Jaejoong terus berlari dengan tangan menggendong sang anak. Dia lelah namun dia sadar saat dia istirahat sejenak maka nyawa anaknya akan terancam. Jaejoong selalu berpikir lebih baik dia yang mati namun tidak dengan anaknya -walaupun dalam hati dia masih bersedih karena salah satu anaknya belum ditemukan.
Jaejoong semakin bergerak menjauh dari medan perang. Matanya terus menatap kedepan saat berlari. Saat Jaejoong merasa sudah aman larinya sedikit melambat karena rasa lelahnya. Sampai akhirnya matanya melihat seorang wanita berpakaian serba hitam berdiri di bawah pohon menunggunya.
Sandara.
Jaejoong memaksa kakinya berlari lagi agar cepat sampai di depan Sandara.
"Hallo, Luna." Sapa Sandara saat Jaejoong tiba di depannya.
Dengan nafas terengah Jaejoong menyapa balik, "Hallo juga, Sandara."
"Ayo kita pergi dari sini." Ajak Sandara.
Jaejoong mengangguk dengan tangan masih menggendong sang anak dan tangan kanan memegang belati perak. Mereka jalan beriringan. Sandara tidak takut di serang karena di sekitar tubuhnya dan Jaejoong kini ada pelindung yang sudah ia beri mantra. Sandara menatap pria di sampingnya ini lalu beralih ke bayi digendongannya.
"Dia anakmu?" Tanya Sandara.
Jaejoong menunduk menatap sang anak lalu beralih menatap Sandara. "Ya, dia anak pertama dari anak kembarku."
"Dia.. manusia?"
Jaejoong mengangguk, "ya, dia manusia. Darah manusiaku menurun semua padanya." Jaejoong memeluk erat sang anak. Rasa bersalah menyelimuti hatinya.
Sandara sadar dengan kesedihan Jaejoong, dia menepuk bahu Jaejoong sebagai rasa simpatinya. "Dia akan menjadi manusia yang kuat."
"Ya, dia akan menjadi manusia yang kuat. Aku tidak ingin dia sepertiku yang lemah." Jaejoong menatap mata sang anak yang kini tengah mendongak menatapnya. "Kau harus kuat, nak."
Saat keadaan masih mengharu biru, Sandara merasa kehadiran orang lain selain mereka. Aura itu milik wizard.
"Jaejoong, lindungi anakmu!"
Jaejoong langsung menunduk memberi perlindungan kepada sang anak dan pelindung berisi mantra itu retak saat menerima hantaman. Kilatan cahaya menerpa berulang kali pelindung tersebut. Sandara melindungi dirinya dengan tongkat sihir di tangan kanan. Retakan di pelindung itu semakin banyak.
CRAK...
CRAK....
Jaejoong memeluk erat sang anak. Menangis dalam diam. Dia menyerah. Dia benci peperangan seperti ini. Matanya melihat sang anak yang menatapnya polos dan bibir terus berceloteh riang tidak menyadari keberadaan sekitar yang tengah mencekam. Jaejoong tau anaknya berujar ingin turun dan jalan.
"Tenang, nak. Appa mohon." Ujar Jaejoong ditengah rasa putus asanya. Seolah mengerti sang anak terdiam.
"Jaejoong,"
Jaejoong menengok ke arah Sandara.
"Berikan bayimu!"
"A-apa?"
"Berikan bayimu, cepat!"
Dengan ekspresi wajah ketakutan, dengan tangan gemetar Jaejoong menyerahkan anaknya. Anak berusia dua tahun itu kini berada di gendongan Sandara. "Aku akan menyelamatkannya dan Jaejoong kau harus bertarung bersamaku di sini. Kau siap?"

KAMU SEDANG MEMBACA
W n H
Fiksi Penggemar[TAMAT] Menceritakan tentang Kim Seokjin, seorang siswa tahun ke kedua yang sebentar lagi akan berumur 17 tahun. Seokjin adalah seorang petarung MMA -pekerjaan yang harus dia geluti untuk mendapatkan uang. Sayangnya orang tidak tau pekerjaan Seokjin...