Tepat 24 jam setelah kegiatan masak memasak ayah dan Nur, hari ini ayah baru saja tebangun. Ia kesiangan. Ini adalah hari di mana Nur diwisuda. Menatap jam bergambar salah satu cover album The Beatles di dinding kamar ayah, ayah terkesiap saat mengetahui jarum jam telah menunjuk angka sepuluh. Ia pun lekas mandi.
Hanya lima menit di kamar mandi, ayah segera berpakaian. Mengenakan flannel. Lengan flanel ia gulung seukuran setengah lengannya. Rambut disisir jari, sepatu fantopel merah maroon, tak lupa jaket parka andalan. Ayah melangkah menuju parkiran kontrakan untuk memanaskan mesin vespa. Ayah lantas kembali ke dalam kontrakan. Ia mengintip kamar Ipin. Sempurna, Ipin telah terbangun sesuai terkaannya.
"Ka mana euy?" Tanya Ipin. Saat mengetahui kepala ayah mengintip, menjorok dari balik pintu ke dalam kamarnya.
Ayah nyengir. "Kopi euy?" Melirik kopi di hadapan Ipin.
"Masuk be!"
Ayah memamerkan sepatunya.
Ipin menarik napas dalam. Ia pun beranjak, membawa gelas kopinya untuk menghampiri ayah di balik pintu kamar.
Ayah mneyeruput kopi itu. Kiranya dua tegukan. "Nuhun nya?" Berterima kasih kepada Ipin, ayah berbalik kanan, kembali melangkah menuju parkiran kontrakan.
"Tiati, Ple!" Teriak Ipin, tiga detik setelah ayah melangkah meninggalkannya.
"Siap, Joy!" Balas teriak ayah.
Dengan kecepatan tinggi, ayah memacu laju vespa. Kondisi jalanan tak terlalu ramai, namun terik mentari yang semakin tinggi membuat keringat ayah sedikit bercucuran. Lima belas menit, kiranya waktu perjalanan ayah menuju gedung tempat di mana Nur diwisuda. Ayah memarkir vespa di parkiran gedung, di lantai paling bawah. Ia melangkah menuju ruangan tempat acara wisuda itu berlangsung. Terlihat, kekasihnya tengah bersua foto bersama teman-temannya. Tepat di belakang kekasihnya itu, duduklah seorang wanita setengah tua yang terlihat cantik dan juga anggun. Tak salah lagi, itu pasti ibunda Nur. Wajahnya begitu persis dengan kekasih ayah ini. Ayah pun menghampiri kekasihnya. Mengucap selamat atas dikenakannya toga dan piagam yang digengamnya. Meski masa perkuliahan telah berlalu, ayah berpesan kepada kekasihnya agar jangan pernah lepas dari buku-buku. Satu langkah menuju fase berikutnya, ayah berdoa semoga impian dan tujuan hidup kekasihnya ter-Ridhai, Dilancarkan, dan Dimudahkan semua jalannya. Kekasihnya mengucap terima kasih dan memeluk ayah. Setelah itu, ia pun akhirnya mengenalkan ayah kepada ibunya. Sebelum pertemuan ini, sempat beberapa kali ayah berbincang bersama ibu Nur melalui saluran telepon. Sempat sedikit grogi, namun karena beberapa pembicaraan di telepon itu membuat ayah bisa langsung akrab dengan sang ibu.
Sepuluh menit, kiranya ayah bercengkrama bersama ibu Nur. Tiba-tiba ibu Nur pamit kepada ayah dan juga anaknya. Katanya, ia harus segera pergi untuk menemui kliennya. Cukup mengejutkan. Ternyata semua yang dibicarakan Nur akan keluarganya itu memang benar adanya. Nur hanya mengangguk dan tersenyum ikhlas pada sang ibu. Ayah bengong. Hingga, kebengongan ayah itu diakhiri dengan sang ibu yang hendak menyalaminya. Ayah terkesiap keget, segera menyalami sang ibu.
Pundak sang ibu semakin jauh meninggalkan anaknya yang tengah diwisuda. Ayah menatap kekasihnya. Kekasihnya menatap balik. Mata mereka beradu. Nur tersenyum kepada ayah. Ia berucap perlahan, "Gakpapa." Lantas, Nur pun mengajak kekasihnya itu berfoto bersama.
Hanya satu jam, kiranya ayah berada di tempat acara di mana Nur diwisuda. Nur mengajak ayah pulang. Ia tak tahan dengan jubah yang membuatnya begitu gerah. Ayah mengangguk. Ia pulang menuju kontrakan, berboncengan bersama seorang perempuan yang baru saja tersemat gelar sarjana di akhir namanya. Kekasihnya.
Setibanya di kontakan, ayah melangkah menuju kamar Ipin sebab kekasihnya hendak berganti pakaian di kamarnya. Kali ini, ayah tak hanya diam di balik pintu kamar seperti tadi. Ia memasukinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR II
RomanceLanjutan dari ELEANOR "Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal."