VISIT TO HARTINGTON

6.8K 1.1K 49
                                    

"Robin, please ...."

Erangan dari bibir tipis di depan, bagai pecut baginya untuk menggerakkan panggul lebih cepat, memompa kejantanannya lebih dalam. Robin menggeram, saat hampir menyentuh klimaks. Napasnya terengah seiring dengan keringat yang bercucuran.

"Please!"

Robin mendengar permohonan itu, tapi tidak meresponsnya. Sedikit lagi. Rahangnya mengetat, geraman tertahan sekali lagi lolos dari sela giginya. Sesaat sebelum sebelum nafsunya meledak, dia segera menarik diri dan membuang cairan itu di luar.

Sepasang tangan ramping memeluknya dari belakang, seolah tidak rela membiarkan udara malam menyelinap dan mendinginkan api asmara. Robin tidak memedulikannya, matanya terpejam, sibuk mengatur napas yang memburu. Setelah kondisinya lebih tenang, diempaskan lagi tubuhnya ke atas ranjang. Robin merasa eneginya baru saja disedot keluar oleh wanita yang tersenyum bahagia di sebelahnya. 

Ibu benar, dia memerlukan istri. Sampai kapan dia harus membuang benih di luar karena takut menghamili seorang wanita yang bukan miliknya.

Ruth Mayflower, baru berusia dua puluh tahun saat pertama kali naik ke ranjangnya. Setahun kemudian, wanita itu menikah dengan Viscount of Astor. Enam tahun telah berlalu, wanita itu tetap berkeras untuk naik ke ranjang dan ke atas tubuhnya.

Tentu saja ada jeda dua tahun, di mana Ruth tidak bisa datang, yaitu saat Robin kecelakaan dan wajahnya rusak. Pertemuan tidak sengaja di sebuah pacuan kuda Windsor, sekembalinya dia dari Sisilia tiga bulan lalu, membuat wanita nakal itu menghubunginya lagi. 

Sekarang, di sinilah mereka berada, memadu kasih dalam sebuah penginapan sederhana di pinggir kota, antara Maidenhead dan Windsor.

Ruth menelusuri jarinya di atas rusuk dadanya dan berkata, "Kau luar biasa, Your Grace. Kupikir, kecelakaan akan berakibat fatal pada ... keterampilanmu bercinta, tapi tidak. Kau yang sekarang, lebih bernafsu."

Robin menoleh dan terkekeh. Tatapan sayu yang memandangnya sekarang masih menyimpan nafsu yang belum terpuaskan. "Aku melihatnya di matamu tadi, Milady. Wajahku masih mengerikan, bukan?"

"Jauh lebih baik dari sebelumnya, hanya saja suasana hatimu yang murung membuat luka parut itu menakutkan. Robin yang kukenal dulu adalah lelaki humoris yang menggairahkan. Bukannya kau tidak menggairahkan sekarang, tapi ... ekspresi serius di wajahmu membuatku khawatir jika kau tidak lagi menikmati permainan cinta kita."

Dia tidak tahu harus merespon apa. Ruth benar, dulu Robin sangat menikmati permainan cinta dengan wanita itu. Dia bahkan pernah bersetubuh dengan Ruth dalam kereta kuda yang bergerak, atau di taman seorang bangsawan saat season berlangsung.

Sekarang, Ruth tidak lebih dari sekadar pelepasan nafsu. Saat memasuki dan memompa tubuh langsing itu, Robin tidak bisa membayangkan orang lain, selain Madeline. Pikiran itu menyiksa tubuhnya dan merobek-robek perasaannya.

"Terima kasih. Aku selalu menyukai kejujuranmu, Milady."

"Aku mencintaimu, Robin."

Netra abu-abu milik Ruth menyatakan seluruh perasaannya. Robin tahu wanita itu tergila-gila dengannya, tapi dia tidak menyangka jika itu adalah perasaan cinta. 

Dia berharap wanita berambut cokelat yang berbaring di sampingnya memiliki rambut merah dan kulit tubuh keemasan, seperti seseorang yang selalu hadir dalam mimpinya. Karena jika begitu, Robin tidak akan segan membalas kalimatnya dengan berkata bahwa dia juga mencintainya.

Hening yang berlangsung membawa pikiran Robin kembali ke saat dia selamat dari kepungan. Robin dan Conrad langsung menuju ke Marina di Sciacca. Hatinya berbunga-bunga saat membayangkan Madeline menyambut kedatangannya.

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang