LETTER FROM HARTINGTON

7.6K 1.2K 44
                                    

Rasa gerah dalam kamar membuat Madeline membalikkan tubuh dan mengerang. Dia berganti posisi dengan niat melanjutkan mimpinya yang buram, tapi gerah yang tak kunjung hilang mulai mengganggu. Dengan malas, dibukanya mata dan memandang sekeliling ruangan sudah terang benderang.

"Oh, ya, ampun ... sudah siang ...." Madeline melawan rasa pusing saat bangkit dan bersandar di kepala ranjang. Sedikit rasa heran terselip, dia tidak pernah bangun sesiang ini, kecuali sesuatu telah terjadi. 

Dipicingkan mata saat menyapukan pandangan ke sekeliling ruang tidur yang bermandikan cahaya matahari. Saat tatapannya tertumbuk pada onggokan kain bebat di atas kursi, kejadian hari sebelumnya seolah diputar kembali dalam pikirannya dengan urutan kacau.

Ingatan terakhirnya adalah berada dalam kamar Robin dan berbincang-bincang panjang lebar. seakan mereka telah mengenal satu dan lainnya seumur hidup, netra biru yang tersenyum dan tertawa membuatnya mabuk. 

Tunggu dulu ... Dia memang mabuk kemarin, akibat Lemoncello yang disodorkan Duca di Windsor. Tangannya segera menyingkap selimut dan terkejut mendapati diri terbalut dalam gaun tidur tipis tanpa apapun di dalamnya.

Oh tidak! 

Madeline memeluk dirinya, rasa takut menjalar di sepanjang tulang punggungnya saat berpikir dia dan Robin sudah .... 

"Signore Guizeppe!"  

Teriakan dari pintu yang disusul dengan kemunculan seseorang dari baliknya hampir saja membuat dia pingsan. Madeline buru-buru menarik selimut menutupi seluruh tubuh sampai ke batas mata. Baru setelah sadar bahwa itu adalah Sofia yang mucul dengan nampan di tangan, dia bernapas lega. 

"Ya, Tuhan, kau pucat sekali, Maddy. Apakah kau baik-baik saja?" tanya Sofia setengah berbisik sambil menutup pintu cepat-cepat dan menguncinya dari dalam. Tubuhnya yang berisi bergerak gesit ke arah ranjang, kemudian meletakkan nampan berisi makanan di atas meja nakas. 

Penampakan telur goreng dan sosis panggang di atas piring menggugah air liurnya, tapi bagi Madeline, ada hal lain yang lebih penting dari makan. Begitu sahabatnya mendudukkan diri di tepi ranjang, dengan tidak sabar Madeline menangkap pundak Sofia dan mengguncangnya. 

"A-apa yang terjadi, Sofia? Apakah Robin tahu?"

"Tahu apa? Tahu kalau kau wanita? Kurasa belum. Angelo benar, Robin adalah bangsawan yang terhormat. Dia membopongmu di bahunya, seperti sekarung kentang, dan meninggalkanmu di sembarang kamar."

Alisnya mengernyit dengan pertanyaan. "Oh? Kau tidak di kamar waktu Robin membawaku turun?"

"Aku errr ... tidak. Ketika melihatnya pergi, aku buru-buru menyusul ke kamar untuk memastikan kau berpakaian lengkap. Aku juga yang mengganti pakaianmu, jadi jangan khawatir. Tapi, aku tidak tahu apa saja yang kau lakukan dengan Robin di atas, karena suara tawa kalian yang bersahutan terdengar hingga ke lantai dua," terang Sofia.

"Oh, syukurlah. Aku telah berpikir yang tidak-tidak mengenai Robin." Tangan Madeline membuat tanda salib di depannya sambil berucap, "Semoga Tuhan memaafkan aku." 

Sofia terkekeh, kemudian menyodorkan piring yang dibawanya. "Makanlah, setelah itu bersihkan tubuhmu. Aku akan membantumu berpakaian."

"Terima kasih, Sofia. Jadi, apa yang kau lakukan kemarin malam?" tanya Madeline, sebelum mulai menyantap sarapan dengan lahap.

"Itu privasi."

Jawaban singkat dari Sofia membuat alis Madeline terangkat naik. Kemudian, dia memicingkan mata dan menatap wanita itu dengan curiga. "Apa kau menjalin kasih dengan salah satu tukang kayu yang dipekerjakan Angelo?"

TO DESIGN A DUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang