TORRETTA PEPOLI

9K 1.4K 30
                                    

Gedoran di pintu semakin lama semakin cepat dan keras, seakan-akan orang di baliknya tidak sabar untuk masuk ke kastel barunya yang menyeramkan. Robin bergegas menuruni tangga batu, meloncati akar melintang dan susunan batu yang tidak rata dari kamarnya di lantai teratas kastel Pepoli.

Baru satu hari di Kastel Pepoli, rasanya dia sudah tidak sabar untuk pulang ke Windsor, di mana interior rumahnya tampak lebih manusiawi ketimbang sebuah sarang burung tidak terawat. 

Tidak heran, Nicholas menjualnya dengan harga murah, atau jangan-jangan Nicholas berniat membuangnya kemari agar jauh dari Andara. Kastel Pepoli lebih mirip tempat membuang tawanan ketimbang sebuah kastel.

Robin meraih kenop pintu dan membukanya kasar. "Apa yang kalian inginkan?" tanya Robin setengah kesal. Matanya memelotot tajam pada dua tamu yang berada di hadapannya, seorang lelaki dan seorang wanita yang tampak terkejut.

"Err ... kediaman Signore Robin, betul?" Robin menaikkan dagunya ketika mendengar namanya dipanggil. Kemudian, lelaki dalam pakaian dengan corak garis yang tidak umum dan kerah yang tinggi melanjutkan, "Mohon menyingkir dari pintu." 

Mohon menyingkir dari pintu? Alis Robin bertautan mendengar perintah lelaki yang tingginya satu kepala lebih rendah darinya. Darahnya dengan cepat mendidih, mungkin karena efek kurang tidur juga. Apakah orang itu mengira dia adalah penjaga pintu yang dengan mudah dapat disingkirkan?

"Aku adalah Robin Redford—Duke of Windsor—pemilik Kastel Pepoli," tegas Robin sambil memperkenalkan diri. Kemudian, matanya memicing menatap lelaki itu, "Aku tidak ingat telah mengundang siapa pun untuk datang. Apa keperluanmu kemari?"

"Oh?" Satu alis milik lelaki berkumis perlente itu naik. "Perkenalkan, saya seniman yang disewa Duca di Hartington, untuk menata ulang kastel ini. Apakah Signore Nicholas tidak mengatakan apa pun padamu?"

Robin mencoba mengingat, tapi rasanya tidak ada pembicaraan mengenai menata ulang Kastel Pepoli. Nicholas adalah orang yang hati-hati, jadi Robin tidak segan untuk bertanya, "Apa buktinya bahwa dia telah menyuruhmu menata ulang kastel ini?"

Lelaki bertopi seperti kantong tiup alat musik skotlandia itu memicingkan mata dan berdeham sebelum bertanya dengan nada yang tidak menyenangkan, "Kau tidak percaya padaku? Aku adalah Signore Guizeppe, seniman paling terkenal di Sisilia."

"Berikan aku buktinya atau kau akan tetap di luar, sementara wanita di belakangmu boleh masuk."

Lelaki itu seperti ditampar, dia mundur selangkah dan matanya membelalak. Robin menarik diri, ditegakkan tubuhnya lagi dan menatap pada kedua orang yang lebih pendek darinya dengan tatapan mencemooh. 

Robin memperhatikan wajah seniman Sisilia itu saat tangan kecilnya merogoh ke dalam tas selempang. Ada yang ganjil mengenai lelaki itu ... sesuatu yang tidak semestinya ada. Apakah mungkin karena pupil matanya terlalu besar dan bulu mata itu terlalu lentik untuk seorang lelaki? 

Namun, mengingat wajah Angelo, Robin berpikir ini mungkin tipikal wajah lelaki Sisilia. Dia meneliti wajah itu sekali lagi, perasaan yang mengganggunya tidak juga hilang, ada yang salah mengenai Seniman Guizeppe.

"Ini buktinya." Lelaki itu menyodorkan sepucuk amplop tepat di depan wajahnya, yang mana hanya membuat Robin terkejut dan bertambah kesal.

Ditariknya kasar amplop itu dari tangan orang asing di depan. Segel Hartington itu tampak asli dan masih rapat. Segera dia membuka amplop dan membaca isinya dengan seksama. Tadi pagi, baru saja dia mengutuk Nicholas, ternyata sahabatnya sungguh baik hati telah menyewa seniman untuk mendekorasi ulang kastel ini. 

"Silakan masuk." Robin menepi dan membiarkan dua tamunya masuk. 

Lelaki seniman itu tidak mengatakan apa pun dan langsung melewati Robin. Sementara, wanita pirang di belakangnya, beberapa kali mencuri pandang ke arah wajah Robin. Dengan kesal, Robin membalas tatapannya.

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang