Kehidupan Di Balik Topeng

1.6K 167 8
                                    

تها دوا الحبّ غيباًبالدُّعاَءْ
Sampaikan cinta dalam diam, dengan saling mendoakan satu sama lain.

إذاالشي من تصيبك عمره ما يكون لغيرك
Jika sesuatu memang ditakdirkan untuk mu sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi milik orang lain.

Brak. . .

Ali menutup lokernya sehabis membaca kata kata yang dia buat setahun lalu.

Punggung yang kokoh itu bersandar pada pintu loker. Ali tersenyum mengingat cerita cinta segitiga yang terjadi pada dirinya.

Sekarang tugasnya hanyalah menata hati untuk segera melupakan Zahra.

"Kak Zahra".

Zahra melirik seseorang di ambang pintu. Dia terkejut ketika melihat sosok yang dirindukannya.

"Zain".

"Kak".

Langkahnya cepat berjalan kearah pintu. Dipeluknya tubuh Zain untuk melampiaskan semua kerinduannya.

"Aku rindu kakak". Bisik Zain ditelinga Zahra.

Gadis itu melepas pelukannya. Menatap wajah Zain dengan penuh pertanyaan.

"Mengapa kau disini?".

"Aku ga boleh menjenguk kakak ku yang cantik ini?". Tangan nakal Zain berhasil mencubit hidung Zahra.

"Ah apa sih, lepas". Zahra segera menepis tangan Zain.

"Haha hidung kakak merah".

"Dasar nakal".

"Aku ikut silaturahmi sama abi dan umi kesini".

"Sekarang mereka dimana?".

"Di pendopo kiai Azhrof, yuk kesana".

Ada rasa yang Zahra masih belum bisa menafsirkannya. Entah apa yang akan terjadi, dia begitu merasa canggung hari ini.

Benar saja. Kehadirannya disambut oleh keluarganya dan keluarga pesantren. Dia melirik Ali dan Shofi yang juga ada disana.

"Assalamualaikum".

"Waalaikumsalam nak". Khodija bangkit, memeluk putri kesayangannya itu.

Sejenak mereka berbasa basi menanyakan kabar yang selama ini tak berjumpa, hingga suasana berubah menjadi tegang.

Hening. Raut wajah dua keluarga menjadi tegang. Kiai Arsyad menatap Zahra dan angkat bicara.

"Begini nak, untuk pengembangan pesantren Al Ahzaf dan Ar Rahman, serta menjalin hubungan kekeluargaan yang erat".

"Aku dan umi mu memutuskan untuk menikahkanmu dengan Gus Raihan, bagaimana nak apa kau setuju?".

Zahra terkejut. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Tatapan matanya jatuh pada Shofi yang menunduk, ada raut wajah kesedihan yang disembunyikannya.

Jadi bagaimana sekarang? Apakah Zahra akan menerima pernikahannya ini? Sementara hatinya masih menyimpan rasa kepada Ali.

Ali masih tersenyum dengan perasaan yang teramat sangat kacau. Lelaki itu berusaha bersikap tenang walau hatinya memberontak.

"Abi, aku butuh waktu untuk menjawabnya, beri aku waktu sebentar saja untuk memutuskan".

"Zahra. . .".

Dengan cepat kiai Azhrof menghentikan ucapan kiai Arsyad.

"Biarkan dia berfikir untuk memutuskan kehidupannya".

Dear SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang