#22

10 1 0
                                    

 Ayah tiba di rumah Suryo. Ia berebah sejenak di atas sofa ruang tamu. Tubuhnya terasa sedikit letih. Ayah teringat akan kekasihnya. Apa kabar dengan Nur? Mungkin, saat ini ia sedang bersiap pergi ke pesta ulang tahunnya. Ia pasti cantik sekali malam ini. Ia pasti sangat bahagia. Bahagia? Iya, saat ini mungkin ia masih bahagia. Dua jam kemudian, kebahagiaan itu perlahan jadi kecemasan. Cemas, menanti kekasihnya yang tak kunjung datang. Dua jam lainnya, mungkin air matanya mulai menetes, dan kebahagiaannya empat jam yang lalu atau sekarang ini akan sempurna lenyap diterpa air mata kesedihan dan kekecewaannya. Betapa bodohnya ayah. Betapa kejam dan teganya ia. Tapi, memang begitulah ayah. Keras kepala. Ia tak akan merubah apa pun untuk hal yang tak ia sukai.

  Tak ingin terlalu larut dalam hal ini, ayah pun beranjak. Ia melangkah menuju kamar mandi, mencuci muka agar merasa lebih segar. Selepas ayah kembali dari kamar mandi, Suryo dan istrinya telah mengganti pakaian pengantinnya. Ayah pun belum tahu apa maksud dari ibunda Suryo yang mengharuskan ayah mampir ke rumahnya ini. Ibunda Suryo, Suryo, dan istrinya tengah berkumpul di ruang tamu bersama Beno dan kedua teman ayah lainnya. Dimas juga Angga. Ayah menghampiri dan bergabung bersama semuanya.

  Jadi, setelah ayah mendengar sedikit pembicaraan di ruang tamu tersebut, rupanya Suryo, istri, dan ibunya hendak berziarah ke makam almarhum ayahnya, yang mana suami ibunda Suryo. Mungkin seperti memperkenalkan Dewi yang telah resmi menjadi menantunya. Saat waktu menunjukan pukul 19:00, mereka pun bersiap. Suryo telah mengeluarkan mobilnya dari garasi.

"Ayo, Ple!" Jelas ibunda Suryo yang hendak memasuki mobil.

"Oh, iya, tan." Ayah tersenyum.

  Suryo, Dewi, dan ibunya telah duduk rapi di dalam mobil. Setahu ayah, saat mendengar pembicaraan tadi, hanya mereka bertigalah yang hendak pergi berziarah. Namun, kenapa mobil yang Suryo kendarai itu tak kunjung juga melaju? Seperti masih menunggu seseorang lainnya.

  Lima belas detik kemudian, Suryo membuka kaca mobil.

"Ple, kita nunggu kamu. Ayo!" Teriak Suryo dari dalam mobil.

"Aku?" Ayah menunjuk dirinya. Kebingungan.

"Iya. Tadi, tante bilang ayo itu bukan pamit. Tapi ngajak." Lanjut ibunda Suryo. Memperjelas.

"Cuple kira tadi pamit, tan." Teriak ayah kembali. "Kalian gak ikut, joy?" Tanya ayah kepada Beno, Angga, dan Dimas.

"Tadi, bude bilang, ada yang mau mereka bicarain sama kamu, Ple." Beno yang menimpali.

"Anjir, ada apa ya?" Ayah tambah bingung.

"Udah, gak usah panik gitu, ikut aja sana!" Ucap Angga.

  Ayah mengangguk. Melangkah, menghampiri mobil Suryo. Ayah duduk di kursi belakang bersama ibu Suryo. Suryo membunyikan kelakson mobilnya, pamit kepada orang rumah dan ketiga temannya.

  Mobil itu melaju. Sepanjang perjalanan, ayah masih heran dan bertanya-tanya, ada apa ini sebenarnya? Seperti ada hal penting yang membuat mereka mengajak ayah. Ayah mengingat kembali prilakunya terhadap keluarga Suryo ini. Barangkali, memang ada suatu hal yang mereka tak suka dari tingkah laku ayah. Namun, setelah dipikir berulang kali, semuanya masih ayah anggap normal saja. Tingkah lakunya terhadap keluarga Suryo masih aman. Dan, mereka pun tak terlihat keberatan setiap kali ayah berada di sana. Justru keluarga Suryo terlihat senang jika ayah sedang berada di sana. Namun, ayah pun terus memikirkannya. Bahkan ia sampai lupa akan kekasih yang tengah mengadakan pesta ulang tahunnya.

  Perjalanan tersebut memakan waktu setidaknya sepuluh menit perjalanan. Jaraknya tak terlalu jauh dari rumah Suryo, hingga mobil yang Suryo kendarai pun terhenti di pemakaman milik keluarga. Semua turun dari mobil, termasuk ayah. Mereka lantas menghampiri makam ayah Suryo. Sedetik, setelah ayah tiba di makan almarhum ayah Suryo, ayah dibuat terkesiap. Yang membuat ayah terkesiap, ialah makam yang bersebelahan persis dengan makam ayah Suryo, yang bertuliskan nama Yusuf Ananda di atas nisannya. Namanya yang sama dengan nama ayah. Yusuf. Tahun kelahirannya pun rupanya sama. Rupanya, makan itu adalah makam adik pertama Suryo. Kakak dari Dido. Sebab, bin dari nama itu memang nama ayah Suryo. Ayah melirik makam tersebut dan lantas melirik Suryo. Suryo hanya berbisik kepada ayah, katanya akan ia ceritakan nanti. Ayah mengangguk. Mereka melakukan doa bersama dan tabur bunga di kedua makam itu.

ELEANOR IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang