EPILOG
"Cukup, Noy. Udah ya, Nak!"
"Kenapa, Tan? Dan kenapa sepanjang aku cerita Tante nangis?"
"Nak, Nurhayati itu aku. Nurhayati itu tante. Orang yang ada di hadapanmu sekarang."
Eleanor terkesiap. Eleanor tak pernah tahu bahwa perempuan di hadapannya, perempuan yang bertanya akan arti dari namanya, perempuan yang tak pernah berhenti menangis sepanjang Eleanor menceritakan arti dari namanya itu adalah Nurhayati. Sosok perempuan yang hadir dalam arti namanya.
"Tante, Tante gak boleh nangis kayak gini, Tan. Maaf, Enoy gak tahu. Enoy sama sekali gak tahu, Tan."
"Gak apa, Noy. Gak apa. Tante juga yang salah karena udah nanyain arti namamu. Tante cuma mau nambahin apa yang gak ada di cerita ayahmu itu." Nurhayati berusaha menyeka air matanya. "Noy, kenapa tante tanya arti namamu? Dulu, aku sama Cuple pernah bahas soal anak. Dalam konteks yang santai, aku pernah nanya, 'Sayang, kalau kita punya anak, kamu mau kasih nama anak kita siapa?' Cuple jawab, 'Eleanor'. Tante kira itu hanya jawaban Cuple di waktu itu, dan dalam konteks yang gak serius. Ternyata Eleanor benar ada di dunia. Noy, apa yang Cuple ceritakan ke kamu itu benar. Semua kejadiannya memang seperti itu. Tante emang salah, Noy. Tapi, saat itu, setelah kejadian di Semarang, sebenarnya Cuple tuh gak pernah salah apa-apa. Sayangnya ada satu kejadian yang gak berani aku ceritain ke Cuple. Saat itu ibuku punya ambisi besar untuk menyingkirkan saingan bisnis terberatnya. Akhirnya ibu menggaet papaku sebagai rekan bisnisnya. Dampak lain dari rencananya itu, ibu memaksaku untuk menikah dengan anak dari saingannya itu. Apa yang dia rencanakan dengan setelah pernikahan itu pun aku gak tahu. Tapi, justru Papaku menolak keras saat itu. Setelah perseteruannya sama Cuple, papa jadi terbuka hatinya. Semua yang dikatakan Cuple itu benar. Papa itu miskin. Ia sadar, ia miskin kasih sayang, perhatian, dan waktu untuk keluarga dan anak-anaknya. Papa justru menganggap Cuple itu orang hebat. Dia bilang, aku sudah memilih orang yang tepat. Maka, karena itu juga, papa mulai membuka hati dan dirinya kembali untuk ibu. Ia mau jadi rekan bisnis ibu pun karena dia ingin rujuk sama ibu. Ingin memerbaiki bahtera rumah tangga yang sudah berpuluh tahun lamanya itu berantakan. Tapi ibu terlalu berambisi untuk menyingkirkan saingannya itu tadi. Dia gak mau mikirin soal niatan papa untuk rujuk itu sebelum rencananya berhasil. Kamu pasti tahu perasaanku kan, Noy? Sejak kecil, aku selalu bermimpi, aku selalu berharap kedua orang tuaku bisa kembali bersatu. Saat itu mimpi dan harapan itu ada di depan mataku, Noy. Akhirnya, untuk semua mimpi dan harapan itu aku rela mengorbankan diriku. Aku bujuk papa. Aku ngobrol sama papa kalau aku gakpapa menikah dengan anak dari saingan ibukku itu. Tapi dengan syarat, papa dan ibu harus bener-bener rujuk." Nurhayati jeda menarik napas. "Enggak, Noy, jangan pikir aku gak sayang Cuple. Aku sayang banget sama Cuple. Sayaaaang banget. Apalagi setelah dia bisa buka hati papa, dan papa setuju kalau aku sama Cuple. Tapi, saking sayangnya aku, aku gak mau Cuple tahu masalah itu. Aku gak berani bilang ke dia." Nur sempatkan dua detik melirik jenazah Cuple di sampingnya. "Aku udah jahat banget sama Cuple, Noy. Pertama, aku sengaja pancing Cuple buat bilang kata putus. Walaupun setelah kata itu terucap, aku emang gak pernah merasakan sedikit pun dampaknya. Aku masih menganggap Cuple kekasihku. Aku tahu Cuple pun tak sepenuh hati mengucap kata itu. Ke dua, aku berusaha jutek sama dia. Aku gak yakin aku bisa, dan ternyata emang gak bisa. Aku luluh saat lihat Cuple terpuruk sampai kayak mayat hidup, yang tengah malem itu? Setelah itu, aku cari cara lain. Aku coba buat Cuple benci aku. Aku tahu semuanya tentang Cuple. Aku tahu dia ninggalin aku waktu aku sakit itu karena baca pesan dari dosen pembimbingku. Oleh karena itu, aku karang cerita, cerita yang sejenis dengan kejadian itu. Padahal cerita dosen yang kasih uang itu, itu pun sebenarnya karena aku udah nemenin istrinya nyalon. Salon itu punya Lila, dan di sana aku bantuin Lila. Mungkin karena dosen itu seneng lihat istrinya yang pulang dengan tampil beda, makanya dosen itu kasih aku uang. Mungkin untuk ucapan terima kasih karena istrinya udah aku bikin cantik lagi. Soal kepala dinas dan cerita lainnya, itu aku karang, Noy. Soal banding-bandingin Cuple juga itu bohong. Gak ada yang lebih baik dari Cuple. Gak akan pernah ada sampai kapan pun, Noy. Intinya, semua cerita itu hanya agar Cuple membenciku. Hasilnya? Kembali gagal. Dengan semua itu Cuple justru sangat sabar dan bener-bener ingin membuktikan janji yang pernah dia ucapkan. Setelah itu aku bingung, Noy. Aku masih bingung banget bahkan sampai di hari pertunanganku, yang membuat aku memilih untuk menghilang dari Cuple. Iya, Noy, aku tahu, aku jahat banget. Di hari itu juga orang tuaku rujuk. Aku merasakan air yang menyejukan dan api yang meluluhlantahkan dalam waktu bersamaan. Kebahagiaan terbesar melihat kedua orang tuaku rujuk, dan kesedihan terdalam karena aku harus mengkhianati Cuple, kekasihku. Setelah itu kamu tahu? Orang tuaku kembali harmonis dan hidup rukun. Aku..."
"Pernikahan Tante?" Eleanor menyela di tengah cerita yang belum usai Nur sampaikan.
"Pernikahanku tak pernah terjadi. Dan takan pernah ada hari pernikahan di hidupku. Satu minggu sebelum hari pernikahan, aku baru tahu kalau tunanganku itu ternyata sudah beristri. Pernikahan itu gagal. Ibu luluh akan rencananya. Ia lebih tak sudi dan merasa amat terhina jika aku jadi isteri ke dua. Setelah gagalnya hari pernikahan itu, aku sangat rindu kekasihku, Cuple. Aku sempat berharap untuk bisa menemui dan meminta maaf padanya. Kedua orang tuaku pun memaksaku untuk menemui atau menghubungi Cuple. Tapi, aku rasa aku harus dihukum, Noy. Aku sudah terlalu jahat. Aku harus dihukum dengan merindukan Cuple seumur hidupku. Aku harus dihukum dengan tak bisa memeluk orang yang paling ingin aku peluk. Aku harus dihukum dengan tak bisa mencium orang yang paling ingin aku cium. Aku harus dihukum dengan tak bisa berbagi cerita dan bertatap muka dengan orang yang paling aku sayangi. Bahkan, aku harus dihukum dengan tak menikah bersama laki-laki yang paling aku cintai dan sangat aku inginkan jadi imam di hidupku. Dari sana pula aku berikrar, aku tak akan pernah menikah seumur hidupku, Noy." Air mata Nur kembali deras membanjiri pipinya.
"Jangan nangis, Tan! Ayah keren ya, Tan?"
"Cuple keren banget, Noy. Kamu beruntung jadi anaknya."
"Ternyata ayah lebih keren dari apa yang aku tahu. Ayah keren, ayah punya tante, ayah menyayangi tante, ayah sangat mencintai tante yang rela sampai seperti ini untuk ayah. Tante lebih beruntung dari aku, tapi ayah lebih beruntung dari kita karena dia punya tante. Tan, ayah udah pergi. Ayamnya tante udah gak di sini lagi. Hehe. Aku rasa tante udah gak perlu dihukum lagi. Dan aku yakin ayah pasti gak suka kalau tahu tante menghukum diri tante kayak gini."
"Dia masih ada, Noy. Dia gak berkurang sehelai anak rambut pun. Dia tetap hidup dan utuh seperti dulu di sini, di hati tante. Kalau emang Cuple gak suka tante menghukum diri tante kayak gini, berarti tante boleh mengakhiri hukuman tante? Tante kangen banget. Tante boleh ya peluk ayahmu?"
"Kenapa tante minta izin aku? Bahkan tante lebih berhak daripada aku."
Nurhayati pun memeluk jenazah Cuple. Menaruh kepala di atas dada jenazah kekasihnya. "Yang, Eleanor, Yang? Dia mirip banget sama kamu. Tapi dia lebih keren dari kamu. Yang, aku bener-bener minta maaf. Semua ini salahku.
Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal.
Aku gak mau nangis lagi, Yang. Aku malu sama Enoy. Dia tangguh banget. Kamu berhasil didik Enoy lebih keren dari kamu. Sayang, sekarang giliranku ya? Dulu pertanyaanku kan, 'kalau kita punya anak, kamu mau kasih nama anak kita siapa?' Kamu jawab, 'Eleanor.' Berarti, Enoy anakku juga kan? Kamu bobo aja yang nyenyak ya, Sayangku. Bobo yang tenang karena udah gak ada aku yang sering bangunin dan ganggu kamu bobo di sana. Biar Eleanor jadi tanggung jawabku sekarang. Aku sayang banget sama kamu, Ayam. Salam juga buat Dandeli di sana ya? Tunggu aku!" Nurhayati memberi kecupan terakhir untuk Cuple, kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR II
RomanceLanjutan dari ELEANOR "Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal."