TO FIGHT FOR LOVE

7.7K 1.2K 32
                                    

"Perasaanku tidak enak, Conrad," bisik Robin di tengah hiruk pikuk suasana dalam ruang keluarga Conrad. Hari sudah hampir tengah malam, tapi sepertinya mereka semua enggan beranjak setelah menghabiskan kudapan manis buatan ibu Conrad.

"Jangan khawatir, Your Grace. Kau lihat anggota keluargaku bertubuh besar. Mereka sudah berjanji padaku akan melindungimu."

Sejak ayah mereka sakit, ibunya tidak memperbolehkan anak, menantu dan cucunya pulang. Beruntung, kemarin wanita tua yang besarnya tiga kali tubuh Robin memberi ijin pada Conrad untuk menjemputnya. Jika tidak, mungkin sekarang dia telah berada dalam peti kayu yang sekarang dijadikan meja tamu tempat menaruh makanan kecil, gelas-gelas bekas dan ceret besar berisi kopi.

Jadi, di sinilah Robin berada, di tengah kurang lebih tiga puluh orang anggota keluarga Conrad yang kebanyakan adalah lelaki bertubuh besar bak pegulat. Ayah Conrad yang kurus akibat sakit paru-paru tahunan yang diderita, sungguh mahir bermain gitar. Alat petik yang bersenandung indah itu seakan bermain sendiri saat berada dalam genggamannya, menarik beberapa pasangan berdiri dan mulai berdansa.

Robin menemukan sungguh ajaib bahwa kesehatan ayah conrad membaik setelah seluruh keluarganya berkumpul, mungkin pak tua itu hanya kesepian. Jika suatu hari nanti dia menikah dengan wanita pujaan hatinya, Robin menginginkan sebuah keluarga besar dan harmonis seperti keluarga Conrad.

Robin terkesiap. Hei, dari mana datangnya pikiran gila itu?

"Bukan begitu, Conrad. Aku khawatir ... mungkin, Madeline tidak di Sciacca. Mungkin, dia sudah pergi jauh bersama Angelo. Mungkin,--" 

Mereka telah membuat rencana untuk memancing Madeline agar keluar dari persembunyian, kemudian merampas amplop itu, tapi ... bukan isi dalamnya yang Robin khawatirkan, tapi kemungkinan bahwa dia tidak akan bertemu dengan Madeline lagi. Dia sudah memutuskan untuk kembali ke Inggris demi keselamatannya.

Conrad menepuk tangannya sebelum memotong pembicaraan. "Kau tahu, Your Grace, kekhawatiran akan membuat rambut emasmu yang indah itu, memutih dengan cepat. Nikmatilah saat ini, jika mau, kau bisa berdansa dengan istri Alejandro yang seksi."

Seperti mendengar pembicaraan mereka, kakak ipar Conrad yang tengah berdansa dengan suaminya menoleh ke arah Robin. Dia tidak mungkin salah mengartikan bahwa kerlingan mata yang dilemparkan padanya barusan adalah ajakan untuk saling menjajaki kemungkinan untuk naik ke atas ranjang.

Wanita itu kemudian berputar kembali menghadap suaminya dan membelakangi Robin. Namun, bukan mengacuhkannya. Dengan lincah, tubuh seperti gitar itu meliuk-liuk dan berputar untuk memamerkan bagian belakangnya pada Robin. Meskipun tidak ramping, tapi tubuh sintal istri Alejandro sungguh menggiurkan.

Sayangnya, ruang dalam pikiran Robin hanya tertuju untuk satu orang saat ini. Seorang wanita yang membuatnya berharap akan banyak hal yang dulu tidak pernah berani dipikirkannya.

"Robin," panggil Pedro, kakak Conrad, yang mendapat giliran berjaga di ruang depan, "sebaiknya kau bersembunyi, seseorang mengetuk pintu. Dan, Conrad, ayo, kutemani kau ke depan." Pedro membuat isyarat dengan mengedikkan kepala, dan mereka bertiga segera beranjak ke ruang depan.

Dari tempatnya bersembunyi--dalam bayang-bayang tangga yang terlindung oleh tumpukan kardus-kardus bekas tanpa label yang sudah usang--Robin mendengar ketukan halus pada pintu dan menunggu. Conrad memeriksa sekali lagi untuk memastikan Robin tidak terlihat dari depan, sebelum memutar knob pintu.

Derit pintu yang terbuka membuat Robin memajukan sedikit posisinya untuk mengintip dari tempat persembunyian. Seseorang berperawakan kecil dalam jubah cokelat bertudung, seperti pendeta masa lalu, segera menyelinap masuk, sebelum Conrad mempersilakannya. Kemudian, dengan cepat sosok itu mendorong daun pintu hingga menutup dan memutar kuncinya.

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang