Duduk termangu usir sepi ditampar debu
Gerbong diujung penantian kian berlalu
Anak kecil ini lusuh, tangan mungil genggam batuAh, dia dikurung sudut hampa hantam diri
Dibuang jauh teruji beribu jeruji
Kenapa, kenapa diri kian dibenci
Kenapa, tuan besar makan hati
Hotel tak berdapur hilang kunciAlis kusam kian beruban
Leher berkalung sorban
Senyum sumringah iris semesta
Wajah tenang pelipur laraLembaran–lembaran kusam anyam sajak
Lahir dikota permai tak beriak
Peluk suwarga, sukma gembiraParabek, 09 Maret 2017

KAMU SEDANG MEMBACA
Lakon
PoesíaSetiap apa yang terjadi di sekitar kita mampu menyentil hati. Bukankah begitu? ada yang dengan satu sentilan saja, ia sudah mampu menyentil hati. Namun, ada yang dengan beberapa sentilan kemudian iya baru bisa menyentil hati. Semua butuh proses. La...