Seokjin sudah diijinkan pulang dengan syarat kemanapun Seokjin harus menggunakan kruk (tongkat) atau kursi roda. Kaki kirinya sudah membaik namun kaki kanannya terluka parah dan membuatnya harus beristirahat. Perban juga masih menutupi luka di dahinya karena Seokjin harus menerima beberapa jahitan di dahinya. Namun beruntungnya badannya tidak ada tulang yang patah. Seokjin merasa bersyukur karena dia sempat mengira punggungnya patah.
Selama tiga hari di rawat juga Seokjin berusaha menghubungi Jiyeon namun sahabatnya itu tidak kunjung menjawab. Seokjin menghubungi Jiyeon untuk memastikan bahwa benar dirinya masuk rumah sakit karena serigala yang menyerangnya bukan karena kecelakaan seperti yang dikatakan ibunya.
"Seokjin"
Seokjin tersentak kaget. Dia mendongak menatap ibunya. "Ya, bu?" tanyanya.
"Kamarmu pindah di bawah dulu ya. Ibu tidak tega melihatmu kesulitan naik tangga."
Seokjin mengangguk sebagai jawaban. Sang ibu mendorong kursi roda itu ke kamar yang semula kamarnya namun kini di tempati Seokjin. Kamar yang lebih besar dibandingkan kamar atap Seokjin.
"Ibu,"
"Ya, nak?"
"Bisa tinggalkan aku sendiri? Aku ingin tidur."
Sang ibu tersenyum kecil. "Tentu, nak. Kau bisa jalan sendirikan?"
Seokjin mengangguk sebagai jawaban. Dia butuh tidur karena selama di rumah sakit tidurnya kurang.
Sang ibu mencium pucuk kepala Seokjin, "kalau ada apa-apa segera beritau ibu ya."
Seokjin mengangguk. Ibunya pun keluar dari kamar. Dengan kaki kirinya, Seokjin berusaha pindah dari kursi roda ke tempat tidur. Perkara mudah. Setelahnya tubuhnya ia dudukan di ranjang, Seokjin mengambil ponsel di saku celananya. Sejenak dia terdiam memandangi ponselnya, menatap dengan teliti ponsel miliknya. Ibunya bilang beruntung ponselnya bisa diperbaiki. Ibunya berkata dengan nada jenaka kalau misalnya ponsel Seokjin tidak bisa diperbaiki ibunya tidak mampu membelikan yang baru.
Seokjin membalik-balikan ponselnya. Dia sadar ini bukan ponselnya sejak ponsel itu berada di tangannya. Setelahnya Seokjin menghela nafas. Otaknya masih tidak sanggup berpikir keras. Akhirnya dia memutuskan menghubungi Jiyeon. Dia rasa kunci dari rasa bingungnya akan terjawab kalau dia menghubungi Jiyeon.
Bunyi sambungan ke tiga, teleponnya diangkat.
"Hallo," kali ini sambungannya diangkat.
"Jiyeon!"
"Aish, kau ini kenapa teriak segala sih? Telingaku sakit." Gerutu Jiyeon.
"Jiyeon jawab pertanyaannku!" Seokjin langsung ke inti.
"Hmm?"
"Tiga hari yang lalu, sebelum aku dinyatakan kecelakaan dan masuk ke rumah sakit. Aku sebenarnya.... diserang serigala bukan?" suaranya menjadi pelan di tiga kata terakhir.
"Kau kecelakaan?"
"Jangan pura-pura tidak tau, Jiyeon!"
Terdengar Jiyeon menghela nafas."Seokjin kau ini bicara apa?"
"Jiyeon, serius dulu. Aku masih ingat siang hari aku ke rumahmu dan kita menghabiskan waktu bersama lalu saat malam aku pulang, aku di serang serigala. Aku benarkan?"
Terdengar kekehan di seberang. "Seokjin kau ini bicara apa? Kita bahkan belum bertemu hampir dua minggu. Terakhir kita berbincang kau bilang padaku mau ke rumahku tapi aku menunggu kau tidak kunjung datang."
Seokjin mendesis dengan kepala ia miringkan ke kanan. "Aku tidak mungkin salah." Ujarnya.
"Berhenti berbicara omong kosong. Lalu sekarang bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tidak berjumpa."
KAMU SEDANG MEMBACA
W n H
Fanfiction[TAMAT] Menceritakan tentang Kim Seokjin, seorang siswa tahun ke kedua yang sebentar lagi akan berumur 17 tahun. Seokjin adalah seorang petarung MMA -pekerjaan yang harus dia geluti untuk mendapatkan uang. Sayangnya orang tidak tau pekerjaan Seokjin...