Tak sampai sepuluh menit, lamanya perjalanan dari alun-alun itu menuju rumah Beno. Ayah dan Nur telah tiba di rumah Beno. Beno mempersilakan keduanya masuk. Katanya, jangan pernah sungkan jika mereka berada di sini. Beno memang salah satu teman dekat ayah saat vespaan dulu, seperti Suryo di Solo. Namun, ayah memang belum pernah sekali pun mengunjungi rumah Beno. Ini adalah kali pertama ayah ke rumahnya. Suasana rumah Beno cukup keren juga menurut ayah. Di sini, banyak sekali barang-barang klasik. Rupanya, memang, Beno dan ayahnyalah yang hobi dengan barang klasik ini. Beno menuntun ayah dan juga Nur menuju salah satu kamar, setelah ayah dan Nur diperkenalkan terlebih dulu kepada kedua orang tuanya.
"Nah, kalian rebahan dan bersih-bersih dulu aja. Nanti aku balik lagi kalau masakan ibuku udah siap." Ucap Beno. Membuka pintu kamar, mempersilakan ayah dan Nur untuk beristirahat.
"Aduh, jadi enak, Ben." Ayah tertawa.
"Jadi gak enak, Ayam!" Nur menyikut lengan ayah.
Ayah tersenyum menatap Nur. "Jadi enak aja gakpapa kok, Sayang. Kamarmu yang mana, Ben?" Jawab ayah untuk kekasihnya, dan lanjut bertanya kepada Beno.
"Itu yang samping ruang tamu, Ple. Nanti, abis makan, kelas kita langsung dimulai kan?" Beno tertawa.
Beno pun bergegas, melangkah meninggalkan ayah dan juga Nur. Selepas Beno meninggalkan ayah dan juga Nur di kamar itu, ayah segera saja melompat ke atas tempat tidur. Tubuh ayah terasa begitu lelah. Sementara, Nur langsung sibuk membongkar tas kerir yang super besar itu. Ia mengeluarkan perlengkapan alat mandi. Tanpa ada yang mengomandoinya, Nur pun lekas mandi di tengah ayah yang tengah asyik meluruskan pinggang di atas tempat tidur.
Lima belas menit kemudian, Nur telah keluar dari kamar mandi. Bahkan, ia telah mengenakan pakaian. Rupanya, saat itu mata ayah telah sepenuhnya terpejam. Ia ketiduran. Akhirnya, Nur pun membangunkan dan menyuruh ayah untuk lekas mandi.
"Mandi dulu!" Ucap Nur. Menggoyangkan bahu ayah.
Ayah terkaget. Ia membuka mata. "Ih, kamu gak mandi ya?"
"Dih, udah cantik gini masih dibilang belum mandi. Mandi sana kamu cepet ah!"
"Cepet banget kamu mandinya? Airnya dingin apa, Yang?" Ayah menopang dagu.
"Bukan cepet. Tapi kamu yang tidurnya udah lama."
"Alah, bilang aja airnya dingin. Aku gak mandi ah." Ayah menutup wajahnya dengan bantal.
"Satu, dua.." Nur berhitung.
"Iya, iya." Ayah beranjak, membuang napas kesal.
Nur pun tertawa dan melempar handuk untuk ayah. Ayah lekas melangkah menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar itu. Berbeda dengan Nur, waktu lima belas menit adalah waktu mandi tercepatnya. Sementara, ayah, tak sampai lima menit pun pintu kamar mandi itu telah mengeluarkan tubuh ayah dari baliknya. Bersamaan dengan ayah yang baru saja selesai mandi itu, Beno pun kembali menghampiri ayah dan Nur. Beno mengajak keduanya untuk segera ikut bergabung di meja makan. Ayah dan Nur seragam mengangguk. Mereka pun melangkah menuju meja makan bersama. Di meja makan, terlihat ibu Beno tengah sibuk menata masakannya, yang sepertinya memang baru saja selesai.
"Seadanya ya, nak Cuple, Nur?" Ucap ibu Beno, setelah mengetahui ayah dan Nur tiba di meja makan.
"Eh, iya, Bu. Terima kasih." Ayah tersenyum.
"Ibu dan bapak sudah makan tadi, jam delapan. Kalian makan bertiga ya?" Ibu Beno lantas melangkah meninggalkan ayah, Nur, dan juga Beno di ruang makan.
Ayah dan Nur seragam mengangguk sebagai jawaban. Nur meraih piring. Seperti biasa, ia siapkan makanan untuk ayah, kekasihnya. Beno hanya tersenyum melihatnya. Malam itu, sekitar pukul 23:00, ayah dan Nur menikmati masakan ibu Beno. Setelah bersantap makan, mereka pun bercengkrama sebentar, yang masih di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR II
RomanceLanjutan dari ELEANOR "Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal."