Empat

8.9K 1.2K 181
                                    

Matahari mulai turun dan langit mulai gelap. Seokjin sadar sudah saatnya dia pulang karena orang tuanya pasti khawatir kalau dia tidak kunjung pulang.

"Jiyeon, aku mau pulang." Ujar Seokjin.

"Sekarang?"

"Ya."

Jiyeon melihat jam di dinding kamarnya; pukul 18.00 dan kembali melihat Seokjin. "Tidak bisakah kau pulang besok?"

"Dan tidur berdua denganmu di sini?" Seokjin menatap curiga ke Jiyeon.

Jiyeon yang mengerti maksud Seokjin mengibaskan tangannya. "Tentu saja tidak. Kau akan tidur di tempat lain. Bukan di sini denganku."

Seokjin bernafas lega. "Tidak. Aku pulang sekarang. Kalau aku pulang terlalu larut aku takut orang tuaku khawatir." Jelas Seokjin.

"Sekarang pukul enam dan langit mulai gelap. Bahaya untukmu keluar sendiri." Jelas Jiyeon.

"Aku petarung kalau kau lupa."

"Aku tau, tapi tetap saja bahaya untukmu di luar sendirian."

"Kenapa?"

"Karena banyak srigala liar."

"Oh ayolah," Seokjin merotasikan matanya, menghela nafas. "Berhenti berbicara omong kosong. Kalau kau lupa, aku bawa mobil. Aku aman."

Benar juga. Jiyeon baru ingat kalau sahabatnya ini membawa mobil. "Jangan keluar dari mobil. Aku takut rogue menyerangmu."

"Jiyeon-ah, aku benci saat kau mengatakan hal yang tidak aku mengerti."

"Intinya, jangan keluar dari mobil apapun yang terjadi. Kalau mobil tuamu mogok jangan keluar dari mobil dan segera hubungi aku. Injak gas tanpa injak rem kalau perlu."

"Kau ini kenapa sih?"

"Dagingmu tuh enak jadi kau banyak di incar. Apalagi kau ca-"

Seokjin memotong ucapan Jiyeon. "Aku pulang." Seokjin berbalik meninggalkan Jiyeon.

"Aku antar sampai depan!"


Hari ini kedua sahabat ini mengabiskan waktu dengan bermain. Jiyeon memang menggunakan satu tangannya dan satu tangannya lagi tidak membantu banyak karena sakit tapi Jiyeon tetap bermain dengan sengit bersama Seokjin. Keduanya bermain PS sampai lupa waktu. Kalau tau fasilitas rumah Jiyeon yang lengkap seperti ini sejak dulu Seokjin bermain ke sini. Tapi ini salahnya juga mengira Jiyeon bercanda memiliki rumah di hutan.

Mobil tua itu melaju ditengah gelapnya hutan, ditengah sepinya hutan. Seokjin tau hari belum terlalu larut namun hutan ini begitu gelap. Mengingat betapa rindangnya pohon di hutan ini dan membuat cahaya yang berasal dari bintang dan bulan sulit menembus. Seokjin mengikuti apa yang diucapkan Jiyeon untuk tidak menginjak rem namun tetap saja mobil tua itu tidak melaju kencang.

Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang walau sudah diinjak dengan maksimal. Mata Seokjin fokus ke depan dalam hati dia takut melihat gelap dan sepinya hutan. Seokjin tidak takut hantu karena menurutnya manusia lebih menyeramkan, hewan buas juga menyeramkan. Kening Seokjin mengernyit heran saat merasa kecepatan mobilnya semakin melambat.

"Hey, mobil! Kau kenapa?"

Tak lama setelahnya kecepatan mobil itu semakin melambat dan mobil itu berakhir mati. Mobil itu mogok.

"Aish, fuck!" Umpatan itu keluar begitu saja Seokjin menyadari mobilnya mogok. Seokjin berusaha menyalakan mesin mobil tetap saja gagal.

Seokjin melihat keadaan luar dari kaca mobil -sepi dan gelap. Seokjin mengusak rambutnya lalu dia mengambil ponsel di kursi sebelahnya untuk melihat jam; pukul enam lebih lima belas menit. Setelah bergelut dengan batinnya sendiri, Seokjin pun memutuskan keluar dari mobil untuk memeriksa mobilnya. Dia hanya berpikir hari belum terlalu malam jadi tidak masalah keluar dari mobil. Dengan senter ponsel sebagai pencahayaannya, Seokjin keluar dari mobil.


W n HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang