Zona Cacing

3.1K 383 38
                                    

Hari telah berganti. Setelah peristiwa super memalukan untuk dua mama muda—apa Yoona masih bisa dibilang muda? Dia sudah memiliki tiga orang putra—Sehun dan Jongin diseret paksa untuk pulang, setelah membayar permen-permen curian dua bayi kelebihan ide tersebut tentu saja.

Bagaimana tidak kelebihan ide, setiap diajak jalan ada saja cara baru untuk mempermalukan kedua mama muda itu. Dari yang sekadar geloseran di lantai, pura-pura merajuk karena tidak diperbolehkan tambah es krim, sampai yang paling parah adalah peristiwa kemarin, memasukkan permen diam-diam ke tas mereka.

Anehnya, baik Sehun ataupun Jongin, mereka hanya nakal saat sedang bersama saja.

Kalau dipisah? Sudah seperti kelinci kehilangan pasangannya. Sangat tenang, seperti yang tidak memiliki minat apa-apa. Bicara saja tidak minat, apalagi mau nakal. Intinya, mereka hanya nakal kalau sedang berada di tempat yang sama saja.

Partner in crime. Padahal masih bayi. Bayi setan memang beda.

"Mama! Main lumah Nini!"

"Tidak!"

"Lumah Nini, Mama!" Sehun narik-narik ujung baju Yoona, memberikan ekspresi cemberut. Seharian ini dia dikurung di rumah, sangat bosan. Yoona? Dia seperti orang yang tidak memiliki dosa, membaca majalah dan dengan santainya mengabaikan rengekan Sehun. Biarkan saja, biar jera.

Anak nakal harus dihukum, pikirnya.

"Mama! Bocan lumah! Main, Mama!"

"Tidur saja." Respons Yoona membuat sudut bibir Sehun semakin ke bawah. Tidak ada Jongin di sekitarnya, jadi dia bisa menangis. Kebiasaan aneh Sehun, tidak mau banyak menangis saat di dekat Jongin. Tidak keren, katanya.

"Huwa!" Sehun sudah menjatuhkan tubuhnya ke lantai dengan kaki-kaki mungil yang menghentak kasar. Menangis kencang, seperti orang kesetanan.

Yoona tidak ambil pusing, masih asik membaca majalah miliknya. Tidak apa, nanti Sehun akan diam sendiri, pikirnya.

...

"Lumah Hun, Mama! Main! Bocan!"

Sepertinya nasib Jongin tidak jauh berbeda dari Sehun. Anak itu sudah bosan mengitari rumah besarnya seharian. Yuri juga asik dengan resep baru, tidak terlalu memerhatikan Jongin dengan langkah mungilnya.

Semua sudah aman di dalam rumah. Siwon membangun rumah besar dengan banyak pelayan yang siap menjaga keselamatan tuan muda mereka.

"Mama! Main!" Rengekan Jongin sudah bertemankan dengan isakan kecil.

"Mama membuat cake, Nini tidak mau?"

"No! Main cama Hun! No cake!"

"Ya sudah kalau tidak mau." Yuri mengedikkan bahunya tak acuh. "Hari ini tidak ada bermain dengan Sehun."

"Napa?" Bayi itu hampir memekik, tidak terima dengan keputusan sepihak ibunya. Tidak adil! Kenapa hak untuk bermainnya direbut paksa? Jongin ingin bertemu Sehun sekarang juga!

"Karena kalian sudah nakal kemarin. Ini hukuman."

"Cih!"

Yuri segera menatap tidak percaya pada anaknya. Apa Jongin baru saja berdecih? "Siapa yang mengajari Jongin seperti itu? Tidak baik. Tidak sopan. Mama tidak suka."

"Mama."

"Hah? Kapan?" Yuri semakin kelabakan.

"Caat malah papa." Anak itu memberikan tatapan polos, tidak berdosa.

Hah. Yuri harus menahan diri lebih baik lagi saat menghadapi suaminya, atau otak Jongin yang kelewat pintar akan terkontaminasi.

"Itu tidak baik. Jangan diulang, oke?"

"Dak baik? Napa Mama cih-cih papa?"

"Mama khilaf."

"Nini iyap."

Oh gosh! Yuri tidak akan menyetujui keinginan Siwon untuk memiliki anak lagi. Cukup Jongin saja. Jonginnya sudah terlalu mengemaskan walau hanya ada satu biji.

"Sudah tidak ingin ke rumah Sehun?"

"Dak. Mama lalang. Nini dak pelgi."

"Anak pintar."

"Nini mau nangis caja."

"Hah?" Yuri menatap bingung pada putranya. Kenapa harus memberitahu orang lain terlebih dahulu saat ingin menangis? Jongin dan otak pintarnya adalah perpaduan buruk untuk Yuri hadapi.

"Huwa!"

"Lantainya kotor, Jongie. Jangan duduk di sana."

"Papa! Mau papa!"

Err ... Yuri tidak akan luluh. Salahkan saja Jongin yang terlalu pintar sampai memaparkan ide anehnya pada mamanya.

...

Malamnya, Yoona dan Yuri kelabakan membawa kedua putra mereka ke rumah sakit. Tangis yang dipikir akan segera berakhir ternyata memunculkan drama lain. Sehun dan Jongin demam di waktu bersamaan. Suhu tubuh mereka benar-benar naik, menciptakan butiran-butiran keringat yang membasahi kulit.

Sehun lebih gawat. Anak itu sampai harus mendapatkan infus karena kekurangan cairan. Dia menolak makan saat Yoona tawari dan terus menangis sampai tertidur.

Jongin? Keadaannya tidak seburuk Sehun. Wajahnya memang sangat pucat, hidungnya memerah, dan suhu tubuhnya di atas normal. Syukurnya, Jongin tidak harus mendapatkan infus.

"Tangan Hun tucuk-tucuk? Cakit!" Bayi itu histeris melihat keadaan temannya. "Hun! Bangun Hun!" Bahkan Jongin tidak ingat dengan demamnya sendiri, menangisi Sehun yang terlelap.

"Sstt ... Sehun sedang istirahat, Nini. Nini juga harus istirahat agar sembuh." Yuri mengusap perlahan punggung putranya. Memberikan ciuman singkat pada pipi hangat Jongin.

"Dak mau! Di cini caja, cama Hun. Dak mau puyang, Mama!"

"Bagaimana ini?" Yuri meminta persetujuan pada Yoona.

"Biarkan saja. Aku akan memindah Sehun ke kamar VVIP dan mencari ranjang yang cukup luas untuk mereka." Donghae yang memberi jawaban, sambil memeluk erat pinggan Yoona. "Sepertinya ide buruk menghukum mereka untuk tidak bertemu," kekehnya kemudian. Dia sudah tahu ceritanya dari Yoona.

"Yah, ide yang sangat buruk." Yuri mendesah pelan, menyetujui.

Lebih baik melihat anak-anak menjadi nakal dengan segala tingkah mereka, dibanding merasakan kecemasan saat mereka sakit. Yuri pikir, dia hanya perlu bersabar sampai Jonginnya tumbuh dewasa.

Ah, memikirkan putra kecilnya tumbuh dewasa. Entah mengapa, itu terasa lebih mengerikan lagi. Yuri tidak rela rasanya.

...

Chibby•√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang