AT THE DINNER

7.7K 1.1K 14
                                    

Hari sudah sore saat kereta kuda tiba di Windsor. Sesampainya di tangga teratas menuju pintu utama Kastel Windsor, Madeline menunggu, sementara Robin mengetuk pintu kembar dari kayu jati yang berdiri kokoh di hadapan mereka.

Seorang pelayan bertubuh gempal tanpa rambut segera membukanya. Ekspresi terkejut jelas tergambar di raut wajahnya ketika berkata, "Your Grace, kau pulang membawa--"

"Ini calon pengantinku, Dave."

"Oh, my. Haruskah kupanggilkan Lady Marie?"

"Tidak, tolong jangan," ujar Robin cepat. "Aku yang akan menemuinya nanti. Tolong siapkan kamar di sebelah kamarku, kami ingin beristirahat setelah perjalanan panjang dan tidak ingin diganggu."

"Baiklah. Tapi, aku tidak berjanji, jika Lady Marie mengetahui kedatanganmu dan ... siapa namamu, Milady?"

"Madeline. Madeline di Russo." Madeline mengangguk halus pada lelaki yang rupanya adalah pengurus rumah tangga Kastel Windsor. 

Dave membalas anggukannya. "Ah, nama yang unik. Baiklah, segera kusiapkan. Untuk sementara, kuharap ruang perpustakaan akan jadi tempat yang tepat untuk menunggu. Bagaimana, You Grace?"

"Ya, tentu. Kabari kami jika kau sudah selesai."

Dave pergi berlawanan arah dengan Robin yang menggandeng tangan Madeline melintasi koridor. Deretan lukisan nenek moyang keluarga Redford dalam lukisan besar membuat Madeline terpana. Leluhur Redford semuanya memiliki rambut pirang dan bola mata sebiru batu emerald. Ketampanan yang tidak terbantahkan mereka menurun dalam darah Robin.

Menatap wajah lelaki itu dari samping, Madeline sungguh menyayangkan kecelakaan yang dialami Robin hingga berakibat cacat pada wajah dan fisiknya. Jika itu tidak pernah terjadi, mungkin Duca di Windsor saat ini sudah menikah dan memiliki anak-anak yang tampan dengan seorang lady yang terhormat. Kemudian, Madeline buru-buru menepis pikiran yang membuatnya cemburu.

"Masuklah." Madeline terkejut saat tangan Robin merangkul lembut dan menggiringnya masuk ke dalam ruangan bernuansa merah.

Netra hitamnya terpukau dengan desain interior ruang perpustakaan Kastel Windsor. Sinar senja yang masuk dari jendela besar di depan, menyalakan warna merah dari kayu Mahogani dalam bentuk furnitur pada interiornya. Buku beraneka warna tersusun rapi pada lemari yang menempel di sisi dinding, sementara di depan Madeline, terdapat sofa besar dari kulit sapi yang terlihat nyaman.

"Robin ... ruangan ini indah sekali."

Robin maju sambil memperkenalkan isi ruangan. "Sudah kuduga kau akan menyukainya. Buku apa yang kau inginkan, Milady? Di sini terdapat buku pengetahuan hingga fiksi yang tertulis dalam beberapa bahasa."

"A-aku belum tahu, Your Grace."

"Nah-nah, kau menggunakan gelar panggilanku lagi."

"Kurasa itu tidak berlebihan. Tiba-tiba aku merasa kecil dan tidak berarti, seperti semut dalam kastel besarmu." Matahari yang turun membuat suasana lebih temaram, Madeline menikmati warna netra yang menyala menatapnya. 

"Karena kau di kastelku, mari buat peraturan. Setiap kali kau memanggilku dengan gelar, aku akan menciummu, tidak peduli jika itu terjadi di muka umum."

"Oh, tidak. Kau tidak bisa menjebakku seperti itu, Your Grace."

"Oops! Kau menginjak perangkapku." 

Lelaki itu menarik pinggang Madeline cepat. Sebelum dia sempat berpikir, satu tangan yang diletakkan dibelakang leher Madeline, mengarahkan agar kepala bermahkota merah itu mendongak untuk menerima ciumannya. Robin hanya melakukannya satu kali, sebelum menarik mundur bibirnya dengan malas.

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang