Hari-hari setelah kepergian Nur, banyak prilaku ayah yang berubah derastis. Bukan hanya ayah yang rajin kuliah, pirlaku terhadap Nur pun berubah dengan signifikan. Ayah yang selama masa pacaran jarang sekali menghubungi Nur, ayah yang selama masa pacaran masih bisa dihitung jari untuk menelepon Nur, ayah yang jarang sekali menanyakan kabar Nur, ayah yang sedikit tak memedulikan kondisi Nur, semua itu berubah. Ayah selalu menghubungi Nur lebih dulu. Hampir setiap satu atau dua jam sekali ayah pasti meneleponnya. Ayah selalu menanyakan bagaimana kabar dan kondisi Nur di sana. Ayah memberi perhatian ekstra kepada Nurhayati. Bahkan, saat itu bisa dibilang hubungan komunikasi mereka jauh lebih baik dari saat mereka masih berpacaran. Ayah tak ingin Nur semakin jauh darinya. Ayah tak ingin Nur semakin membencinya. Dan, yang pasti ayah ingin membuktikan semua ucapannya.
Namun, apa yang terjadi dengan Nur selama itu? Memang, Nur masih menganggap ayah layaknya kekasihnya. Nur masih memerlakukan ayah sebagaimana orang spesialnya. Tak ada yang aneh dengan sikap Nur ini sebenarnya. Ia masih mesra dan begitu perhatian kepada ayah. Hanya, pada saat itu Nur mengungkap semua tabir yang pernah terjadi selama masih berpacaran dengan ayah, yang ayah sama sekali tak mengetahuinya.
Semuanya. Semua tabir itu Nur beberkan. Di antaranya adalah ; Saat itu Nur sudah mendapat pekerjaan di kota Semarang. Ia diterima di salah satu perusahaan. Ia bercerita kepada ayah melalui saluran telepon.
"Aku kan udah satu minggu ya, Yang, kerja di sini, tapi gak tahu kenapa aku ngerasa gak nyaman." Ucap Nur.
"Gak nyamannya kenapa, Sayangku? Baru seminggu mah wajar kayaknya kalau belum nyaman."
"Ya, ini bukan kali pertama sih aku kayak gini. Gini loh, Yang, setiap aku masuk lingkungan yang kayak gini tuh banyak banget orang yang genit sama aku. Sekarang, GM kantorku itu genit banget sama aku, padahal dia udah punya istri."
"Oh, gitu. Emang dulu kamu pernah kayak gini juga?"
"Bukan sekali dua kali. Contohnya, dulu itu loh, Yang, waktu kepala dinas ngajak aku ketemu? Yang aku dianter Zeni? Kamu inget kan? Nah, itu tuh kita diajak makan malem di restoran mewah yang ada tempat karaokenya. Aku malah nyampe dikasih uang sama kepala dinas itu, di tempat itu. Aku diajak karaoke, tapi aku gak mau. Apa coba maksudnya dia?"
Ayah tertegun. Ini amat menyakitkan baginya. Saat itu ayah pergi bersama Bendot ke festival mural. Sementara kekasihnya menemui kepala dinas tempat di mana ia ber-PKL dulu. Ayah tak menyangka bahwa kejadiannya sampai seperti itu. Pantas saja, saat itu Nur sudah mem-booking Zeni untuk mengantarnya, bukan meminta ayah yang notabene sudah jadi kekasihnya. Namun, dengan kerendahan dan kebesaran hati, ayah tetap berpikir positif. Ayah tetap memercayai apa yang baru saja Nur katakan itu. Ayah tak ingin berpikir macam-macam. Ayah tak ingin berpikir lebih jauh akan kejadian saat itu.
"Terus, kalau bukan sekali dua kali, berarti ada lagi dong, Sayang, yang kayak gitu?"
"Iya, ada, Yang. Aduh, tapi ini aku gak enak ngomonginnya."
"Gak apa, Sayang, ngomong aja. Aku juga bete gak ada kerjaan. Gak ada kamu di sini, mau ngapain lagi? Mending dengerin cerita kamu." Ayah berusaha tetap tenang.
"Iya, dosen pembimbingku. Dia itu suka banget gangguin aku. Malah, dia suka ngirim pesan singkat, tengah malem, genit gitu. Aku gak bisa kirim balasan yang gak enak buat dia. Soalnya saat itu aku masih butuh dia. Dia dosen pembimbingku. Eh, tapi dia malah ngelunjak gitu loh, Yang? Dia juga nyampe kasih uang di amplop, diselipin di lembar skripsiku?" Ucap Nur, seolah tak berdosa.
Masalah ini yang sempat membuat ayah meninggalkan Nur saat ia tengah sakit dulu. Ayah sempat membaca pesan dari dosen tersebut, tentang uang yang ia berikan kepada Nur. Dan, ternyata kejadian aslinya lebih menyakitkan dari apa yang ayah pikirkan dulu. Apa yang kamu rasakan jika menjadi ayah dan berada di posisinya? Dulu, kekasihnya menyembunyikan semua ini. Ayah tak pernah tahu akan masalah seperti ini. Sekarang, di saat kondisi yang sedang seperti ini, semua itu dikupas secara tuntas oleh Nur. Dengan lantangnya, ia membicarakan semua itu kepada ayah. Meskipun hanya sebatas itu ia menceritakannya, namun ayah yang masih manusia biasa, ayah pasti mempunyai pandangan lebih untuk menanggapi semua itu. Ayah pasti berpikir lebih jauh dan menerka-nerka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR II
RomanceLanjutan dari ELEANOR "Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal."