CHANGING THE PLAN

7.7K 1.2K 28
                                    

"Kalian bertengkar seperti sepasang kekasih. Jika ingin pukul, layangkan pukulanmu. Jangan hanya di bibir saja. Menggelikan. Cih!"

"Signore Guizeppe!" hardik Sofia, tapi wanita itu kembali bungkam saat Madeline menghujamkan lirikan tajam.

Gara-gara Sofia, semua keributan ini terjadi, jika saja wanita itu tadi tidak menyebutkan namanya maka semua akan lancar. Sekarang, dia terpaksa harus meluruskan salah paham yang sudah disebarkan oleh Conrad.

"Maddy adalah salah satu murid terbaikku, jadi aku tahu benar, dia bukan calon tunangan Conrad. Jika bajingan itu berkeras ingin menikahinya, tolong sampaikan, bahwa Maddy tidak tertarik." Ditarik napas berat sambil perlahan memelintir kumisnya untuk memberi efek drama. Pandangannya menerawang saat melanjutkan kata-katanya, "Berdoa saja, muridku tidak mendengar kata-katamu barusan, aku khawatir Maddy mungkin akan bunuh diri."

Angelo mengembalikan pandangannya pada Robin dan berkata, "Nah, kau sudah mendengarnya dari Signore Guizeppe, bukan?"

Sedikit rasa bersalah menggelayuti Madeline saat melihat raut wajah Robin yang kalut. Darah seakan turun dari wajahnya dan terhisap ke lantai keramik di bawah. Lelaki itu mengurut rahangnya yang baru di cukur sambil mengembuskan napas berat berkali-kali. Robin yang malang.

Tentu saja dia tidak bermaksud untuk bunuh diri jika Conrad datang ke rumah dan melamar. Dia memang masih membenci tindakan pengecut yang dilakukan Conrad, tapi Madeline tidak selemah itu untuk menghabisi nyawa demi orang yang tidak lagi memiliki arti dalam hidupnya. Namun, Robin tidak mengetahui itu bukan?

"Bawa aku menemuinya," pinta Duca di Windsor, ketika warna wajahnya telah kembali.

"Kalau kau hanya ingin membuktikan jika adikku mirip dengan lukisan ini, maka kau akan kecewa."

Dahi Duca di Windsor mengerut saat bertanya, "Apa maksudmu?"

"Maddy mungkin memiliki rambut menyala seperti lukisan ini, tapi ...," Angelo menoleh ke belakang, seolah sedang melihat pada lukisan itu, padahal matanya menatap ke Maddy dan memberikan kerlingan ceria. "Tubuhnya sebesar kereta kuda dan wajahnya penuh jerawat."

Sofia tertawa lepas.

"Apa yang kau tertawakan, Sofia? Kau ingin menyangkalnya dan memberi harapan pada Signore Robin." tuduh Madeline dengan suara kasar seakan Guizeppe benar-benar marah.

"Oh, tidak ... tentu tidak! Yang dikatakan Signore Guizeppe tepat sekali."

Robin membuka mulutnya dan membantah, "Tidak mungkin, menurut Conrad--"

Conrad ini, Conrad itu ... rasanya, Madeline ingin melayangkan pukulan ke rahang Robin dan merobohkan lelaki itu dengan sekali tinju. 

"Bah! Bajingan itu tidak tahu apapun mengenai Maddy. Dia tidak di sana saat Maddy hampir gila karena ditinggalnya. Setelah tugas ini selesai, aku akan menyarankan pada Maddy untuk masuk ke biara, agar tidak ada siapapun yang bisa mengganggunya lagi." Napas Madeline terengah karena emosi, ketika dia selesai bicara.

Suasana hening menghinggapi ruangan selama beberapa waktu, sebelum Madeline kembali membuka suara, "Nah, Duca di Windsor, apakah kau ingin lukisan ini dibuang?"

Bahu Robin melorot turun dengan rasa kecewa. "... Tidak, jangan. Biarkan saja lukisan itu di sana." 

Angelo membuat gerakan mendekat ke arah Robin. "Dengar, aku minta maaf sudah membentak, itu tidak sopan."

Robin menepuk pundak Angelo sebagai tanda damai. "Jangan khawatirkan itu. Aku juga minta maaf. Mungkin kau bisa mengabari adikmu mengenai maksud kepulangan Conrad, agar dia tidak frustrasi. Semoga Maddy baik-baik saja."

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang