#9

15 3 0
                                    

  Hari-hari pun berlalu. Kegiatan ayah tetap saja sama. Kegiatan utamanya berkuliah. Kuliah ayah pun berjalan lebih baik dari kuliahnya dulu. Sebab, karena apa lagi jika bukan karena ada Nurhayati, kekasihnya, yang selalu bawel jika ayah bermalas-masalan untuk berkuliah. Nur yang tengah menyusun skripsi pun nampaknya lancar-lancar saja. Tak ada kendala serius di skripsinya. Walau, kadang, ia sedikit mengeluh. Meminta ayah untuk menikahinya saja, dengan nada bercanda.

  Semakin hari, hubungan ayah dan Nur semakin manis. Saat itu, pertengkaran hampir tak pernah ada. Dan, bilapun ada, itu hanya karena masalah sepele. Hubungan itu telah memasuki usia dua bulan. Dan, bulan ini, adalah bulan penghujung tahun. Biasanya acara pergantian tahun atau tahun baru ayah selalu rayakan di kampung halamannya, di Batukaras, Jawa Barat. Bersama teman-teman ayah, ia selalu membuat pesta kecil-kecilan di pinggir pantai. Sebenarnya, tahun ini pun ayah berencana hendak merayakan tahun baru di kampung halamannya itu. Sekalian, ayah ingin mengajak Nur dan diperkenalkan kepada keluarganya. Namun, ternyata rencananya itu belum bisa terealisasi. Ayah dan Nur diundang untuk menghadiri acara reuni KKN yang akan diselenggarakan di pantai Pacitan, Jawa Timur.

  Kontrakan pagar biru. Pukul sebelas siang. Hari ini, adalah hari pertama ayah libur semester. Kurang tiga hari dari hari pergantian tahun. Ayah merasa bosan karena tak berkegiatan. Akhirnya, ia memilih untuk bermain gitar di kamarnya. Siang ini, cuaca terasa panas menyengat. Ayah sampai bertelanjang dada. Bernyanyi. Tak lama, Nur, kekasihnya, menyusul ke kontrakan. Seperti biasa, membawa masakannya untuk ia nikmati bersama ayah, kekasihnya. Namun, rupanya tak hanya itu, ia pun membawa dua lembar undangan reuni KKN. Entah siapa yang membuat undangan dan acara itu. Ayah sedikit malas membacanya. Undangan itu pun dibacakan Nur.

"Siapa yang bikin sih, Yang?" Ayah menanggapi undangan yang baru saja hatam dibacakan kekasihnya.

"Gak tahu aku. Kita dateng gak?"

"Pacitan ya? Pas banget lagi sama tahun baru."

"Aku mau tahun baruan sama kamu." Nur memelas.

"Yaudah lah, dateng aja. Naik vespa tapi ya?"

"Jalan kaki juga kalau sama kamu aku kuat kok, Sayang." Gombal Nur, seperti girang dengan keputusan ayah yang menyetujui untuk menghadiri acara tersebut.

"Pret lah. Eh, tapi aku percaya sih kamu kuat. Orang gunung kan?"

"Anak gunung, Sayang!" Nur mulai naik darah.

"Pantesan."

"Pantesan apa?" Nur mengacungkan kedua lembar kertas undangan di genggamannya. Mengancam.

"Pantesan, betisnya kayak taleus bogor" Ayah tertawa lepas.

  Dan, tanpa aba-aba, kedua kertas undangan itu pun melayang. Menghujam wajah ayah, atas kendali Nur yang mengamuk. Ayah tertawa sembari minta ampun. Sejak awal dekat dulu, hingga sekarang, ayah memang selalu hobi menjahili kekasihnya seperti ini. Padahal, kata ayah, betis Nur sangat indah dan seksi. Ayah hanya senang melihat Nur yang mengamuk.

  Lima menit kemudian, akhirnya Nur menyerah. Ia menghentikan amukannya sembari ngos-ngosan. Nur meraih ponsel miliknya dari dalam tas. Ayah yang seragam ngos-ngosan pun ia malah membuka wadah makanan yang dibawa Nur, yang masih tergeletak di lantai kamarnya. Satu wadah dibuka. Rupanya, wadah itu berisi lauk masakan Nur. Di tengah kekasihnya tengah sibuk dengan ponselnya itu, ayah menggado lauk di wadah yang telah ia buka. Mungkin ayah lapar pada saat itu. Namun, ternyata kekasih ayah cukup peka. Setelah melihat kelakuan ayah ini, Nur pun membuka semua wadah yang dibawanya. Terdapat nasi, sambal, dan beberapa lalapan. Jika tadi Nur sibuk memainkan ponsel, kali ini ponsel itu ditempelkan di telinga kiri yang ditahan oleh pundaknya. Kedua tangannya sudah sibuk menyiapkan sepiring makanan untuk ayah, kekasihnya. Setelah siap, Nur pun menyodorkan piring itu kepada ayah. Ia sembari menelepon seseorang.

ELEANOR IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang