#31

16 2 0
                                    

 Malam ini adalah malam yang membuat bintang sia-sia bersinar bertebaran. Bulan sia-sia bergantung bundar. Esok pun tak ada guna lagi mentari terbit. Tak ada guna lagi pula burung-burung berkicauan. Sebab di malam ini dunia ayah sempurna berakhir. Sudah tak ada gunanya lagi hari-hari yang akan ayah jalani. Sejak malam ini, ayah hidup namun tanpa memiliki lagi kehidupan.

  Jadi, sebelum malam ini tiba, siang hari, ayah dan Nur masih intens berkomunikasi. Baik telepon, maupun berbalas pesan singkat seperti biasa. Hingga petang menjelang, Nur tiba-tiba hilang. Nomor teleponnya sementara masih aktif. Satu, dua, pesan yang ayah kirim tak dibalasnya. Ayah masih berpikir positif. Barangkali Nur tidur, atau mungkin sedang ada pekerjaan. Ataupun memang kesibukan lainnya. Ayah memilih untuk bermain gitar pada saat itu. Baru saja ayah hendak memainkan satu lagu, di tengah lagu yang tengah ayah mainkan, tiba-tiba saja senar gitar itu putus. Entah kenapa, padahal minggu lalu ayah baru menggantinya. Dari sana, ayah mulai berpikir aneh. Senar yang putus itu memang sempat menampar pipinya, yang membuat ayah seketika terkesiap dan langsung tertegun.

  Lima menit termenung, ayah kembali mengecek ponsel, siapa tahu Nur sudah membalas pesannya tadi. Ponsel ayah bersih akan pemberitahuan. Dengan latar belakang layar ponsel bergambar John Lennon, gambar tersebut tak terhalagi sedikit pun bagiannya oleh pemberitahuan masuk. Baik telepon atau pesan singkat, hanya angka jam dan tanggal tertera di layar itu. Mengetahui hal itu, ayah pun mengirim pesan berikutnya kepada Nur. Ia bertanya akan keberadaan dan sedang apa Nur saat itu.

  Lima belas menit menunggu, balasan yang ayah tunggu tak juga hadir di layar ponselnya. Akhirnya ayah coba meneleponnya. Kiranya, dua kali, saat itu ayah meneleponnya. Nomor yang ayah hubungi memang masih aktif, namun si pemilik nomor memang tak mengangkat panggilan telepon itu. Dari sini ayah mulai merasakan adanya kejanggalan. Akan sangat mustahil dengan Nur yang tak mau mengangkat telepon dari ayah. Dari saat masih berpacaran dulu, memang Nur yang selalu menelepon ayah. Dan, ia akan senang jika ayah mengangkat teleponnya. Setelah kepergian Nur beberapa minggu lalu, oh, iya, hari ini adalah minggu ke tiga setelah kepergian Nur meninggalkan ayah dan kota Jogja. Selama itu, ayah dan Nur bergantian menelpon, bahkan mungkin ayahlah yang lebih sering menelepon Nur. Jika ayah yang meneleponnya, Nur selalu girang. Ia akan sangat senang. Nada sambungan telepon pun tak pernah lebih dari empat kali berbunyi. Tak pernah lebih dari itu, Nur pasti sudah langsung mengangkatnya. Secepat itu. Tak pernah lebih dari empat kali. Dan, mungkin bila bunyi yang hingga empat kali pun itu Nur gunakan untuk berlari, meraih ponselnya. Ya, ia akan sangat senang jika ayah meneleponnya. Berbeda dengan petang ini, nada sambungan telepon habis hingga dua kali panggilan. Dan itu pun tanpa adanya jawaban. Bagaimana ayah tak merasa heran? Ayah mulai gelisah dan bertanya-tanya akan kabar dan keberadaan Nurhayati. Namun, ayah masih mencoba bersikap tenang, setenang-tenangnya. Setelah dua panggilan tadi, ayah kembali mengirim pesan kepada Nur.

"Yang, kamu gakpapa? Aku hubungin kamu susah dari tadi. Kamu baik-baik aja kan? Yang, kalau bisa kabarin aku dulu. Aku khawatir. Kalau ada apa-apa bilang sama aku. Tolong sempetin kirim pesan satu aja tentang keberadaan dan kabarmu. Aku sayang kamu." Isi pesan yang ayah kirim saat itu, setelah dua panggilan telepon yang tak diangkat Nur.

  Merasa amat gundah dan gelisah, ayah pun memilih pergi mandi. Siapa tahu badan dan pikirannya bisa lebih segar. Ayah mandi. Di kamar mandi, rupanya ayah masih memikirkan kabar dan keberadaan Nur. Ayah mulai menerka-nerka dengan apa yang sedang Nur lakukan.

  Tak sampai sepuluh menit ayah di kamar mandi. Seperti biasa, asal semua persyaratan mandi telah dilakukan, ayah pasti menyudahi tanpa pernah memikirkan sisi kebersihannya. Seusai mandi, ayah meraih ponselnya kembali. Latar belakang layar ponsel yang bergambar John Lennon pun masih hanya ditemani angka jam dan tanggal seperti tadi. Ayah menggeletakan kembali ponselnya. Ia memutar piringan hitam, menyeduh kopi, ayah termenung di kamarnya.

ELEANOR IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang