Bagaikan sehelai daun yang terbawa angin dan jatuh di tanah asing.
💕💕
Mentari pagi telah terbit, hanya tinggal menunggu waktu bagi Zahra untuk benar benar melangkah meninggalkan pesantren Ar Rohman.
Langkahnya sangat berat harus meninggalkan keluarga untuk yang kedua kalinya.
"Pergilah nak doaku selalu bersamamu".
Ucap kiai Arsyad yang mencium kening Zahra sebelum dia pergi.
"Abi, umi, Zahra pergi, assalamualaikum".
"Waalaikumsalam".
Meski berat di hati Zahra tetap melangkah, menuju tempat yang telah di ridhoi kiai Arsyad. Menuntut ilmu untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Dia pergi meninggalkan pesantren yang tidak lama ini menjadi rumahnya, berbagi suka dan duka bersama keluarga dan beberapa santri di Ar Rahman.
Zain tidak ingin melepaskan kakaknya begitu saja, dia mengantar Zahra pada tempat yang akan menjadi lembar kehidupan baru bagi Zahra.
Zahra menikmati setiap pemandangan jalan yang menuntunnya pada Al Ahzaf. Sesekali dia menikmati alunan musik yang menggema di dalam mobil.
"Kak, kalau kakak pergi siapa yang akan bermain dengan Zain lagi?".
Pertanyaan itu memalingkan wajah Zahra dari jendela, menatap Zain yang memasang wajah datar disampingnya.
"Apaan sih, tumben sekali manja begini".
"Kakak baik baik disana ya, jika ada yang jahatin kakak telfon Zain saja, Zain akan menghajarnya".
"Kamu ini ada ada saja, Zain jaga umi dan abi ya jangan nakal nakal".
Ingin sekali Zahra menangis, terlebih melihat senyuman Zain yang mungkin akan dirindukannya.
"Siap bos".
Pandangan mata Zain melihat keluar jendela, dia melihat papan iklan di pinggir jalan yang bertuliskan "pesantren Al Azhaf 20 km lagi".
"Pak, sedikit pelan saja mengemudinya".
"Loh kenapa dek? Perasaan dari tadi mobilnya pelan". Ucap Zahra.
"Biar aku lebih lama menghabiskan waktu sama kakak".
Zain menyenderkan kepalanya pada pundak Zahra. Zahra hanya tersenyum tanpa mengucap sepatah katapun. Dasar Zain dia telah berhasil membuat perasaannya campur aduk.
Mobil putih itu berhenti di gerbang pondok pesantren Al Azhaf, seakan membuka lembaran hidup baru yang harus Zahra jalani.
Zahra membuka pintu mobil, sekilas dia mengedarkan pandangannya yang akhirnya jatuh menatap wajah Zain.
"Dek kakak pamit ya".
"Biarkan aku mengantar kakak sampai bertemu kiai Azhrof".
"Nggak, kamu pulang saja kakak bisa sendiri kok".
"Tapi kak. . .".
"Udah ini perintah kakak".
"Ya udah kak, kakak hati hati ya, assalamualaikum".
"Waalaikumsalam".
Zain masuk. Dia menuruti semua perintah Zahra yang tidak ingin merepotkannya. Zahra melambaikan tangannya sebelum mobil putih itu melaju meninggalkan pondok, menatap wajah Zain yang seolah berat untuk meninggalkannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Santri
Non-FictionKetika debaran cinta semakin besar lantas pada siapakah perahuku akan berlabuh? Ya Allah jodohkanlah aku dengan kekasih pilihanmu