NIGHT AT ERICE

8.8K 1.3K 13
                                    

Madeline baru saja hendak memejamkan mata, saat pendengarannya menangkap suara ketukan di pintu. Sepertinya waktu sudah lewat tengah malam, siapa yang mungkin mengetuk pintu kamarnya? 

Awalnya dia berpikir mungkin suara itu berasal dari kamar sebelah, karena seperti yang dikatakan Sofia sebelum meninggalkan ruangan, sahabatnya tidak berencana kembali ke kamar malam ini. Jadi, entah apakah bibir Sofia telah menemukan seorang Don Juan, atau mungkin dia berniat merayu Duca di Windsor, seharusnya siapa pun yang berada di luar pintu itu bukanlah Sofia.

Memikirkan itu, Madeline kembali memejamkan mata. Namun, semakin lama ketukan di pintu menjadi lebih cepat dan mendesak. Dan dapat dipastikan, itu berasal dari pintu kamarnya. 

Sendirian tanpa teman, di penginapan yang jauh dari mana pun membuat tubuhnya gemetar. Ditambah pakaian yang dikenakannya saat ini hanyalah gaun tidur terusan tanpa apapun di baliknya, membuat perasaannya was-was.

Namun, jika dibiarkan, ketukan itu mungkin saja menjadi semakin keras dan dia takut akan membangunkan seisi orang dalam penginapan. Jadi, Madeline segera bangkit dari ranjang. Langkahnya berjingkat-jingkat di atas lantai kayu, berusaha meredam derit halus yang menyertai setiap injakan.

Segera disambarnya jubah tidur dalam perjalanan menuju ke pintu, lalu dipakainya untuk melapisi pakaian yang menempel. Madeline berdeham untuk membersihkan tenggorokannya sebelum mengeluarkan suara ala Signore Guizeppe untuk bertanya, "Siapa itu?"

"Berengsek, Maddy, cepat buka pintunya!"

"Oh, ya, ampun!" jerit tertahan keluar dari bibir Madeline, ketika mendengar suara yang dikenalnya.

Desis kasar Angelo yang menembus dari sela-sela pintu kayu, membuat Madeline segera memutar kunci dan membukanya sedikit. Dia takut Robin mungkin mengikuti Angelo dari belakang. 

Namun, Tangan Angelo segera mendorong pintu itu, membuatnya mundur selangkah. Sebelah tangan lelaki itu melingkar di pinggang Sofia dan menyeret wanita itu masuk, sebelum menutup pintu di belakangnya.

Mata Sofia membuka setengah, menyeringai penuh arti, kemudian langkahnya maju dengan cepat ke arah Madeline. Wanita itu segera melingkarkan tangannya ke leher Madeline. Bau minuman keras tercium dari napasnya yang memburu.

"Signore Guizeppe! Ke mana saja kau selama ini? Ngomong-ngomong, kau terlihat muda dan ... tampan. Dan, rasanya aku ingin—" Bibir dengan pewarna yang berantakan mengerucut dan mendekat untuk menciumnya.

Madeline segera menghentikan bibir merah itu dengan tangannya dan merasa geli ketika Sofia mencium telapaknya dengan bernafsu. "Sofia! Oh, mio Dio! Apa yang terjadi padanya, Angelo?"

Angelo, yang melihat Madeline kewalahan dengan kelakuan Sofia, tertawa cekikikan sambil memegangi perutnya. "Temanmu mabuk. Mabuk parah! Apa kau sempat mendengar keramaian tadi?"

"Tidak, aku tenggelam dalam bacaanku."

"Temanmu menggila. Dia menari di atas meja bar, menaiki paha beberapa lelaki, dan menghujani mereka dengan ciuman. Tentu saja para lelaki di bawah kesenangan. Mereka memainkan musik lebih keras dan lebih cepat lagi untuk memancing emosinya. Jika tahu Sofia akan seperti itu, aku tidak akan menawarinya tequila," terang Angelo, kemudian lelaki itu kembali tertawa sambil berjalan ke kursi di depan meja rias. Lelaki itu duduk di sana mengawasi mereka dengan kaki terlipat.

"Hei, hentikan itu, Sofia," hardik Madeline ketika pelukan sahabatnya semakin ketat. Ekspresi wanita itu berubah dari mesra menjadi cemberut. Dengan kesal, dientakkan kakinya sebelum melepaskan pelukan. Sofia bergerak menjauh dengan langkah terhuyung. 

Setelah melihat Sofia ambruk di atas ranjang dengan setengah tubuh menjuntai, Madeline kembali menatap kakaknya. "Bagaimana dengan Robin?"

"Dia korban pertama Sofia." Lagi-lagi tawa cekikikan keluar dari bibirnya, lalu setelah napasnya kembali, Angelo berkata, "Tapi jangan khawatir, Maddy. Meskipun Duca di Windsor tampak terkejut, lelaki itu sungguh seorang gentleman.

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang