MYSTERIOUS PAINTING

8.3K 1.3K 32
                                    

"Aku sedikit terganggu dengan cara dudukmu, Signore Guizeppe. Kalau boleh tahu, apakah kau pendukung kaum ... sesama?" 

Madeline membelalak mendengar pertanyaan Robin dalam kereta kuda yang membawa mereka bertiga ke Kastel Pepoli. Dia menatap ke bawah dan melihat cara duduknya dengan kaki rapat, seperti seorang perempuan, kemudian membandingkan dengan cara duduk Robin yang mengangkang. Tidak heran jika lelaki itu berpikir dia penyuka sesama.

Belum lagi menjawab, Robin kembali melanjutkan, "Maksudku, tidak apa-apa jika ya. Aku hanya ... mengantisipasi hal-hal yang ... tidak terduga."

Tawa Sofia sambil menutup mulutnya, mengalihkan perhatian Robin. Sementara, Madeline hanya bisa mengutuk sahabatnya dalam hati. "Ehm ... tenang saja, Signore Robin, aku bukan seperti itu. Ini mungkin memalukan, tapi ... aku tidak tahan ingin buang air kecil. Biasa, masalah umum lelaki paruh baya."

Suara tawa Sofia menjadi lebih keras, wanita itu sampai menggunakan kedua tangannya untuk membungkam mulut. Robin melirik Sofia dengan rasa heran, sebelum mengembalikan pandangannya pada Madeline yang berusaha menatap lelaki itu datar, padahal dalam hati dia sendiri tidak tahan ingin ikut tertawa bersama Sofia.

"Ah ... syukurlah. Kenapa tadi tidak kau katakan saat kita mengantar Angelo ke desa terdekat untuk mencari tukang kayu?"

"Itu kesalahanku, tapi sudahlah, sebentar lagi kita sampai dan aku bisa melegakan kantong urineku di kastel. Sebenarnya, kau tidak perlu ikut, Signore. Aku dan Sofia cukup mampu untuk mengukur beberapa ruangan yang akan direnovasi lebih dulu. Misalnya bagian menara dan lantai bawah."

"Kurasa, ada baiknya kau berkonsentrasi di lantai dua, salah satu atau beberapa kamar tamu itu bisa direnovasi dulu untuk tempat tinggal kalian. aku tidak mau kalian bolak balik antara kastel dan Erice."

Teriakan kusir menandakan jarak yang sudah dekat. Robin mencondongkan tubuh menatap keluar, jarak tubuh yang dekat membuat jantung Madeline berdegup kencang. Penciumannya menangkap harum tubuh Robin yang seperti campuran kopi terbaik saat diseduh Mama. Dia memejamkan mata.

Tendangan kecil pada mata kakinya sontak membuat Madeline membuka mata, kemudian dia menyeringai saat melihat Sofia mendelik menatapnya dari tempat duduk. 

"Sampai." Lelaki itu menoleh dan tersenyum. Manik birunya berkilat-kilat indah, sama dengan keindahan laut Tirenian yang terbentang jauh di bawah mereka. Madeline terkesiap. 

Untung saja lelaki itu tidak memandangnya lama dan segera melompat keluar kereta. Jika ya, lelaki itu pasti terkejut mendapati seniman Guizeppe merona karena kilau batu safir dari matanya.

Siang begitu terik namun justru hal itu membuat daratan Sisilia tampak sangat indah. Dari puncak ketinggian Gunung Erice, warna warni khas rumah-rumah di Sisilia terlihat jelas, terhampar dari kaki gunung turun terus hingga ke laut Tirenian. Di atas kepala mereka, langit berwarna biru tampak kontras dengan awan seputih kapas.

Hal paling unik dari Kastel Pepoli adalah arsitektur itu dibangun pada tebing gunung Erice dan tidak ada jalan lain menuju ke sana, kecuali melewati pelataran Kastel Venus yang sudah tidak berpenghuni. 

Madeline bisa melihat ekspresi takjub yang tergambar di wajah targetnya saat dia menemani lelaki itu melintasi Kastel Venus. Manik birunya berpindah-pindah dari satu titik ke titik-titik lainnya, seakan mempelajari bangunan itu dengan seksama.

"Menarik. Mungkin karena tinggal di negara yang lebih modern, aku merasa Sisilia seperti negeri dalam dongeng. Jalan-jalan di sini sempit dan berlorong-lorong, seperti berjalan dalam labirin. Permukaan jalan juga tampak tidak biasa karena dilapisi petak-petak dari batu sikat berwarna warni. Aku merasa seperti masuk ke cerita Hansel and Gretel, waktu anak-anak itu menemukan jalan terbuat dari permen warna-warni. Apa kau pernah membacanya?"

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang