I AM ZORRO

13.1K 1.8K 53
                                    

Berdiri di teras lantai dua rumah Conrad, tempat dia menginap, Robin menatap lalu lalang manusia di bawahnya. Dua hari di Sciacca, dia mulai terbiasa dengan hiruk pikuk pembicaraan antar lelaki atau antar lawan jenis. Matanya berbinar menatap budaya yang sungguh berbeda dengan negaranya, Inggris.

Di Inggris, umumnya pembicaraan yang dilakukan di tempat ramai hanya berupa basa-basi mengenai cuaca, tujuan perjalanan, dan hal ringan lainnya. Sementara, di sini tidak ada batasan dan tata krama yang kaku. Para lelaki benar-benar menyuarakan pikirannya dengan lantang. Mereka berdiskusi mengenai masalah pribadi, atau dengan kentara merayu para perempuan, bahkan tidak segan langsung baku hantam di jalan, jika ada hal yang menyinggung.

Karena dia sendiri bukan tipe lelaki yang lemah lembut seperti sahabatnya George, atau gentleman sekaku Nicholas, Robin bisa mengerti keterusterangan para lelaki itu. Lihat saja, para senorita Sisilia yang berlalu lalang di bawah sana memiliki kecantikan alami. 

Harus diakuinya, perempuan Sisilia adalah makhluk yang sangat seksi. Meskipun tanpa bedak dan riasan berwarna, perempuan Sisilia memiliki rasa percaya diri tinggi. Kulit yang kecoklatan terbalut busana yang menggiurkan berupa korset longgar yang menampakkan kemolekan tubuh, serta gaun ruffle tanpa crinoline—yang mengingatkan Robin akan pertemuan pertamanya dengan Andara dulu, di bawah tribune pada The Windsor Derby.

Sayangnya, Robin sangat yakin Ibu tidak akan sepemikiran dengannya mengenai perempuan di sini. Dowager Duchess of Windsor pasti akan mengatakan bahwa Sisilia adalah negaranya kaum barbar. Jika Ibu tahu di mana dia sekarang, janda tua itu pasti akan menariknya pulang ke Windsor untuk dicuci otak. Robin tergelak karena pemikirannya.

"Apa yang begitu lucu, Your Grace?" tanya Conrad begitu kakinya melangkah keluar dari ruang keluarga di belakang teras. Robin menyesap campuran kopi dan susu sapi segar yang disiapkan Florensia—kakak ipar Conrad—sambil menatap joki muda itu mendekat.

"Ah, Your Grace, Duke of Sciacca?" sindir Robin dengan senyum terkembang, ketika Conrad berdiri di sampingnya.

"Sudahlah, jangan menggodaku terus. Aku minta maaf karena memanfaatkan keberadaanmu, Your Grace. Itu kulakukan agar orang tua dan saudara-saudaraku tidak marah dan mengusirku karena pergi terlalu lama.  Paling tidak, mereka cukup senang mendengar kesuksesanku, meskipun itu palsu. Kuharap, kau tidak tersinggung."

Robin tertawa. Dia setuju dengan pendapat Conrad, gelar jenis apa pun memang hanya berarti jika digunakan dalam kehidupan sosial.

"Jangan khawatir, aku tidak tersinggung. Jika bisa, aku rela memberikan gelar duke-ku padamu, dan melihat apakah kau bisa tahan dengan Ibu." Robin kembali tergelak ketika membayangkan ibunya menyiksa Conrad yang malang. "Ini antar kita saja, Conrad. Di sini, kau boleh memanggilku dengan nama, aku tidak ingin keberadaanku terlalu menyolok."

"Benarkah? Kau terlalu baik, Robin, seharusnya dari dulu saja aku bekerja denganmu di Kastel Windsor," ujar Conrad menampakkan seringai yang sangat lebar.

Robin berdecih. "Jika itu terjadi, kau tetap akan menjadi orang miskin dari Sciacca. Kau tidak akan menjadi joki paling mahal se-Inggris Raya, Amico*. Sifat ambisius Nicholas untuk memenangkan derby-lah yang membentukmu hari ini. Seharusnya, kau berterima kasih padanya."

Conrad terkekeh dan mengangguk. "Kau benar."

Robin yakin joki itu mengerti apa yang dikatakannya, lelaki di depannya bukanlah orang bodoh. Itu yang membuat Conrad rekan perjalanan yang menyenangkan.

"Mengenai kau memamerkan gelarmu pada keluarga, aku bisa mengerti. Yang membuatku penasaran, mengapa kau juga memamerkan itu pada signora* Di Russo?" Pikiran Robin kembali membayangkan warna merah rambut signora Di Russo yang membingkai indah. 

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang