Berada di teras kamarnya dan menikmati kegelapan malam sungguh sesuatu yang belum pernah dilakukannya di Inggris. Dari balkonnya, Robin menatap kejauhan, menerka-nerka di mana persisnya letak Negara Inggris. Dia tidak memungkiri bahwa diam-diam merindukan ibunya yang galak, teman-teman yang suportif, serta segudang kesibukan yang seakan tidak kunjung habis.
Robin terkekeh, napasnya mengeluarkan uap dingin seperti ketika musim salju. Dirapatkan mantelnya, kemudian mereguk cairan keemasan dalam gelas kristal sambil menikmati udara malam dari ketinggian puncak Gunung Erice. Tidak ada suara di sekeliling selain dari desir angin yang sesekali membelai wajahnya. Keheningan adalah teman sejatinya sekarang.
Langit malam yang cerah bertabur bintang, bak gantungan kristal pada kandelir yang mengingatkan dia akan malam-malam sebelum kecelakaan terjadi. Biasanya, dia selalu berada dalam sebuah kastel, dalam kenyamanan ranjang yang besar, dan dalam hangat pelukan seorang wanita. Masa-masa itu terasa seperti mimpi.
Sejak kecelakaan yang menimpanya, dia selalu berada di belakang tirai, dalam kereta kuda tertutup, atau tempat pelacuran mewah dan mahal yang tidak bisa memberinya kepuasan karena wajah sialan ini.
Robin sama sekali tidak menyesali keputusannya untuk lari dari season di Windsor dan membeli Kastel Pepoli. Sekarang, dia bisa bernapas lega, karena di sini tidak seorang pun tahu siapa dirinya, selain daripada dia adalah pemilik istana kecil di atas awan.
Sekarang dia percaya apa yang dikatakan Conrad mengenai Sisilia, bahwa cacat di wajahnya tidak berpengaruh. Para wanita mungkin terkejut, tapi tidak ada tatapan mencemooh di wajah mereka, hanya semacam keingintahuan akan apa yang sudah dialaminya. Sementara, para lelaki menganggap cacat di wajahnya seperti sebuah tanda kehormatan, seakan dia telah lolos dari maut dan diberi penghargaan.
Robin mempertimbangkan untuk tidak pernah kembali ke Inggris, tidak masalah jika dia mati dalam pengasingan dan dikuburkan di Sisilia, ketimbang merasakan hidup dalam bayang-bayang suram.
Ketukan kasar pada pintu kamar membuatnya menoleh dan melangkah masuk ke dalam kamar. Ditutupnya segera pintu kaca yang membatasi kamarnya dan balkon, agar kehangatan yang berasal dari perapian tetap terjaga, dan bergegas membuka pintu.
Sosok pria kecil berkumis lancip di balik pintu membuatnya tidak dapat menahan rasa senang. "Signore Guizeppe, ada yang perlu kubantu?" tanya Robin sambil menatap gulungan kertas dalam pelukannya.
Guizeppe melangkah masuk, sambil bersungut-sungut, "Tidak perlu, cepatlah kau lihat desain ini agar aku bisa segera kembali ke kamar."
Setelah menutup pintu kamar, Robin menyusul Guizeppe ke sebuah meja tamu yang terletak di dekat ranjang. Dia memperhatikan penampilan Guizeppe yang semakin malam semakin aneh. Mengenakan dua buah mantel sekaligus, membuat lelaki kecil itu semakin tertelan oleh tebal kain yang membalutnya.
"Aku tahu kau keberatan dengan pengaturan yang kulakukan dua hari lalu, tapi ini hanya untuk sementara sampai seluruh kastel sempurna." Lelaki kecil yang sedang menata kertasnya di atas meja membalikkan badannya dan mendelik. "Mengapa begitu sinis? Biar kutebak, Angelo dan Sofia memaksamu naik."
Tebakan Robin sepertinya tepat, karena dia mendenger Guizeppe menggeram sebelum kembali ke posisinya dan meneruskan apapun yang sedang dikerjakannya tadi.
Robin tertawa. Dihampirinya Guizeppe, lalu merangkul erat bahunya. "Santai, Amico. Duduklah."
Begitu tangannya mendarat dan meremas bahu kurus Guizeppe, tubuh kecil itu tiba-tiba tegak dan kaku seperti batang pohon. Robin refleks melepaskan tangannya, keningnya berkerut dengan berbagai pertanyaan.
"Errr ... kau tidak apa-apa? Reaksimu barusan sungguh menghawatirkan."
Hening yang terasa janggal terbentang antara mereka. Guizeppe tidak menjawabnya, lelaki mungil itu seakan berubah menjadi batu karena sentuhannya. Dengan hati-hati, Robin mengambil duduk di sebelah dan kembali memanggil namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO DESIGN A DUKE
Historical Fiction[AZA Award Winners] [Wattys2021 Short Listed Story] [Wattys2021 Winner - Historical Fiction] Spin-off The Horse Whisperer. Hidup Robin Redford atau yang lebih dikenal sebagai Duke of Windsor berubah dalam satu malam. Serial kejadian buruk menimpanya...