Tak sampai satu setengah jam, ayah sudah tiba di kontrakannya. Sambutan yang cukup mengerikan untuk ayah yang baru saja tiba. Ayah langsung disambut oleh amukan kedua sahabatnya. Ipin dan juga Abaw. Mereka memarahi ayah. Keduanya begitu emosional tersulut amarah melihat ayah yang baru saja tiba. Bahkan, Ipin sampai hampir memukul ayah. Namun Abaw masih menahannya. Mereka kecewa melihat ayah yang tak jantan selayaknya laki-laki pada umumnya. Mereka tersulut amarah karena kelakuan ayah yang telah dengan tega menelantarkan kekasih di hari yang sangat spesial baginya. Ditambah lagi, mereka tak tahu ke mana ayah pergi dan ayah yang mematikan ponselnya sejak keberangkatannya pagi tadi. Mereka amat kecewa dengan sikap sahabatnya ini.
Jadi, katanya, tadi, sekitar pukul 21:00, Nur datang ke kontrakan sembari menangis. Bersama seorang temannya, Nur mengenakan gaun dan sepatu kacanya. Awalnya Ipin dan Abaw tak tahu jika Nur tengah berulang tahun. Sebab Nur hanya berteriak-teriak mencari ayah, dan Nur hanya meminta mereka untuk mengantarnya membantu mencari ayah. Semua tempat tongkrongan ayah telah Nur sambangi bersama Abaw dan Ipin. Mereka pergi ke tempat Gail, Daday, Mero, Jak, dan semua tempat tongkrongan ayah di Jogja. Termasuk ke tempat Bendot dan Uyung. Semuanya nihil. Tak terlihat sedikit pun batang hidung ayah di semua tempat itu. Akhirnya setelah kiranya dua jam mencari ayah, mereka pun kembali ke kontrakan, dengan harapan ayah sudah pulang ke kontrakan. Namun, kembali, sosok ayah pun belum terlihat wujudnya saat mereka tiba di sana. Tangis Nur semakin dalam. Katanya, ia sangat mengkhawatirkan keberadaan dan keadaan ayah. Ia takut jika ayah kenapa-kenapa. Ia tak mengucap sedikit pun rasa kecewanya kepada ayah saat ia menangis itu. Barulah, saat Nur menangis ini, teman yang mengantarnya pun menceritakan mengapa Nur sampai seperti ini kepada Abaw dan juga Ipin. Ia berkata, bahwa Nur sedang mengadakan acara pesta ulang tahunnya. Namun, sama sekali Nur tak menikmati sedikit pun acara dari pesta tersebut. Bahkan ia meninggalkan pesta sesaat setelah selesai sesi potong kue. Semua teman dan sahabatnya hadir di sana. Mereka bersuka ria. Namun, sayang, raut kebahagiaan justru tak terlihat sedikit pun di wajah si pengantin. Acara memang tetap berjalan walau Nur memilih pulang.
Itulah yang membuat Abaw dan Ipin begitu marah kepada ayah. Ayah tak bisa berkata apa-apa saat mendengar itu semua. Ia mengakui bahwa ia salah besar. Bahkan, jika memang harus dipukuli kedua temannya itu, ayah memang layak dipukuli. Pikirnya.
Ayah tertegun. Memegangi kepala dan mengacak-acak rambutnya. Ia tak memedulikan amarah kedua sahabatnya. Ayah hanya memikirkan perasaan kekasihnya seperti apa sekarang? Ayah berpikir sangat dalam. Apa yang harus ia lakukan? Ayah kembali teringat akan ucapan Ipin yang baru saja mengatakan Nur diantar seorang temannya. Ayah menerka, mungkin orang yang mengantarnya itu Lila. Ayah pun langsung menelepon Lila.
"Kamu!" Teriak Lila, sesaat setelah mengangkat telepon dari ayah.
"Nur di kamarnya kan? Jangan bilang Nur aku telepon kamu. Kalau kamu mau marah nanti aja. Aku mau minta tolong. Kamu bantuin aku ya? Kamu ajak Nur ke café di pinggir Selokan Mataram. Aku tunggu kamu di sana. Pokoknya kamu harus berhasil bawa Nur!"
"Nur khawatir banget sama kamu tahu!"
"Iya, makanya, kamu ajak Nur ke sana ya? Aku tunggu kamu di sana." Ayah menutup teleponnya.
Ayah kembali menuju parkiran meraih vespa. Saat ayah menyalakan mesin vespa itu, tiba-tiba Ipin melompat, duduk di atas jok belakang.
"Urang ikut. Urang gak mau kamu tambah nyakitin perempuan." Jelas Ipin.
Ayah menegok ke belakang, kepada Abaw di dalam kontrakan.
"Yaudah, tungguan!" Abaw pun meraih kunci motor cb gelatik miliknya, ikut pula bersama ayah.
Dua menit, mereka tiba di salah satu café, di samping Selokan Mataram. Awalnya ayah hanya akan meminta maaf kepada kekasihnya itu di sana. Namun, setelah melihat panggung café itu lengang, dengan alat musik yang hanya bergeletakan, ayah pun mempunyai rencana lain. Ayah menghampiri si pemilik café. Ia meminta izin hendak bernyanyi untuk kekasihnya nanti. Ia ingin meminta maaf lewat lagu yang akan dinyanyikannya. Bukannya menolak, sang pemilik café justru mendukung penuh. Bahkan ia pun berjanji akan membuat suasana seromantis mungkin saat ayah bernyanyi nanti. Ayah membuang napas lega. Mengucap banyak terima kasih kepada si pemilik café.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR II
RomanceLanjutan dari ELEANOR "Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal."