#16

11 1 0
                                    

 Kotrakan pagar biru, pukul 12:30 siang. Enam jam lebih ayah mengendarai vespanya menuju Jogja sedari kampung halaman. Keberangkatan Nur dari Semarang masih setagah jam lagi. Itu pun jika ia tak berbohong kepada ayah. Namun selama ini Nur memang tak pernah membohongi ayah. Perkiraan waktu Nur tiba di kota Jogja sekitar pukul 16:00. Ayah masih bisa beristirahat sejenak di atas kasur kamar kontrakannya.

  Pukul 16:00 pun tiba. Sebelum itu ayah memang hanya berebah dan bermain gitar tak karuan. Benar saja, tak butuh waktu tiga menit, Nur mengirim pesan kepada ayah.

Ploop.. ploop. Ponsel ayah berbunyi dengan nada dering pesan masuk. "Sayang, aku udah sampe Jogja. Kamu kapan ke Jogja?"

  Ayah tak membalas. Ia hanya membaca pesan itu, lantas mengantongi ponsel di saku depan celana jeansnya, kemudian ayah meraih helm dan parkanya. Mengenakan sepatu kets yang lebih santai. Ayah menyalakan mesin vespa dan langsung memacu gas vespa itu menuju kost kekasihnya, Nurhayati.

  Setibanya di depan gerbang kost Nur, ayah tak menyalakan kelakson vespa seperti biasa. Ia meraih kembali ponsel dan membalas pesan kekasihnya tadi.

"Kamu udah di Jogja? Aku udah di depan kostmu!" Ayah mengirim pesannya.

"Kamu udah jahat gak mau hubungin aku, sekalinya ngehubungin, bohong." Balasan dari Nur.

"Keluar cepet! Panas aku nunggu."

  Dua detik, setelah ayah mengirim pesan itu, terlihat gorden jendela kamar Nur terbuka seukuran bola mata Nur. Yang memang, bola mata itu menutup lubang gorden yang terbuka. Nur mengintip dari jendela kamar.

  Setelah mungkin merasa yakin apa yang dilihatnya itu benar kekasihnya, Nur pun melebarkan lubang gorden menjadi seukuran wajahnya. Ia tersenyum dengan sangat manis dari balik jendela. Terlihat raut girang yang menghiasi senyumannya. Senyumannya berakhir saat ia menutup kembali gorden. Terdengar, setelah gorden itu tertutup, suara langkah kecil terburu-buru menuruni tangga. Kekasih ayah pun tiba di hadapan ayah, membuka gerbang kostnya.

"Aku sebel sama kamu!" Ia mencubit perut ayah. Kesal.

"Aku di Batukaras marah? Aku di Jogja sebel?" Ayah mengangkat bahu.

"Abisnya, ke Jogja gak bilang-bilang. Apa jangan-jangan kamu udah lama di Jogja ya?"

"Aku baru sampe barusan, Sayangku."

"Terus, kenapa gak nyalain kelakson dua kali pas nyampe sini?"

"Kejutan." Ayah nyengir.

"Aku udah denger sih, hafal banget suara vespanya. Aku udah seneng. Tapi aku tunggu, kok kelaksonnya gak bunyi-bunyi." Nur membuang napas panjang.

"Tapi sekarang seneng?"

"Seneng!" Nur nyengir girang.

"Yaudah, ambli jaket sama helm!"

"Mau ke mana?"

"Makan, sambil jalan-jalan!"

  Nur pun melangkah kembali ke dalam kostnya. Langkah dengan irama yang sama saat ia keluar tadi. Ia masih girang.

  Sepuluh menit menunggu, Nur tak kunjung kembali. Ayah sudah tahu apa yang tengah dilakukan kekasihnya itu. Ayah pun menyalakan sebatang rokok. Saat rokok di tangan ayah telah terbakar setengah, barulah Nur kembali.

"Itu dandan paling cepet?" Tanya ayah.

  Nur menjawabnya dengan nyengir. Ia lekas mengenakan jaket dan helmnya. Tak lupa masker, Nur pun langsung melompat duduk di atas jok belakang vespa. Mesin vespa ayah nyalakan. Vespa melaju meninggalkan halaman kost Nur, dengan Nur berada di jok belakangnya.

ELEANOR IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang