Empat hari, lamanya Nur terbaring sakit di kamar kostnya. Ayah menemuinya hanya saat ia mengantar makanan. Itu pun sesekali.
Hari ke lima setelah kepulangan Nur dari RSCC, ayah masih tertidur di kamar kontrakannya. Dua hari sebelum itu Abaw telah berada di kontrakan. Seperti biasa, kekasih ayah datang membawa sarapan yang akan dinikmati pada jam makan siang. Masakannya.
"Bangun, Yang!" Untuk ke empat kalinya kalimat itu diucap Nur. Membangunkan kekasihnya, dengan menggoyangkan pundak ayah.
Ayah terbangun. Perlahan, membuka matanya. "Ih, udah sembuh?" Tanyanya. Girang, saat mengetahui kekasihnya berdiri di hadapannya.
"Orang aku gak sakit. Yang sakit itu kamu. Cuci muka sana, kita makan!"
"Asyik. Masak apa euy?"
"Masak ayam goreng aja sama tumis kangkung. Soalnya tadi ke toko sayuran udah pada abis, Yang."
"Iya, gak apa, Sayangku." Ayah melangkah menuju kamar mandi, hendak mencuci muka. Langkahnya terhenti saat berada persis di depan kamar Abaw. "Joy, hayu makan!" Ia mengajak Abaw untuk ikut menyantap masakan kekasihnya.
Abaw mengangguk. Ia mengikuti lagkah ayah setelah ayah kembali dari kamar mandi. Nur tengah menyiapkan makanan untuk ayah di salah satu piring.
"Abaw, ambil sendiri ya?" Seru Nur kepada Abaw. Tersenyum.
"Lah, kenapa gak kamu siapin juga, Yang?" Tanya ayah pada kekasihnya.
"Aku gak bisa, Sayangku. Lagian gak tahu juga porsi Abaw."
Abaw tertawa. "Ple, Ple. Ya, gak bisa atuh, Ple. Gak etis. Dia kan pacar kamu."
Ayah hanya tertegun tak mengerti. Mungkin ayah berpikir, apa susahnya menyiapkan piring untuk Abaw sekalian? Tapi, yaudah juga sih. Walaupun menurut ayah itu biasa saja, tapi mungkin pada umumnya hal tersebut memanglah ganjil dan ayah baru mengetahuinya.
Ayah, Nur, dan Abaw sangat menikmati kegiatan santap makan itu. Ternyata Nur pun membawa petai goreng di salah satu wadah yang ia bawa. Tentu, petai adalah kesukaan ayah dan juga Abaw. Termasuk aku. Mungkin darah Sunda memang wajib menjalin keakraban dengan buah yang sering dijadikan lalapan satu ini. Bahkan, ayah pun pernah bercerita padaku, saat ayah touring vespaan di Lombok dulu, sebab ban depan vespa ayah hampir lepas, ayah harus terpisah dengan rombongannya. Akhirnya, ayah menepi di salah satu stasiun pengisian bahan bakar, berharap ada mesin atm di pom tersebut. Kebetulan sekali ayah yang memang tak memegang uang cash. Namun hasilnya nihil. Tak ada satu pun mesin atm di pom bensin itu. Bingung dengan apa yang harus ayah perbuat, tak tahu seberapa jauh mesin atm itu berada dan vespanya pun sudah tak memungkinkan lagi untuk dikendarai, akhirnya ayah hanya bengong bego di pom bensin itu. Larut dalam kebingungan membuat ayah merasakan kontrasi pada sistem pencernaannya. Ia ingin buang air besar. Ayah melangkah menuju toilet pom bensin. Semua pintu toilet tertutup, membuat ayah harus rela mengantre.
Tak lama, salah satu pintu toilet di hadapannya terbuka, mengeluarkan seorang pria dari baliknya. Dengan cepat, ayah memasuki toilet tersebut. Persis sedetik setelah ayah berada di dalamnya, ayah dibuat pengap dengan aroma toilet yang sangat tak asing baginya. Ya, aroma petai menyiram seluruh ruangan toilet. Ayah mengurungkan niat untuk buang air besar. Dengan cepat, ia berbalik kanan, berlari mengejar langkah si pria tadi.
Setelah langkahnya sejajar, ayah pun menegur pria yang telah menyebabkan aroma toilet yang hendak ayah gunakan itu bau petai. Namun, ayah menegurnya bukan karena kesal. Ayah justru merasa begitu senang sebab dalam terkaannya kemungkinan besar pria tersebut adalah orang Sunda. Dan, ternyata memang benar. Pria tersebut memang orang Sunda. Ayah mengucap syukur dalam-dalam. Sakit perut seketika hilang, girang bukan kepalang. Di Nusa Tenggara Barat, tanah yang jauh dari tanah Sunda, di saat ayah tengah kebingungan, berkat aroma petai di toilet itu ayah dipertemukan dengan orang yang satu daerah dengannya. Seperti bertemu saudara sendiri. Dan, akhirnya pria itulah yang membantu ayah mencarikan bengkel untuk vespanya. Bahkan, pria itu pula yang membayar ongkos bengkelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR II
RomanceLanjutan dari ELEANOR "Aku kangen banget, Yang. Tunggu aku di sana ya? Nanti, di sana, kita bisa sama-sama lagi. Hidup bahagia di kehidupan yang maha hidup. Kekal."