ROCK, PAPER, SCISSOR

7.2K 1.2K 36
                                    

Syukurlah Guizeppe berhenti melawan. Begitu Robin melepaskan cekalan, lelaki itu langsung mengempaskan diri di kursi. Itu bagus, karena jika tidak, Robin akan mendudukkannya di kursi itu dengan paksa.

Raut wajah Guizeppe jelas menunjukkan rasa tidak senang karena tingkah lakunya, tapi Robin tidak peduli. Hatinya sudah cukup senang jika Guizeppe mau duduk dan meluangkan waktu untuk berbicara dengannya. Didudukkan dirinya di sebelah dan memperhatikan lelaki itu membereskan kertas gambar di atas meja. 

Itu berbahaya, tentu saja. Bagaimanapun seniman paruh baya di depan adalah orang asing yang tiba-tiba muncul di depan pintunya. Nicholas juga sudah memperingatkan dia melalui tulisan dalam surat agar sangat berhati-hati dengan siapa pun. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, Robin merasa lelaki kurus ini adalah orang yang baik.

Akhirnya meja kayu berpelitur itu bersih, meninggalkan hanya dua gelas berukuran sedang dan sebotol besar Sterga yang dibelinya dari Roberto. 

"Nah, kau puas? Mari minum!" tantang Guizeppe, tangannya terulur mengambil botol berisi cairan sewarna senja dan menuangkannya pada gelas. "Cheers!" Guizeppe membenturkan gelasnya ke gelas milik Robin di atas meja, kemudian menenggak habis isinya.

Robin menyeringai menatap Guizeppe yang sedang menyiksa diri sendiri karena merasa jengkel padanya. "Kau tahu, menenggak minuman beralkohol tinggi dapat membuatmu--"

"Mabuk? Ya, aku tahu, terima kasih sudah mengingatkan."

Suara tawa Robin menggema memenuhi ruangan, saat rona merah di pipi Guizeppe muncul. Sekarang, lelaki itu pasti merasa tenggorokannya terbakar dan tubuhnya gerah. Gantian Robin mengisi gelas Guizeppe. Setelah meletakkan kembali botol Sterga yang sekarang tiga per empat penuh, Robin mengambil gelas miliknya dan menyesap isinya perlahan.

"Kau pernah mengatakan bahwa penduduk Sisilia bukanlah orang yang gemar membaca, kenyataan bahwa legenda Robin Hood bisa digolongkan sebuah cerita yang rumit dan tidak mudah dimengerti, membuatku bertanya-tanya : Apakah legenda mengenai Robin Hood cukup digemari di sini, Guizeppe?"

"Tentu saja tidak. Meskipun, ceritanya fokus pada persahabatan antara Robin Hood dan kelompoknya, yang disebut Merry Man, legenda Robin Hood cukup rumit dan sarat dengan intrik politik."

Guizeppe memajukan tubuh dan menjangkau gelasnya, lalu mulai menyesap cairan beralkohol itu perlahan. Ekspresinya tampak lebih tenang ketimbang sebelumnya. Rupanya dalam tubuh kecil Guizeppe tersimpan emosi yang mudah tersulut dan padam dengan cepat.

"Sudah kuduga. Jadi, siapapun yang membacanya pastilah seseorang yang cerdas, bukan?" Guizeppe mengangguk setuju dengan perkataannya. "Kau tahu, Guizeppe, wanita berambut merah itu mengatakan kalau dia menyukai Robin Hood. Karena itu, aku menghadiahinya sebuah ciuman di pesta topeng malam itu."

"Oh--" Suara seperti desahan napas yang keluar dari bibir Guizeppe membuat Robin tergelak.

"Ya, betul, kami berciuman. Bukan jenis ciuman perkenalan, tapi sebuah ciuman panas, seolah wanita itu dikirimkan padaku untuk membangunkan sesuatu yang sudah mati di dalam sini." Robin menepuk dada kirinya. 

"Aku bahkan merasakan tekstur rambutnya dalam genggamanku dan menghirup wangi lemon yang sama seperti dari tubuhmu," lanjut Robin. Dia menghirup napas dalam-dalam dan mengembuskan dengan cepat. "Jadi, tolong ... jangan pernah kau katakan lagi, jika aku bermimpi."

Pandangan Guizeppe tampak kosong, seperti menembus ke pintu kaca di belakangnya. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, tapi Robin tidak ingin mengganggunya dan mengambil kesempatan baik untuk mengamati lawan bicaranya sekali lagi. 

Dia telah memperhatikannya dari samping tadi ketika lelaki itu sibuk dengan penjelasan mengenai desain untuk lantai tiga. Sekarang, ketika wajah Guizeppe benar-benar menghadapnya, Robin harus mengakui bahwa Roberto benar, kulit Guizeppe bercahaya.

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang