Seperti hari ini, ia akan berpetualang ke salah satu curug atau air terjun yang terletak di tengah area hutan.
Pada pukul 08:00, kiranya ayah dan semua teman kampungnya itu telah berkumpul. Menikmati kopi terlebih dulu, sembari menyiapkan beberapa perlengkapan sebelum memulai perjalanan mereka. Pukul 08:45, mereka telah siap melakukan perjalanan petualangan itu. Perjalanan dimulai. Mereka mengguankan sepeda motor, beriringan dan berboncengan. Hanya ada 3 sepeda motor dengan 2 orang berada di atas masing-masing joknya. Di awal perjalanan, mereka memasuki sebuah perkampungan, yang mana memakan waktu hampir satu jam perjalanan dari kota ayah di Batukaras. Sepanjang perjalanan menuju perkampungan tersebut sering kali disuguhi pesawahan yang terbentang sejauh mata memandang. Padinya yang hijau kekuning-kuningan membuat segar setiap mata memandang. Sesekali aliran air sungai pun mereka jumpai. Hingga, tibalah mereka di ujung perkampungan, yang mana perkampungan tersebut adalah pintu masuk area hutan.
Warga Jawa Barat memang terkenal ramah dan baik hati, sehingga ayah dan semua temannya tak ada sedikit pun rasa khawatir saat mereka hendak menitipkan kendaraan mereka di salah satu rumah warga. Sang pemilik rumah pun tersenyum. Memang tak tergambar sedikit pun rasa keberatan saat ayah dan temannya menitipkan kendaraan mereka padanya. Sang pemilik rumah mengucap hati-hati kepada ayah dan semua teman yang hendak memasuki area hutan. Kendaraan terparkir, semua orang mendapat bagian membawa peralatan dan perlengkapan. Satu per satu langkah mereka mulai memasuki area hutan dengan doa bersama sebelum mengawali langkah tersebut.
Hutan belantara. Pohon-pohon raksasa menjulang langsung menyambut mereka. Jalan hanya setapak. Sisi kiri dan kanan berdinding semak belukar juga ilalang. Tak sedikit hewan liar yang masih berkeliaran di hutan itu. Seperti babi hutan, ular, ataupun tupai. Bahkan burung-burung yang beterbangan di atas kepala mereka pun masih beraneka ragam. Belum sampai setengah perjalanan, langkah mereka harus terhenti. Ada sebuah saung, yang mana terdapat seorang kakek tua yang tengah mengembala kerbau-kerbaunya di saung itu. Mereka pun menghampiri si kakek. Sang kakek terlihat senang disambangi oleh enam anak muda ini. Hingga, kakek pun menyuguhkan teh panas dari termos perbekalannya. Ayah banyak berbincang dengan si kakek. Katanya, seperti inilah kegiatan hari-harinya. Setelah ditinggalkan sang istri, kakek memang hanya ditemani oleh kerbau-kerbaunya. Sebelumnya kerbau-kerbau ini selalu di dalam kandang, dan kakek selalu menyuruh orang untuk mencarikan pakannya. Namun, mungkin karena rasa kesepiannya, sejak itulah kakek mulai mengembala kerbau-kerbaunya sendiri. Ayah terharu mendengarnya. Namun, memang begitulah kehidupan. Kita memang tak bisa sepenuhnya menggantungkan harapan untuk bisa terus hidup berdampingan atau ditemani oleh orang yang kita sayangi. Suatu saat semuanya akan pergi. Entah kita yang meninggalkan, atau justru kita yang ditinggalkan. Dan, jika memang kita yang ditinggalkan seperti kisah kakek ini, mulailah untuk berteman dengan alam atau makhluk lainnya. Semuanya sama. Tak hanya manusia, semua makhluk hidup pun dapat memberi energi baik untuk kita, yang membuat kita tak akan merasa sepi dan hidup seorang diri.
Setengah jam, kiranya ayah dan temannya berada di saung si kakek. Mereka bahkan sempat bermain bersama para kerbau gembala sejenak. Mentari mulai terik meski berada di tengah hutan. Karena perjalanan yang masih cukup panjang, setelah setengah jam itu mereka kembali memulai perjalanannya. Selain burung yang mereka jumpai di awal perjalanan tadi, kali ini mereka berjumpa babi hutan. Otomatis, semua pun lari terbirit-birit, khawatir sang babi akan mengerjar mereka. Semua ngos-ngosan, terhenti di bawah pohon jambu mete yang tengah berbuah lebat. Salah satu dari teman ayah lantas memanjat pohon tersebut. Memetik beberapa buah matang yang berwarna merah kekuning-kuningan. Ia jatuhkan satu per satu buah yang dipetiknya. Temannya yang lain, termasuk ayah, menadah di bawah. Menangkap buah-buah jambu mete itu. Di tengah rasa lelah setelah berlari karena babi hutan tadi, jambu mete yang segar dipetik langsung dari pohonnya ini terasa begitu nikmat. Pelepas dahaga. Karena terlalu banyak buah jambu yang teman ayah petik, buah jambu itu pun tak semua mereka nikmati di sana. Sisanya mereka bekal untuk di curug nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR II
RomanceLanjutan dari ELEANOR "Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal."