#24

7 2 0
                                    

 Hari berganti hari, minggu berganti minggu berulang kali. Namun, memang hanya sekali bulan berganti setelah drama ayah yang super tega meninggalkan kekasih di hari ulang tahunnya itu. Setelah itu tak ada lagi drama cukup berarti. Semuanya normal-normal saja dalam hubungan ayah ini. Hari ini, sepatu boots dan jaket parka yang ayah bawa tidur sebulan yang lalu tengah dikenakannya. Ia tengah bersiap, hendak menjemput Nurhayati di kostanya. Hendak ke mana kah ayah dan kekasihnya hari ini? Ah, aku berat sekali menceritakan bagian ini. Walau bagian ini bukan bagian terburuk dalam kisah ini, namun bagian ini cukup membuat perasaanku tersayat.

  Baiklah, kali ini ayah dan Nur hendak pergi ke kota Semarang. Kota kelahiran kekasih ayah, Nurhayati. Ayah menjemput kekasihnya pada pukul 12:00 kiranya. Kelakson vespa ayah bunyikan seperti biasa. Dua kali, tanda dirinya telah tiba. Nur telah siap sempurna saat ayah tiba. Tanpa harus menunggu lama, ayah langsung menacap gas vespanya.

  Perjalanan itu memakan waktu tiga jam perjalanan. Ayah begitu bersemangat melakukan perjalanan ini. Selain ia ingin mengetahui lebih luas akan kota Semarang, momen ini adalah momen yang tepat untuk ayah bisa lebih dekat dengan keluarga dari kekasihnya. Tak perlu terlalu lama, aku ceritakan saja bahwa ayah dan kekasihnya itu telah tiba di rumah Nur. Lebih tepatnya, rumah ibundanya.

  Saat itu, kebetulan sekali ibu Nur sedang berada di rumah. Tak ada kerjaan di luar kota seperti biasanya. Sebab ayah yang sering bercakap melalui saluran telepon, dan ayah sempat bertemu dengannya saat Nur diwisuda dulu, ayah tak terlalu canggung saat memasuki rumah ini. Dan, memang semuanya berjalan baik di rumah ini. Ayah disambut dengan hangat dan ramah. Apalagi, ternyata ibu Nur memiliki selera humor yang cukup baik, yang ayah baru mengetahuinya. Ada sekitar empat pembantu di rumah itu. Semuanya menyambut kedatangan ayah dengan senyuman.

  Ayah tiba di sana kiranya pukul lima belas lebih. Ia langsung berebah di atas sofa, mengingat perjalanan tadi terasa cukup melelahkan. Meski banyak pembantu di rumah itu, tetap, secangkir kopi di hadapan ayah masih dari racikan kekasihnya. Kekasih ayah menemani ayah di ruang tamu, di sofa itu. Nur sempat memijat tubuh ayah.

  Petang menjelang. Akhirnya ayah pergi mandi, membersihkan tubuhnya. Percaya atau tidak, ini adalah waktu terlama ayah berada di kamar mandi, di sepanjang hidupnya. Memang, kamar mandinya sangat nyaman. Beberapa fasilitas yang membuat ayah betah berada di dalamnya. Kamar mandi itu terletak di dalam kamar tidur. Jadi, kamar itu pula yang akan ayah gunakan untuk meluruskan pinggang, tempat istirahatnya.

  Rumah megah, dengan interior dan fasilitas mewah. Walalu kamar mandi itu membuat ayah betah, rumah megah itu rupanya tak cukup membuat ayah merasa nyaman. Sebab, memang tak ada sama sekali hal-hal yang berbau musik di rumah itu. Mungkin ibunda Nur memang tak terlalu suka musik. Akhirnya, ayah hanya mendengarkan musik melalui ponselnya. Kegiatan mendengarkan musik itu ayah lakukan seuisai mandinya, sembari berleyeh-leyeh di atas kasur kamar.

  Kiranya pukul 20:00, kekasih ayah memanggilnya.

"Yang, makan yuk?"

"Oh, iya, hayu, Sayang."

  Kekasih ayah melangkah lebih dulu. Ayah mengikuti langkah kekasihnya dari belakang, sampai mereka pun tiba di ruang makan. Ruang makan cukup besar, dengan meja makan yang besar pula. Di atas meja, hidangan makan malam tersaji, berjejeran, membuat sesak meja makan. Ayah menarik salah satu kursi di meja makan itu, di samping kekasihnya. Kekasih ayah lantas menyiapkan nasi dan lauk di piring ayah. Ayah mulai heran. Mengapa kekasih ayah langsung menyiapkan makanan itu di piring ayah, tanpa menunggu ibunya terlebih dulu?

"Gak nunggu mama, Yang?"

"Oh, enggak. Dia makannya nanti malem."

"Kita makan berdua aja?"

ELEANOR IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang