Di sebuah kamar dimana kamar itu terdapat Seokjin yang tengah tiduran di atas ranjang. Seokjin sudah mandi dan sedang menunggu Jimin yang katanya akan melatihnya. Seokjin termenung sejenak. Sudah sebulan lebih dia berada di tempat ini. Meninggalkan kehidupan normalnya; tidak bertemu dengan teman, oke ralat, tidak bertemu dengan guru karena kata bertemu dengan teman rasanya tidak pantas. Seokjin kan tidak punya teman. Dan yang paling berat, dia tidak bertemu dengan orang tua dan ketiga adiknya. Dia merindukan keluarganya.
Seokjin mendudukan dirinya, matanya melihat ke tas hitam miliknya yang terongok di dekat meja belajar. Rasanya dia ingin ke sana, mengambil foto keluarga yang selalu ia simpan di dalam tas. Seokjin sengaja menyimpannya karena dia tidak mau Namjoon menemukan dan mengambil foto keluarganya. Ancaman Namjoon saat itu membuat Seokjin berasumsi Namjoon tidak menyukai keluarganya.
Namun rasanya dia malas. Dia malas turun dari ranjang dan berjalan untuk mengambil foto tersebut. Seokjin menghela nafas. Andai saja tangannya bisa memanjang seperti karet agar tidak perlu turun dari ranjang untuk sekedar mengambil foto. Tapi tidak mungkin tangannya bisa seperti itu.
Seokjin menatap tas ranselnya. Padahal mudah tinggal menarik resleting tas yang paling besar lalu di dalamnya ada releting yang lebih kecil. Di sanalah ada foto yang di masukan ke dalam amplop. Seokjin menatap fokus ke tasnya.
Seokjin tidak sadar kalau releting tasnya perlahan mulai terbuka.
Tok...
Tok....Seokjin mengalihkan fokusnya membuat resleting yang sempat terbuka karena fokus pikiran Seokjin kini terhenti karena fokus Seokjin ke yang lain.
Pintu terbuka menampilkan sosok Jimin di sana. "Ayo kita latihan!"
"Oh, ayo." Seokjin turun dari ranjang dan menghampiri Jimin dengan langkah riangnya. Dia selalu suka sesi latihan.
Sampailah dia di lapangan tempat warrior lain latihan. Banyak para warrior yang tengah menggunakan panah yang artinya sesi latihan fisik mereka sudah selesai. Seokjin selalu salut dengan tenaga para werewolf yang seolah tidak pernah habis karena mereka selalu latihan.
"Kau ambil panahmu dulu. Aku akan menemui salah satu warriorku." Ujar Jimin. Jimin memang sudah bisa santai bicara dengan Seokjin karena Seokjin yang meminta.
Seokjin mengangguk dua kali dan bergegas ke gudang penyimpanan alat yang tak jauh dari lapangan. Masuk ke dalam gudang penyimpanan alat ada beberapa warrior yang tengah mengambil alat. Seokjin masuk semakin dalam, warrior yang melihatnya segera menunduk patuh ke Seokjin. Seokjin membalasnya. Sampai akhirnya Seokjin tiba di rak yang hanya menyimpan satu alat panah -panah milik Namjoon. Dia mengambil kantung untuk tempat anak panah, memasangnya di sisi pinggang, menggunakan alat lainnya dan yang terakhir membawa panahan tersebut ke lapangan.
Sampai di lapangan dia bergegas menghampiri Jimin. Seokjin baru sadar ternyata Jimin tidak sendirian.
"Oh, kau sudah siap?"
Mata Seokjin yang sebelumnya menatap pria di sebelah Jimin beralih menatap Jimin, "ah ya, aku sudah siap."
"Sekarang kau akan duel. Kau akan tanding memanah."
Kening Seokjin mengerut, "huh?"
Jimin tersenyum kecil, "aku akan menjadi wasit saat kalian bertanding."
"Oh, ya, oke." Seokjin mengangguk mengerti.
"Lawanmu dia. Kau sudah kenal kan?" Jimin menepuk bahu pria di sebelahnya.
Seokjin menatap pria tersebut mengingat siapa nama pria ini. Dia tau muka pria ini namun sedikit samar dengan namanya.
"Sandeul?"
KAMU SEDANG MEMBACA
W n H
Fanfiction[TAMAT] Menceritakan tentang Kim Seokjin, seorang siswa tahun ke kedua yang sebentar lagi akan berumur 17 tahun. Seokjin adalah seorang petarung MMA -pekerjaan yang harus dia geluti untuk mendapatkan uang. Sayangnya orang tidak tau pekerjaan Seokjin...