"Nini! Nini peluk!" Jisung berlari kecil memasuki rumah keluarga Kim. Matanya berkaca-kaca, mencari keberadaan Jongin. Hari ini Jongin tidak berangkat sekolah, sehingga mereka tidak bertemu dan membuat Jisung merasa rindu.
Jongin menatap bingung pada temannya itu, tapi tetap saja dia memberikan apa yang Jisung minta. Memeluk tubuh Jisung. "Napa? Angis?"
"Huhu, rindu Nini. Napa dak sekolah? Nini marah Icung, ya? Pinjam Papa?" tanya anak itu, memberikan wajah sedihnya. Padahal kan, Jongin sendiri yang mengizinkan Jisung untuk meminjam papanya. Apa sekarang Jongin kesal karena Jisung sering peluk-peluk Siwon? Kalau iya, Jisung tidak akan meminjam Papa Siwon lagi. Dia hanya mau Jongin yang memeluknya.
"Cidak! Nini pelgi cama Mama, ke lumah Om Minmin. Di cana banyak ikan, hehe. Bagus."
"Napa lama? Nini pergi terus!" rajuk Jisung. Dia menjatuhkan dirinya, terduduk di lantai dengan dua kaki yang menendang-nendang udara. Jisung sangat menggemaskan.
"Dak tau, Mama ajak, Nini ikut." Jongin ikut duduk di dekat Jisung. Matanya melihat ke arah pintu, ada Sehun berdiri di sana. Atensi keduanya saling terpaku, menatap satu sama lain. Jongin tersenyum lebar, menggerakkan tangannya meminta Sehun mendekat. Dia rindu bermain dengan Sehun. Akhir-akhir ini waktunya lebih banyak dihabiskan untuk pergi ke rumah Changmin—meski Jongin suka rumah Changmin, dia masih lebih suka bermain dengan Sehun.
"Napa dak macuk?"
"Dak apa-apa." Sehun ikut duduk, dia berada di sebelah kanan Jongin. Mereka berjajar rapi sekarang—tidak bisa dikatakan rapi juga karena Jisung yang terus saja bergerak absurd di samping kiri Jongin. "Nini kapan sekolah? Hunnie bosan kalau dak ada Nini."
"Becok. Mama biyang, becok Nini cekuyah yagi, hehe." Jongin tersenyum manis ke arah Sehun. Bayi itu sedikit kesulitan karena Jisung memeluk tangan kirinya terlalu erat, seperti bergelantungan di tangan Jongin. Oh, sepertinya Jisung sangat rindu pada Jongin. "Icung, no! Cakit tahu!"
"Maaf." Jisung melepaskan pelukannya, sedikit terpaksa, tapi dia juga tega jika Jongin kesakitan.
Jongin menggunakan tangan kanannya untuk menepuk kepala Jisung dua kali dengan pelan. "Cebental, ya? Nanti peyuk-peyuk yagi."
"Ote."
Jongin kembali fokus pada Sehun, tersenyum lebar. "Nini mo cekuyah uga, main cama Hun."
"Hun belajar baca."
"Baca? Nini uga bica baca." Jongin berucap senang. Dia sudah diajari membaca oleh Yuri, bahkan sebelum masuk ke taman kanak-kanak.
"Icung lum bisa."
"Nanti Nini ama Hun bantu Icung, ote?" Jisung mengangguk senang. Jongin memang yang terbaik, pikirnya.
"Oteee!" seru yang paling muda di antara mereka.
"Nini, main mau?" tanya Sehun.
"Main apa?"
"Neneka!" Jisung memekik, memberikan usulan. "Neneka Nini banyak. Beruang, Babi, Ken."
"Iihh, itu Belbi tahu, bukan Babi!" koreksi Jongin. Dia mendengkus kesal. Kenapa Jisung sampai sekarang tidak paham juga? Huh, boneka cantiknya dipanggil babi? Yang benar saja?
"Barbie Icung, no Babi."
"Hehe, babi."
"Icuunnggg!" pekik dua bayi lainnya bersamaan, kesal. Jisung sendiri hanya tertawa senang.
"Nini, Mama bawa camilan. Mau?"
"Mau!" Jisung berlari menghampiri Yuri, mengambil piring berisi buah-buahan dari nampan yang Mama Jongin bawa. "Makasih, Mama." Yuri hanya menggeleng pelan melihat tingkah menggemaskan Jisung.
"Napa ambil?" tanya Sehun.
"Dikasih."
"Yang ditanya Nini, bukan Icung."
"Dak papa," balas Jisung kalem. Dia sudah menikmati buah-buahan dari piring yang diambilnya tadi, mengabaikan kekesalan Sehun.
Yuri mengusak rambut Sehun, gemas dengan ekspresi kesal yang anak itu tunjukkan. Satu piring ia berikan pada Jongin dan satunya pada Sehun. "Nanti, kalau sudah selesai makan, piringnya kasih Mama, oke?"
"Ote," balas ketiganya serempak. Tentu saja, jawaban mereka tidak bisa dipercaya.
Yuri hanya mengangguk kecil, membawa nampan tadi. "Mama buatkan susu, mau?" tawarnya sebelum benar-benar pergi.
"Cucu beliii!" pekik Jongin.
"Icung juga!"
"Sehun juga."
"Oke." Yuri meninggalkan ketiganya dengan masing-masing sepiring buah-buahan menuju dapur.
"Bocan," ucap Jisung. Buah di piringnya sudah hampir habis. "Nini, ambil neneka, boleh?"
"Boyeh," balas Jongin.
Jisung berjalan meninggalkan piringnya, menuju rak besar tempat boneka-boneka Jongin berada. Tangan kecilnya mencoba menggapai boneka beruang dengan pita pink yang sering Jongin bawa, dia bahkan berjinjit untuk menyentuhnya. Jisung semakin dekat dengan boneka incarannya, lalu tangan kiri yang ia gunakan untuk menahan tubuh tidak sengaja menjatuhkan piala kecil di sampingnya. Itu piala milik Siwon.
"Icung!" pekik Jongin, segera menghampiri temannya itu. "Dak papa?" tanyanya, menunjukkan raut khawatir.
Jisung sendiri terlihat sangat terkejut, menatap kekacauan yang ia buat. Matanya memanas, ketakutan. Pikiran tentang dimarahi membuat otak kecilnya merangsang sebuah rasa bernama takut.
"Astaga! Kalian tidak apa-apa?" Siwon segera menghampiri ketiga bayi itu. Matanya terlihat membola ketika mendapati piala miliknya pecah. Siwon menatap satu persatu bayi di sana, lalu hela napas terdengar. "Jangan di sini, ada banyak pecahan. Bahaya," ucapnya, sebisa mungkin menahan emosi yang bergejolak.
"Papa, Nini mo ambil oneka." Takut-takut, Jongin berucap.
Siwon memberikan senyumannya, mengambil beberapa boneka dari rak lalu diberikannya masing-masing satu untuk bayi-bayi di sana. "Sudah, ayo, jangan di sini."
"Ada apa?" tanya Yuri yang baru datang.
"Sedikit kekacauan."
Yuri melihat ke arah kekacauan yang Siwon maksud. "Kau tidak marah?"
"Tidak. Keselamatan anak-anak lebih penting."
Yuri tersenyum tipis. "Terima kasih."
"Aku seorang ayah sekarang," cengir Siwon, menampilkan wajah manisnya.
"Iya. Kau seorang ayah." Yuri berkata lembut, mengusap pipi suaminya. Siwon mengikis jarak di antara keduanya. "Ayah yang baik, masih ada anak-anak di sini, oke?"
"Oki, Mama!" balasnya. Sebelum beranjak, Siwon mengambil satu kecupan di pipi Yuri. Tertawa puas sambil melarikan diri.
...
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Chibby•√
Fanfiction[COMPLETE •√] Ketika dua bayi setan dipersatukan 191229 - 200509 It just absurd story, but yeah, hope u enjoy it^^