin dirinya sendirilah yang bercerita. Terlihat dari 'senyuman'nya.

"Biar aku saja –" ucap Lucky yang kemudian mendapatkan anggukkan dari Emu.

" – Di Bumi ini sedang ada penyerangan dari sekelompok monster yang disebut bugster. Namun berbeda dengan monster-monster yang biasa kita lawan sebelumnya. Pertarungan ini adalah video game,"

"Video game?!" ucap Hammy dan Tsurugi secara bersamaan. Keduanya tentu saja merasa terkejut. Pertarungan dengan model sebuah permainan? Yang benar saja!

"Ya! Jika kalian melihat robot yang kemudian berubah wujud menjadi manusia, dialah yang menciptakan permainan gila ini. Dan orang-orang yang menghilang tadi masuk kedalam dunia game buatannya, termasuk Cayna."

Emu memandang sendu pemuda di sebelahnya. Tentu saja itu sangat menyakitkan kehilangan keluarga. Bukan Emu saja, yang lainnya juga paham rasa sakit itu. Kehilangan pasien sampai kekasih tercinta sangatlah menyakitkan.

"Lalu bagaimana Cayna akan kembali?" tanya Tsurugi.

"Cayna dan yang lainnya baru bisa kembali jika permainan ini sudah selesai –" ucap Poppy.

"Tapi permainan itu ada dalam dunia game," tambah Hiiro.

"Saat ini, temanku dan Cayna sedang mencoba menyelesaikan permainan ini agar mereka bisa kembali dan penyerangan berakhir. Sambil menunggu itu, kita disini membantu mengalahkan bugster yang menyerang kota," jelas Emu.

Penjelasan yang sangat jelas itu akhirnya terdengar di telinga Hammy dan Tsurugi. Demi apapun, itulah yang sedari tadi Hammy inginkan. Gadis chameleon itu masih duduk seraya melipatkan kedua tangannya di dada. Tidak ada kata yang terucap, begitu pula dengan Tsurugi.

Miracle in the GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang